
Benar-Benar Hijrah – Istilah “hijrah” memang sedang tren beberapa tahun terakhir. Kalau kita ketikkan kata “hijrah” di halaman trends.google.com, Google akan mengonfirmasi hal itu. Masifnya fenomena hijrah di Indonesia konon turut menyumbang kebingungan massal bagi para ilmuwan sosial di Indonesia dan mancanegara. Pertanyaan mendasar mereka adalah, “Apa penyebab meningkatnya ketakwaan secara drastis dari para ‘muhajirin’ tersebut?” Terlebih, fenomena ini bukan hanya terjadi di kalangan santri, melainkan juga merembet ke institusi-institusi pendidikan sekuler, kalangan artis, bahkan para aparatur negara.
Berbagai penelitian pun diadakan dan berbagai simpulan pun dipublikasikan. Hasilnya, alih-alih melihat ajaran Islam sebagai landasan berhijrah, publikasi ahli sosial itu lebih banyak menyoroti masalah kehampaan jiwa, transformasi mental, sampai mencari identitas diri. Pembahasan hijrah pun tidak jauh-jauh dari pelabelan dan simbolisasi seperti pemakaian bahasa Arab dasar dalam pergaulan sehari-hari dan pemakaian hijab atau celana cingkrang. Selebihnya, mereka memandang hijrah sebagai sesuatu yang layak diwaspadai dan diawasi. Tanggapan publik pun beragam. Sebagian melihatnya sebagai sesuatu yang positif, tetapi ada pula yang mencurigainya sebagai ancaman disertai nyinyiran dari berbagai sisi.
Secara bahasa, hijrah berasal dari kata hajara (هجر) yang artinya at-tark (الترك), yaitu meninggalkan, berpaling, memutuskan, dan berpindah. Kata ini bertebaran di dalam Al-Quran dan As-Sunnah, baik dalam bentuk fi’il maupun isim. Semuanya memuat makna-makna tersebut. Misalnya, firman Allah Ta’ala,
وَاصْبِرْ عَلٰى مَا يَقُوْلُوْنَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيْلًا
Artinya: “Dan bersabarlah (Muhammad) terhadap apa yang mereka katakan dan tinggalkanlah mereka dengan cara meninggalkan yang baik.” (QS. Al-Muzzammil: 10)
Firman Allah Subhanahu Wata’ala:
وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْۖ
Artinya: “Dan segala (perbuatan) yang keji, maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Muddatstsir: 5)
Secara istilah, para ulama memberikan berbagai definisi atas kata “hijrah” ini. Mulai dari meninggalkan – secara fisik – negeri yang tidak aman (dalam melaksanakan agama) menuju negeri yang aman (dalam melaksanakan agama) sampai meninggalkan setiap hal yang tidak baik menuju kepada setiap hal yang baik menurut agama. Pendeknya, hijrah bisa diartikan secara fisik maupun maknawi.
