Hamba yang Ikhlas

HAMBA YANG IKHLAS

 

Hamba yang Ikhlas

Segala puji milik Allah Azza wa Jalla semata. Kita memujinya, memohon pertolongan dan meminta ampun kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari keburukan diri, dan keburukan amal-amal perbuatan kami.

“Barang siapa yang diberi hidayah oleh Allah Azza wa Jalla niscaya tiada seorang pun yang dapat menyesatkannya. Dan barang siapa disesatkan oleh Allah Azza wa Jalla niscaya tiada seorangpun yang dapat memberinya petunjuk. Saya bersaksi bahwa tiada ialah yang berhak ibadahi dengan benar kecuali Allah, Dan saya bersaksi bahwasanya Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam adalah hamba utusannya.”

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

ياأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسلِمُونَ

Artinya: “(Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah sebenar-benar takwa) yaitu dengan menaati dan bukan mendurhakai, mensyukuri dan bukan mengingkari karunia-Nya dan dengan mengingat serta tidak melupakan-Nya. Kata para sahabat, “Wahai Rasulullah! Siapakah yang sanggup melaksanakan ini ?” Maka ayat ini pun dinasakh dengan firman-Nya, “Bertakwalah kamu kepada Allah menurut kemampuanmu, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali ‘Imran 3 : Ayat 102)

CIRI HAMBA YANG IKHLAS

Keikhlasan bersemayam di dasar hati. Karenanya, seseoang tidak dapat menilai apakah si Fulan seorang yang mukhlis atau bukan. Namun demikian ada beberapa indikasi yang menjadi ciri khusus bahwa dia benar-benar hamba yang mulus dengan ciri-ciri tersebut, kita dapat melihat apakah selama ini kita sudah ikhlas dalam beramal saleh atau belum berikut beberapa diantaranya.

  1. Selalu melihat selalu melihat kekurangan diri sendiri

Orang yang ikhlas cenderung menyebutkan hati untuk mengoreksi kekurangan dirinya bukan karena kekurangan orang lain dia merasa masih banyak keburukan pada dirinya dan masih banyak kesalahan yang diperbuatnya. Karena itulah masih banyak kesalahan yang Karena itulah dia jauh dari sifat wujud bangga kepada diri sendiri dan selalu merasa kaum mukminin yang lebih baik daripada dia.

Allah Azza wa Jalla menyebutkan tentang hamba-Nya yang Mukhlis:

وَالَّذِيْنَ يُؤْتُوْنَ مَاۤ اٰتَوْا وَّ قُلُوْبُهُمْ وَجِلَةٌ اَنَّهُمْ اِلٰى رَبِّهِمْ رٰجِعُوْنَۙ

Artinya: “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (QS. Al-Mu’minun ayat: 60)

Demikianlah akhlak kaum Salaf dahulu. Lihatlah Umar Bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Meskipun semua orang mengakuinya sebagai sahabat yang mulia, dia begitu khawatir apabila masuk dalam golongan orang munafik. Sehingga dia bertanya kepada Hudzaifah bin Al-Yaman,  sahabat yang diamanahi oleh Nabi memegang rahasia beliau: “Wahai Hudzaifah beritahu aku, apakah aku termasuk orang munafik ? Apakah Rasulullah pernah mengatakan kepadamu sesuatu tentang hal diriku ?”

Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma memegang lidahnya seraya mengatakan : “Tidak ada yang lebih layak dipenjarakan daripada ini.”

Sejarah mencatat bahwasanya Abdullah bin Al Mubarok rohimahullahu adalah seorang ulama yang amat saleh. Namun demikian, dia pernah mengutarakan: “Aku mencintai orang yang saleh, padahal aku bukanlah bagian dari mereka aku pun tidak akan mencintai orang-orang yang tidak sholeh sekalipun aku adalah orang yang buruk dari mereka.”

Sahal bin Aslam Rahimahullah bertutur: “Bakar bin bin Abdullah Al-Muzani adalah sosok yang bilamana melihat kakek tua dia berkata, “Orang tua ini lebih baik dari aku, dia menyembah Allah, beribadah kepada-Nya jauh sebelum aku.’ Begitupun saat melihat anak muda pemuda ini lebih baik daripada aku aku lebih banyak berbuat maksiat dan dosa.”

Bakar bin Abdullah Rahimahullah berkata: “Jika setan membisikkan kepada seorang salah seorang dari kalian bahwa dia lebih baik daripada orang lain dalam menjalankan agama, maka perhatikanlah hal berikut ini. Apabila orang lain itu ada yang lebih tua dari kamu, katakanlah: “Orang ini lebih dahulu beriman kepada dan Allah daripada aku.’ Dan apabila dia lebih mudah darimu, katakanlah: ‘Aku lebih dahulu melakukan maksiat daripada pemuda ini.’ Demikianlah, sebab orang mukmin yang kamu lihat pasti lebih muda atau lebih tua darimu.”

