VLOGGER & YOUTUBER DALAM PANDANGAN ISLAM

vlogger dan youtuber dalam pandangan islam

Salah satu pekerjaan yang banyak digandrungi para remaja dan mahasiswa adalah nge-vlog atau jadi Youtuber. Cari duit dengan cara ini, nyaris tanpa modal. Selain beli data untuk akses internet.

Ada yang menyebutkan kalau penghasilan dari Youtube kasarnya mendapatkan 1 USD per 1000 views, namun ternyata angka tersebut tidak bisa dijadikan patokan untuk pendapatan. Sistem bayaran di Youtube dikenal masyarakat dengan istilah BPS atau Biaya Per Seribu untuk setiap tayangan iklan di dalam video kamu yang ditayangkan sebanyak 1000 kali di youtube. Pendapatan per 1000 tayangan iklan merupakan penghasilan kotor.

Rumus pendapatannya adalah RPM (Revenue Per Thousand Impression pendapatan rata-rata yang bisa di dapatkan dari setiap 1000 impresi) = penghasilan bersih/jumlah tampilan halaman x 1000. Penghasilan Publisher Adsense, RPM yang di peroleh antara $1-$5, ini juga tergantung dimana wilayah kamu tinggal, jenis konten, dan relevansi iklan (termasuk lamanya tayang pada setiap video).

Hukum Pendapatan Youtuber

Vlogger maupun youtuber merupakan dua hal yang sama. Kendati metodenya berbeda, namun pada prinsipnya sama-sama jasa iklan. Kaidahnya masih sama seperti cari duit via online melalui adsense atau admob yang harus memenuhi 2 syarat:

  1. Jasa yang dia sediakan adalah jasa yang manfaatnya mubah.
  2. Tidak ada unsur tolong menolong dalam maksiat. Allah berfirman,

وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلإِثمِ وَٱلعُدوَٰنِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلعِقَابِ

Artinya: “Janganlah tolong menolong dalam dosa dan tindakan kelewat batas. Dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah itu sangat keras siksaannya” (QS. al-Maidah: 2)

Karena nge-vlog atau channel youtube adalah karya, maka tidak boleh ada pelanggaran hak orang lain dan tidak boleh melanggar hak cipta orang lain untuk media cari uang. Sebagai contoh beberapa orang mengambil video yufid, kemudian dia tambahkan label, lalu dimasukkan ke channel pribadinya untuk cari iklan. Tindakan ini merupakan pelanggaran hak orang lain.

Hak Cipta Dihargai dalam Islam

Pemilik hak cipta (al-Huquq al-Ma’nawi) dilindungi dalam Islam. Mereka boleh mengambil royalti atas hak cipta karyanya.

Seperti yang menjadi keputusan beberapa lembaga Fiqh internasional, diantaranya:

  1. Keputusan al-Majma’ al-Fiqhi al-Islami (divisi Fiqh Rabitah Alam Islami) dalam rapat tahunan ke IX di Mekkah, tahun 1986 M, pada keputusan no. 4, dinyatakan,

“Buku-buku dan penelitian ilmiah, dahulu sebelum ditemukan mesin cetak yang dapat mencetak ribuan naskah, sarana untuk penyalinan naskah hanyalah tulisan tangan. Terkadang seorang penyalin menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menyalin sebuah naskah, terutama buku yang jumlah halamannya sangat banyak.

Pada waktu itu para penyalin bertugas sebagai khadim (pembantu) penulis, di mana ia menyalin tulisan gurunya dalam rangka menyelamatkan naskah asli agar tidak punah.

Para penyalin sama sekali tidak memiliki tujuan untuk mencari keuntungan duniawi dari penggandaan naskah asli yang ditulis ulama, bahkan sebaliknya mereka melakukan hal tersebut dengan tujuan untuk berkhidmat terhadap ilmu gurunya serta menyebarkannya kepada khalayak ramai.

Setelah mesin cetak ditemukan dan bermunculannya usaha penerbitan, keadaan berubah total. Terkadang seorang penulis menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk membuat sebuah karya ilmiah yang berguna, lalu ia terbitkan dan dijual. Lalu muncul seseorang yang membajak bukunya, mencetaknya ataupun di masukkan ke berbagai media penyimpanan (CD) atau lainnya, kemudian dijual menyaingi cetakan asli penulisnya.

Tindakan pembajakan ini membuat para ilmuwan malas berkarya, karena usaha kerasnya akan dicuri orang lain, bila dia sebarluaskan ke tengah masyarakat.

Dengan adanya perubahan keadaan dahulu dan sekarang di dunia penulisan ilmiah dan penerbitan maka dibutuhkan ijitihad baru untuk menetapkan hak orang yang telah bersusah payah.