Secara fisik hijrah adalah berpindah dari negeri yang kufur, negeri yang tidak aman, dan negeri yang diliputi kejelekan sehingga peribadahan kepada Allah tidak dapat dipraktikkan secara leluasa menuju negeri mukmin, yang aman, dan negeri yang diliputi kebaikan di mana peribadahan kepada Allah bisa dilaksanakan dengan leluasa. Hijrah seperti ini hukumnya wajib bagi yang tinggal di lingkungan seperti disebutkan di atas serta memiliki kemampuan fisik dan mental, pengetahuan, dan finansial. Hukum ini tetap berlaku sampai hari kiamat berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:
لا تَنْقَطِعُ الهجرةُ حتى تَنْقَطِعَ التَّوْبَةُ، ولا تنقطع التوبةُ حتى تَطْلُعَ الشمسُ من مَغْرِبِها
Artinya: “Hijrah tidak terputus sampai tertutupnya pintu tobat, dan pintu tobat tidak akan tertutup sampai matahari terbit dari sebelah barat” (HR. Abu Dawud, Disebukan oleh Syekh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud, no. 2479)
Secara maknawi, hijrah dapat dimaknai sebagai berpindah dari maksiat kepada taat. Meninggalkan segala sesuatu yang dilarang Allah Subhanahu Wata’ala menuju kepada ketaatan kepada Allah. Dalilnya adalah sabda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam,
الْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
Artinya: “Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan segala hal yang dilarang oleh Allah Ta’ala” (HR. Al-Bukhari)
Mereka yang nyinyir dengan istilah hijrah kebanyakan berasumsi bahwa hijrah adalah perpindahan seseorang secara geografis saja. Namun, sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim, hakikat hijrah adalah menuju Allah dan Rasul-Nya, entah itu hijrah secara fisik maupun secara makna. Menurut beliau, inti hijrah kepada Allah adalah meninggalkan apa yang dibenci Allah menuju apa yang dicintai-Nya. Dari syirik menuju tauhid, dari maksiat kepada ketaatan, dari berharap kepada makhluk menjadi berharap hanya kepada-Nya, dan sebagainya. Inilah makna lain dari tobat dan inilah hakikat dari apa yang Allah perintahkan dalam Al-Qur’an surah Adz-Dzariyat: 50:
فَفِرُّوْٓا اِلَى اللّٰهِ
Artinya: “Maka segeralah (berlari) menuju mentaati Allah.” (QS. Adz-Dzariyat: 50)
Adapun hijrah kepada rasul artinya berpindah menuju melaksanakan syariat yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan memegang teguh sunnahnya dengan meninggalkan segala yang menyelisihinya. Inilah yang seringkali dilihat oleh pengamat sosial sebagai gerakan menutup aurat, berpakaian sesuai sunnah, meninggalkan riba, dan sebagainya. Inilah hijrah menuju sunnah Nabi yang tidak jarang pelaksanaannya banyak mendapatkan cibiran dari orang-orang sekitar. Mereka dianggap asing, aneh, berlebihan, bahkan kadang dianggap radikal hanya karena menjalankan sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Inilah satu-satunya pilihan tujuan hijrah yang setiap mukmin hendaknya mengarahkan kompas hijrahnya ke sana: Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasul-Nya.
Banyak orang khawatir dengan tren hijrah yang terjadi. Salah satu kekhawatiran positif yang patut kita perhatikan adalah khawatir hijrah yang sedang dijalani tersebut salah arah. Oleh karena itu, perhatikan hal-hal berikut ini agar hijrah tidak salah arah.
1. Bukan sekadar ikut tren.
Meskipun tren hijrah adalah baik, namun kita perlu mewaspadai diri kita sendiri terkait hal ini. Apakah hijrah yang kita lakukan benar-benar berasal dari kesadaran diri kita atau sekadar mengikuti tren yang sedang populer. Kalau sekadar mengikuti tren, bisa jadi kita akan mudah berputar haluan jika tren berubah. Karena itu, tanamkanlah kesadaran untuk berhijrah dalam rangka menuju keridhaan Allah dan meninggalkan apa-apa yang dimurkainya.
2. Luruskan niat.
Setelah menanamkan kesadaran di dalam diri untuk berhijrah karena Allah Subhanahu Wata’ala, tugas kita selanjutnya adalah meluruskan niat sebelum melangkah. Niat yang ikhlas insyaallah akan menjadi kunci sukses hijrah seseorang dan senantiasa jadi pengingat agar hijrah tidak salah jalan. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ
Artinya: “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untukAllah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Al-Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907).
