40 Hadits Seputar Pendidikan Anak (Bagian I)

40 Hadits Seputar Pendidikan Anak

40 HADITS SEPUTAR PENDIDIKAN ANAK (BAGIAN 1)

Bismillah, dengan menyebut nama Allah dan segala puji hanya milik Allah Ta’ala. Semoga shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga, dan sahabat beliau serta pengikut mereka hingga hari kiamat.

Mendidik anak dalam islam itu perkara yang telah diketahui banyak orang, karena hal ini memiliki pengaruh terhadap perkembangan pengetahuan, keshahihan, keistiqomahan, dan petunjuk untuk mereka terhadap hal-hal yang wajib mereka ketahui. Hal ini dapat menjadikan jalan kepada mereka, baik dalam keluarga muslim, masyarakat maupun bangsa mereka.

Karena itulah dalam islam sangat meprioritaskan anak dengan memberikan perhatian ekstra. Ada banyak puluhan dalil di dalam Al-Qu’’an dan hadits, yang menjelaskan tentang bagaimana cara berinteraksi dengan anak-anak, seperti memberikan reward jika mereka menunaikan hak-hak mereka, dan peringatan jika mereka bermudah-mudahan tidak menunaikan hak-hak mereka. Di dalam lembaran risalah-risalah, kita dapati sejumlah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seputar Pendidikan anak. Berikut inilah 40 hadits seputar Pendidikan anak :

HADITS 1: Pengaruh Orang Tua Terhadap Aqidah Anak

Dari Abu Hurairoh radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا مِنْ مَوُلُودٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلىَ الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُنْتِجُ الْبَهِيْمَةُ بَهِيْمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيْهَا مِنْ جَدْعَاءَ؟ ثُمَّ يَقُوْلُ اَبُوْ هُرَ يْرَةَ: وَاقْرَءُ وْا اِنْ شِءتُمْ: فِطْرَتَ اللهِ الَّتِيْ فَطَرَ النّاسَ عَلَيْهَا, لاَ تَبْدِيْلَ الخَلْقِ اللهِ.

Artinya: “Tidaklah anak yang dilahirkan melainkan ia dilahirkan di atas fitrah. Namun kedua orang tuanya yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani dan Majusi. Sebagaimana binatang ternak yang dilahirkan dalam keadaan lengkap (sempurna), adakah kalian lihat ada bagiannya telinganya yang cacat?” kemudian Abu Hurairoh berkata : ”bacalah ayat ini jika kalian mau: demikianlah fitrah Allah yang Dia menciptakan manusia berada di atasnya (fitrah tersebut). Dan tidak ada perubahan pada ciptaan Allah ini.” (QS. Ar-Rum: 30).[1] 

Faidah Hadits :

  1. Semua bayi yang lahir, dilahirkan di atas fitrah Islam.
  2. Kedua orang tua memiliki pengaruh yang dominan terhadap anaknya di dalam agamanya.
  3. Kedua orang tua memiliki pengaruh yang kuat baik positif ataupun negatif terhadap anggota keluarganya.
  4. Anak akan terpengaruh dengan kebiasaan dan perangai (akhlaq) orang tuanya.
  5. Metode memberikan perumpamaan (mitsal)[2] bagi pelajar dapat membantu mendekatkan pemahaman.
  6. Urgensi perkembangan anak kecil di atas Islam.
  7. Para ulama kaum muslimin bersepakat bahwa anak kaum muslimin yang masih kecil jika meninggal dunia, maka termasuk penghuni surga karena mereka bukanlah mukallaf [3] . inilah yang dikemukakan oleh an-Nawawi. Imam Ahmad dan selain beliau menukilkan adanya kesepakatan (ijma’) tentang hal ini.
  8. Adapun anaknya kaum musyrikin yang masih kecil jika meninggal dunia, maka para ulama memiliki beberapa pendapat yang berbeda :
  9. Ada yang berpendapat mereka di dalam surga, dan ini pendapat mayoritas ulama.
  10. Ada yang berpendapat mereka berada di neraka bersama dengan orang tua mereka. Ini adalah pendapat lemah yang disandarkan kepada Imam Ahmad padahal tidak valid dari beliau.
  11. Sebagaian lagi tawaqquf (abstain)[4] . ini pendapat Hammad bin Zaid, Hammad bin Salamah , Ibnul Mubarok dan Ishaq bin Rahiwaih.
  12. Ada yang berpendapat, mereka menjadi pelayan di surga. Ini adalah pendapat yang juga lemah.
  13. Pendapat yang shahih adalah: mereka diuji di akhirat nanti. Siapa yang menaati Allah maka masuk surga, dan siapa yang bermaksiat maka masuk neraka.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

اللهِ اعلم بما كانوا عاملين

Artinya: “Allah lah yang lebih tahu tentang apa yang mereka kerjakan”.[5]

Dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama ahlus sunnah wal jama’ah, seperti Imam Ahmad dan Abul Hasan al-Asy’ari. Pendapat ini juga yang di rajihkan ( dikuatkan ) oleh al-Baihaqi, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim, Ibnu Baz dan Ibnu ‘Utsaimin.