Oleh karena itu hak cipta penulis, peneliti dan penemu wajib dilindungi syariat. Hak cipta itu adalah milik pembuatnya yang tidak boleh diambil tanpa seizinnya.

Demikian juga, penerbit yang telah membuat kontrak dengan penulis tidak berhak mengubah apapun isi tulisan tanpa izin penulis.

Hak cipta ini dapat diwariskan kepada ahli waris, sebagaimana diatur oleh undang-undang internasional yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.”

  1. Keputusan Majma’ al-Fiqh al-Islami (divisi Fiqh OKI) dengan keputusan no. 43 (5/5), muktamar ke-5, tahun 1988 di Kuwait, menyatakan,

الحقوق التأليف والاختراع أو الابتكار مصونة شرعا, ولأصحابها حق التصرف فيها, ولايجوز الاعتداء عليها

Terjemahannya: “Hak cipta dan hak paten dilindungi syariat, pemiliknya berwenang menggunakannya dan tidak boleh dilanggar.”

  1. Lembaga fatwa kerajaan Arab Saudi (al-Lajnah ad-Daimah),

Pada fatwa no. 18453, dinyatakan,

لايجوز نسخ البرامج التي يمنع أصحابها نسخها إلا بإذنهم؛ لقوله صلى الله عليه وسلم: [ المسلمون على شروتهم ] (1), و لقوله صلى الله عليه وسلم: , [ لا يحل مال امرئ مسلم إلا بطيبة من نفسه ]

Artinya: “Tidak boleh menggandakan program komputer yang hak patennya dilindungi undang-undang tanpa seizin pemiliknya. Berdasarkan sabda Nabi, ‘Setiap muslim harus memenuhi kesepakatan mereka.’ (Muttafaq ‘alaih) dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Harta seorang muslim tidak halal diambil kecuali dengan kerelaan pemiliknya.‘ (Muttafaq ‘alaih).

Diantara dalil yang mendukung pendapat ini adalah,

  1. Sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam,

إنَّ أَحَقُّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللهِ

Artinya: “Sesungguhnya upah yang paling pantas untuk kalian ambil adalah upah (mengajar) kitabullah.”  (HR. Bukhari 5405)

Jika upah sebagai imbalan mengajarkan al-Qur’an dibolehkan, upah mengajarkan ilmu-ilmu keislaman yang bersumber dari al-Quran juga dibolehkan. Termasuk ilmu dunia. Dan mengajarkan ilmu bisa dengan cara lisan dan juga bisa dengan cara tulisan atau bentuk karya lainnya. Dengan demikian, maka mengambil upah atas karya ilmiah dalam bidang-bidang apapun hukumnya boleh.

  1. Orang yang membuat karya, dia menghabiskan waktunya, tenaganya, pikirannya, bahkan hartanya untuk menciptakan sebuah karya. Sehingga dia berhak mengambil upah atas karyanya.

Terdapat kaidah menyatakan,

السَّعَاعِي لَهُ السَّعْي

“Orang yang bekerja, berhak dapat upah”

  1. Hasil karya merupakan hak milik pembuatnya. Karena itulah, sebuah tulisan dinisbahkan kepada penulisnya, misalnya, “menurut Pak Ammi Nur dalam bukunya Ada Orang Utang … ” itu artinya, karya buku itu milik Pak Ammi Nur Baits. Sehingga dia berhak untuk menjual karya itu.
  2. Para ulama menjual bukunya

Sebagian ulama terdahulu juga ada yang menjual buku-bukunya.

Abu Nu’aim al-Asfahani menjual bukunya yang berjudul “Hilyatul Auliya”” di Naisabur dengan harga 400 keping uang dinar (+ 1,7 kg emas). Harga sebegitu mahal tidak mungkin imbalan pengganti kertas dan tinta.

Ibnu Hajar Al Asqalani oleh raja menjual salah satu bukunya yang dibeli oleh raja Athraf seharga salah 300 keping uang dinar (+ 1,3 kg emas murni). Harga ini juga sebagai imbalan hak cipta dan bukannya pengganti kertas dan tinta.

Dan tidak seorang pun ulama yang mengingkari penjualan buku karya tulis tersebut, dengan demikian dapat dikatakan bahwa ‘urf yang berlaku dari zaman dahulu hingga sekarang bahwa hak penulisan buku adalah milik penulis yang boleh diganti dengan uang.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa membajak karya seseorang dalam bentuk properti digital, seperti audio atau video untuk di-monetisasi adalah pelanggaran hak.

Demikian,

Allahu a’lam

 

Sumber: Kitab Harta Haram Bisnis Online karya Ammi Nur Baits, Pustaka Muamalah Jogja, Jogjakarta: Dzul Qa’dah 1441 H.

Diringkas oleh: Rika Kowasanda (Pengajar Ponpes Darul Qur’an Wal Hadits OKU Timur)

 

BACA JUGA:

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.