3. Memohon pertolongan kepada Allah.
Dialah yang akan kita tuju dan kepada-Nyalah kita meminta agar dimudahkan jalan hijrah kita. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
اِحْـرِصْ عَـلَـى مَا يَـنْـفَـعُـكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَـعْجَـزْ
Artinya: “Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan segala sesuatu yang bermanfaat bagimu Dan mintalah pertolongan kepada Allah (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali merasa lemah.” (HR. Muslim)
Hendaknya kita memperbanyak doa yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
Artinya: “Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Tirmidzi no. 3522)
4. Kuatkan Fondasi, Bekali Diri dengan Ilmu.
Kuatnya keinginan untuk berhijrah harus disertai dengan usaha untuk senantiasa menambah ilmu yang sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk memastikan jalan yang kita tempuh telah tepat. Pilihlah guru-guru yang amanah terhadap ilmunya, takut kepada Rabbnya, dan memiliki jalur keilmuan yang jelas kepada generasi salaf.
5. Carilah “mentor”.
Coaching dan mentoring bukan hanya berlaku dalam urusan-urusan dunia. Urusan akhirat yang kebanyakan bersifat ghaib dan bersumber dari wahyu lebih butuh terhadap mentoring yang berkualitas. Dengan mentoring yang tepat, seorang yang sedang berhijrah akan mendapatkan pengarahan yang tepat tentang kapan harus berjalan, kapan berlari, kapan beristirahat, dan sebagainya. Dengan demikian, bukan saja ia tidak tersesat jalan, melainkan ia juga akan selamat sampai tujuan. Insyaallah.
Kalau pembahasan sebelumnya lebih kepada hijrah itu on the track, bahasan ini lebih kepada menjaga agar kita tidak “terdiskualifikasi” sepanjang menyusuri lintasan hijrah, sehingga kita bisa menjadi muhajir yang sukses sampai di finish.
1. Ingatlah bahwa perjalanan hijrah tak selalu indah.
Allah Subhanahu Wata’ala telah mengingatkan bahwa aneka rintangan sudah pasti menghadang di sepanjang perjalanan hijrah,
اَحَسِبَ النَّاسُ اَنْ يُّتْرَكُوْٓا اَنْ يَّقُوْلُوْٓا اٰمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُوْنَ. وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللّٰهُ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكٰذِبِيْنَ
Artinya: “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ dan mereka tidak diuji? Sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, sehingga Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut: 2-3)
Pada saat kita memutuskan untuk berhijrah, bisa jadi kita akan mendapatkan tentangan dari orang-orang terdekat atau serangan dari pihak-pihak lain yang tidak menginginkan kita berada di jalur hijrah. Itu adalah sunnatullah yang hendaknya dipahami oleh para peniti jalan hijrah.
2. Fokus! Abaikan nyinyiran “tetangga”.
Agar perjalanan hijrah kita selamat sampai akhir, tetaplah fokus dalam meniti jalannya. Seringkali orang nyinyir dengan pilihan hidup yang kita jalani, termasuk hijrah ini. Padahal mereka tidak memahami hal yang mereka komentari.
3. Cari komunitas yang mendukung.
Bergabung dengan komunitas yang mendukung hijrah adalah salah satu kunci sukses seseorang dalam berhijrah. Itulah sebabnya, jika seseorang ingin berhijrah, ia harus meninggalkan lingkungannya yang kurang mendukung hijrah menuju lingkungan yang mendukung hijrah. Ia harus memilih teman-teman akrab yang menguatkan hijrahnya dibandingkan teman-teman akrab yang tidak mendukungnya berhijrah karena teman akrab pasti memiliki pengaruh yang kuat bagi terbentuknya kepribadian dan agamanya. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam mengatakan,
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
Artinya: “Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah orang yang akan menjadi teman karib kalian.” (HR. Abu Daud, no. 4833; Tirmidzi, no. 2378; dan Ahmad, 2:344)
Oleh karena itu pulalah Allah Subhanahu Wata’ala mengatakan,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(jujur).” (QS. At Taubah: 119).