  1. Tidak terpengaruh dengan pujian orang lain

Sifat ikhlas tidak mungkin diraih oleh seorang yang selalu ingin dipuji dan tamak terhadap perkara-perkara duniawi, yang demikian ibarat menyatukan air dengan api. Maka itu, untuk meraih keikhlasan, kita harus menjadi hamba yang zuhud terhadap dunia dan merindukan akhirat. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyembelih katakan dengan sifat qana’ah, dan menyembelih keinginan untuk selalu dipuji dengan sifat zuhud. Apabila kedua tabiat buruk ini mampu Kita tundukkan, niscaya kita akan mudah menyemai keikhlasan dalam hati dan amal. Diantara cara agar dapat memadamkan api ketampakan dalam hati adalah meyakini bahwa Allah yang memegang kunci segala pembendaharaan. Tidak ada satu makhluk pun yang bisa membukanya apalagi memberikannya kepada kita Allah memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.

Adapun untuk menyingkirkan sifat selalu ingin dipuji, sadarilah bahwa tidak ada satupun pujian yang dapat mendatangkan manfaat. Begitu pula, tidak ada satupun celaan atau yang dapat mendatangkan celaka ataupun kesialan, kecuali celaan yang datangnya dari Allah. Seorang laki-laki berkata pada Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam : “Sungguh, pujianku itu hiasan dan celakaan celakaan adalah hinaan.” Dan dapat mendengar ucapan itu beliau menasehatinya : “Hanya Allah lah yang layak menyandang sifat tersebut.”

Karena itu katakanlah kepada jiwa : “Bersikap zuhudlah terhadap manusia pujian manusia. Sebab pujian itu sama sekali tidak bermanfaat bagimu, bersikap zuhudlah atas celaan manusia, sebab celaan tersebut tidak akan pernah bisa mencelakaimu. Namun rajinlah memuji rabbmu, sebab hanya dia yang mampu menggerakkan suatu kebaikan dan menimpakan suatu bencana kepadamu.” Menghilangkan rasa cinta terhadap pujian orang lain memang bukan hal yang mudah.  Dibutuhkan modal berupa kesabaran keyakinan yang tinggi. Tanpa dua modal ini, seseorang ibarat musafir yang ingin menyeberangi lautan namun tidak memiliki kapal dan perahu. Allah Subhanahu Wata’ala  berfirman:

فَاصْبِرْ اِنَّ وَعْدَ اللّٰهِ حَقٌّ وَّلَا يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِيْنَ لَا يُوْقِنُوْنَ

Artinya: “Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu.” (QS. Ar-Rum : 60)

  1. Berusaha menyembunyikan amal kebajikan

Tanda paling jelas dalam menunjukkan keselamatan di antara lain upaya pribadinya dalam menyembunyikan awal kebajikan agar tidak diketahui orang lain. Setiap amal yang ia lakukan memiliki pondasi dan akar yang kukuh dalam hati, serta tertutup dari pandangan manusia. Ia senang menyucikan dirinya agar jauh dari dia dan terus memperbanyak amal kebaikan. Apabila lama kebaikan dan kedalaman ilmunya diketahui orang lain, ia langsung merasa tidak nyaman sebab hal itu akan menularkan penyakit gemar dipuji di dalam hati yang suci. Semakin banyak seorang hamba menyembunyikan amal karena Allah, semakin banyak pula kejujuran ikhlas yang akan diraihnya Allah pun semakin mencintainya dan menyediakan balasan yang berlimpah waktunya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

إن الله يحب العيد التقي الغني الخفي

Artinya: “Sungguh Allah sangat mencintai hamba yang bertakwa Karena hati merasa cukup, dan tidak mencari ketenaran.”  (HR. Muslim dalam shahihnya)

Hamba yang suka membunyikan amal kebaikannya daripada dengan orang lain akan mendapat naungan Allah pada hari kiamat dalam sebuah hadis tentang 7 orang yang dinaungi Allah Ta’ala yakni pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan Allah. Disebutkan dalam hadits:

ورجل تصدق بصدق فأخفاها حتى لا تعلم شماله ما ننفق ثمينه ورجل ذكر الله حاليا ففا ضت عيناه

Artinya: “Dan (diantara hamba yang mendapatkan naungan Allah) seorang laki-laki yang bersedekah lalu menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui yang disedekahkannya oleh tangan kanannya serta seorang laki-laki yang berzikir mengingat Allah dan seorang diri hingga menetas air matanya.” (Muttafaqun Alaih)

Karena itu, orang salaf terdahulu sangat bersungguh-sungguh menyembunyikan amal ibadahnya daripada manusia ada yang rutin mengerjakan puasa sunnah, namun istrinya tidak mengetahui, ada yang hafal al-Qur’an, tapi tetangganya tidak mengetahuinya dan ada pula yang rutin  mengeluarkan sedekah, namun tidak seorang pun yang tahu, sungguh para sahabat dalam menjaga keikhlasan dan menyembunyikan amal kebaikan.