HADITS 2: Tanggung Jawab Orang Tua Di Dalam Mendidik Anak

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda :

ألاَ كُلُّكُم رَاعٍ وَكُلُّكُم مَسئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَا اْلأَ مِيرُ الّذِي عَلَى النَّا سِ رَاعٍ وَهُوَ مَسئُو لٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّ جُلُ رَاعٍ عَلَى أَهلِ بَيتِهِ وَهُوَ مَسئُولٌ عَنْهُمْ وَالمَرأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيتِ بَعلِهَا وَوَ لَدِهِ وَهِيَ مَسئُو لٌةٌ عَنْهُمْ وَالعَبدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسئُولٌ عَنْهُ ألا فَكُلُّكُم رَاعٍ وَ فَكُلُّكُم مَسئُو لٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Setiap penguasa adalah pemimpin bagi rakyatnya dan akan dimintai pertanggung-jawabannya atas yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan dimintai pertanggungjawabannya atas mereka. Seorang wanita juga pemimpin atas rumah dan anak suaminya dan dia dimintai petanggungjawaban atasnya. Seorang hamba sahaya juga pemimpin atas harta majikannya dan dia dimintai pertanggungjawabannya atasnya. Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpinnya”.[6]

Faidah Hadits :

  1. Seorang bapak memiliki tanggung jawab yang besar di dalam mendidik anak-anaknya.
  2. Seorang ibu juga memiliki tanggung jawab yang besar di dalam mendidik anak-anaknya.
  3. Keduanya ( yaitu bapak dan ibu ) akan ditanya di hari kiamat tentang yang dipimpinya.
  4. Seorang murobbi ( pendidik/guru) memiliki tanggung jawab yang di dalam mendidik anak didiknya.
  5. Sesungguhnya pendidikan itu adalah tanggung jawab yang besar.
  6. Tanggung jawab orang tua terhadap anaknya tidak hanya sebatas urusan makan dan pakaian saja, namun lebih penting lagi dari itu, yaitu pendidikan.

Hadits 3

Keshalihan Anak Bermanfaat Bagi Orang Tuanya Meski Setelah Meninggal Dunia

Dari Abu Hurairoh radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الإنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ: إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عَلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ, أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ

Artinya: ”Apabila seorang manusia meninggal dunia, maka terputus amalnya darinya kecuali tiga hal: 1. Sedekah jariyah, 2. Ilmu yang dapat diambil manfaatnya ,dan 3. Anak shalih yang mendoakan orang tuanya. “[7]

Faidah Hadits :

  1. Seorang mayyit terputus amalnya apabila telah meninggal dunia kecuali amalan yang ditunjukkan dalil pengecualinnya.
  2. Diantara amalan yang sampai dan tidak terputus setelah wafat adalah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh radhiyallahu ‘anhu dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda , yang artinya :

“Sesungguhnya di antara amalan dan kebaikan yang sampai kepada seorang mu’min selepas kematiannya adalah : 1. Ilmu yang diajarkan dan disebarkannya, 2. Anak sholih yang ditinggalkannya, 3. Mushaf yang diwariskan, 4. Masjid yang dibangunnya, 5. Rumah persinggahan bagi musafir yang dibangunnya, 6. Sungai yang dialirkannya, dan 7. Sedekah yang dikeluarkan dari harta ketika ia masih sehat dan hidup, maka ini akan sampai kepadanya setelah ia wafat.”[8]

  1. Doa anak yang shalih bermanfaat bagi kedua orang tuanya setlah wafatnya.
  2. Keshalihan dan keistiqomahan anak serta upaya mendidik di atasnya memiliki urgensi yang sangat besar.
  3. Doa anak kepada orang tuanya memiliki keutamaan yang besar.

Itulah 1-3 hadits tentang mendidik anak dalam islam , semoga kita bisa memahami 3 dari 40 hadits yang akan kita bahas sampai tuntas. Insya Allah …

Bersambung…

Referensi :

Diringkas dari buku “ 40 hadits seputar pendidikan anak

Karya : Syaikh Abdul Aziz Al-Huwaithan

Dibuat oleh : Marisa Daniati

Pengajar PONPES DQH OKU TIMUR

 

[1] Diriwayatkan oleh Bukhari (1385) dan Muslim (2658)

[2] Metode memberikan perumpamaan adalah metode yang paling baik di dalam memahamkan anak didik. Karena metode ini mengkongkritkan sesuatu yang abstrak sehingga lebih mudah dipahami.

[3] Mukallaf adalah anak yang belum mendapatkan beban syariat sehingga belum berdosa.

[4] Yaitu tidak mengatakan di surga atau di neraka.

[5] HR Bukhari dan Muslim

[6] Diriwayatkan oleh Bukhari (893) dan Muslim (1829)

[7] Diriwayatkan oleh Muslim (1631)

[8] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan dihasankan oleh Ibnul Mulaqqin Al-Ghozzi. Al-Ajluni, dan Al-Albani.

Baca juga artikel:

Hukum Percaya dengan Pamali

Ummi

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.