4. Baca kisah-kisah mereka yang telah sukses dalam berhijrah.
Ketika semangat hijrah mengendur, coba baca atau lihatlah kisah-kisah indah mereka yang sukses dalam berhijrah. Bacalah kisah para sahabat, para tabi’in, dan para ulama dalam memperjuangkan diri mereka sendiri di dalam Islam dan memperjuangkan Islam dalam hidup mereka. Baca dan lihatlah kisah-kisah mereka yang berhasil meninggalkan kehidupan yang gelap menuju cahaya Islam dengan penuh suka dan duka. Insyaallah hal itu dapat memompa kembali semangat kita untuk tetap kokoh meniti jalan hijrah.
5. Maraton seumur hidup.
Ibarat lari, perjalanan hijrah bukanlah lari jarak pendek yang harus disikapi dengan ancang-ancang yang sigap kemudian lari sekencang-kencangnya. Ia adalah maraton seumur hidup yang memerlukan kesungguhan, kesabaran, stamina, dan strategi yang tepat. Seorang yang meniti jalan hijrah tidak boleh tergesa-gesa dan “over semangat” untuk segera menyelesaikan jalan hijrahnya. Nikmati semua prosesnya dengan sikap tenang dan hati-hati. Ikutilah jalannya selevel demi selevel. Artinya, dalam mempraktikkan fitrah Islam ini, lakukan pelan-pelan sesuai dengan kemampuan dan ilmu yang kita serap.
Ingatlah bahwa agama ini luas. Seseorang tidak akan bisa merengkuh semuanya sekaligus. Diperlukan proses dan tahapan sebagaimana agama ini sendiri diturunkan berangsur-angsur oleh Allah kepada Nabi dan umatnya. Jika kita mengambil agama ini pelan-pelan sesuai kadar yang kita miliki, maka kita akan mudah mengamalkannya, insyaallah. Sebaliknya, jika kita memaksakan diri untuk merengkuhnya sekaligus, bisa jadi kita sendiri yang akan hancur binasa. Bukankah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda,
إِنَّ الدِّينَ يُسْر، وَلَنْ يَشادَّ الدينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ
Artinya: “Sesungguhnya agama (Islam) mudah. Tidaklah seseorang mempersulit (berlebih-lebihan) dalam agamanya kecuali akan terkalahkan (tidak dapat melaksanakannya dengan sempurna).” (HR. Al-Bukhari, no. 39)
Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah, di dalam Ar-Risalah At-Tabukiyah, menyebutkan bahwa keinginan untuk berhijrah dalam hati seorang mukmin adalah berbanding lurus dengan kecintaannya kepada Allah di dalam hatinya. Semakin besar cintanya kepada Allah, makin besar pula motivasi hijrahnya. Sebaliknya, semakin tipis kadar cintanya kepada Allah, makin menipis pula motivasi hijrahnya.
Walhasil, hijrah adalah sebuah proses perjuangan yang panjang dalam membawa hati agar selamat hingga negeri akhirat. Untuk mencapainya pasti diperlukan usaha yang luar biasa dan pengorbanan yang tidak sedikit. Ujian pun pasti datang silih berganti dan aral pun melintang di mana-mana. Namun yakinlah bahwa hasil yang sebanding pasti sudah disiapkan oleh Allah apabila kita memang jujur dalam berhijrah. Kaidah fiqih mengatakan,
مَا كَانَ أَكْثَرُ فِعْلًا كَانَ أَكْثَرُ فَضْلًا
Terjemahannya: “Amalan yang lebih banyak pengorbanannya akan lebih banyak keutamaannya.”
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pun mengabarkan,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ
Artinya: “Sesungguhnya besarnya pahala itu sesuai dengan besarnya cobaan.” (HR. At-Tirmidzi, no. 2320 dan Ibnu Majah, no. 4021 dengan sanad yang hasan)
Referensi:
Ditulis oleh: Ary Abu Ayyub dari Majalah HSI Edisi 31 Muharram 1443 H.
Diringkas oleh: Aryadi Erwansah (Staf Ponpes Darul Qur’an Wal Hadits OKU Timur).
BACA JUGA:
Leave a Reply