Diriwayatkan dalam banyak atsar, Sufyan bin Uyainah berkata;  Abu Hazm berkata: “Sembunyikanlah kebajikanmu lebih dibandingkan kamu menyembunyikan keburukanmu.”

Fudhail bin Iyadh mengatakan : “Amal dan perkataan terbaik adalah tidak diketahui manusia.”

Oleh karena itu, jika engkau benar-benar ingin meraih keikhlasan, larilah dari ketenaran dan pandangan manusia. Jadikanlah masalahmu hanya diketahui dirimu sendiri serta Allah. Sebab inilah amal yang pada hari Kiamat kelak hanya mendatangkan manfaat bagimu.

  1. Tidak menyukai kepopuleran

Yaitu berusaha menghindar dari ketenaran,  dan tidak berusaha mencari-carinya. Sebab ketenaran akan menuntut memiliki supaya kedudukannya tinggi dalam hati manusia, padahal contoh kedudukan merupakan sumber kerusakan. Karena itulah, melarikan diri dari rasa haus akan ketenaran menjadi ciri orang yang ingin diaplikasikan keikhlasan dalam setiap perbuatan dan perkataannya.

Para sahabat nabi generasi Salafus Saleh setelah mereka adalah contoh teladan nyata bagi kita dalam hal ini. Abu Hurairah radhiyallahu Anhu berkata : “Jikalau bukan karena suatu ayat dalam Al-Qur’an, tentu aku tidak akan menyampaikan hadis kepada kalian.”Dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

اِنَّ الَّذِيْنَ يَكْتُمُوْنَ مَاۤ اَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنٰتِ وَالْهُدٰى مِنْۢ بَعْدِ مَا بَيَّنّٰهُ لِلنَّاسِ فِى الْكِتٰبِۙاُولئكَ يَلْعَنُهُمُ اللّٰهُ وَ يَلْعَنُهُمُ اللّٰعِنُوْنَۙ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati.” (QS. Al-Baqarah: 159)

  1. Tidak terpengaruh oleh pemberian

 Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Celakalah orang-orang yang menjadi budak dinar, budak dirham, dan budak pakaian. Jika diberi apa yang mereka suka yang akan mereka ridha, namun jika itu tidak diberikan kepada mereka, maka mereka berang. Sungguh celaka orang-orang seperti itu; jika dia tertusuk duri, semoga dia tidak dapat mengeluarkannya.”

Betapa banyak orang yang beramal saleh, atau berbuat baik kepada sesama, namun saat tersebut orang di sekitarnya tidak seperti yang diharapkan, dia larut dalam kekecewaan hingga akhirnya lesu dan meninggalkan amal saleh tadi. Adapun orang yang ikhlas dan tidak terpengaruh dengan respon orang lain. Baginya untuk mendapatkan ucapan terima kasih atau tidak sama saja. Maka ketika menghadapi orang-orang yang gemar membalas air susu dengan air tuba, seharusnya itu menjadi momen pelatihan bagi kita agar semakin kuat dalam menghadapi mereka yang mengingkari keindahan sifat mulia. Jadi jangan sekali-kali kita sedih hati atas respon negatif mereka terhadap kebaikan kita.

Lakukan kebajikan semata mengharap ridha Allah sebagaimanapun, orang yang ikhlas adalah pemenang karena tidak akan terpengaruh oleh pandangan miring dari siapa saja yang menyangka kebaikannya. Justru kita harus bersyukur kepada Allah karena dia telah menjadikan kita orang yang berkepribadian terpuji dan mulia serta menyelamatkan kita dari sifat buruk mereka titik bukan ke tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah?

Referensi :

Ensiklopedi Akhlak mulia, Faedah & Keutamaan Akhlak yang Mulia, Pustaka Imam Syafi’i, Cetakan Keempat, sya’ban 1440 H/ April 2019 M, Abu Ihsan Al-Atsari & Ummu Ihsan

Diringkas oleh   : Suci Lastri (Pengabdian Rumah Tahfidz Ulak Pandan Cabang DQH OKU Timur)

Baca juga artikel:

Puasa-Puasa Sunnah

Keutamaan Menuntut Ilmu

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.