Qana’ah Menyelamatkan Keluargamu
Assalamu’alaykum Warohmatullahi Wabarokatuh
In syaa Allah pada kajian kali ini saya akan mengajak untuk merenungi sebuah hadits Nabi yang pendek, simple katanya tetapi sangat mencakup maknanya dan luas kandungannya. Di dalam hadits tersebut Nabi bersabda:
قد أفلح من أسلم ورزق كفافا وقنعه الله بما آتاه
“Sungguh telah beruntung, seorang yang beragama islam, diberikan rezeki yang mencukupkan, dan diberikan sikap qona’ah terhadap apa yang telah diberikan untuknya”[1]
Di dalam hadits yang mulia ini, Nabi menyebutkan bahwa apabila seseorang memiliki tiga sifat di atas, yaitu: beragama islam, rezeki yang mencukupi, dan dianugrahkan sikap qona’ah, maka sungguh ia telah beruntung, bahagia, dan sukses. Kalimat “أفلح” dalam al-quran itu banyak. Jika kita membuka al-quran, maka akan kita dapati bahwa kesuksesan, keberuntungan akan diperoleh semuanya karena nilai-nilai agama bukan nilai-nilai dunia. Ini menerangkan kepada kita sebagai umat islam bahwa standar kesuksesan kita adalah nilai agama dan akhirat bukan nilai-nilai dunia. Hendaklah kita tanamkan hal tersebut di dalam hati kita dan anak keturunan kita.
Betapa banyak kaum muslimin yang tidak memahami hal tersebut. Dari mana kita ketahui? Dari ucapan-ucapan yang mengatakan,”Ma syaa Allah, bapak itu anak-anaknya pada sukses semua, karena yang satu telah bekerja menjadi ini, satu lagi gubernur, satu lagi bupati dan lainnya”. Kesuksesan itu dipandang semuanya dari nilai dunia. ini menunjukkan bahwa pola pikirannya belum berdasarkan al-quran dan hadits. Padahal sudah jelas dalam Al-quran, Allah menyebutkan kesuksesan itu dengan nilai-nilai agama. Dari hadits Nabi di atas disebutkan bahwa standarisasi kesuksesan tersebut, yaitu :
Pertama, beragama islam. Kalimat islam jika disebut sendirian maka ia mencakup iman, sebagaimana kalimat iman apabila disebut tersendiri maka ia mencakup islam. Jika kita renungkan betapa besarnya nikmat dan anugrah islam, maka kita akan menyadari betapa bahagianya orang yang menganut agama islam ini. Perhatikanlah orang yang menganut selain islam terkadang ucapan, perbuatan, akidah mereka, secara akal saja tidak logis. Merenungi dan mengingat nikmat Allah adalah sesuatu yang diperintahkan di dalam agama. Sebagaimana firman Allah عزوجل:
فَٱذكُرُوٓاْ ءَالَآءَ ٱللَّهِ لَعَلَّكُم تُفلِحُونَ ٦٩
“Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”[2]
Jumlah umat manusia di muka bumi ini kurang lebih ada tujuh milyar dan yang menganut agama islam hanyalah satu milyar. Dan yang benar-benar mengamalkan islam dari satu milyar ini jauh lebih minim lagi karena islam yang sebenarnya adalah beragama dengan mengikuti al-quran nul karim dan hadits-hadist Nabi dengan pemahaman para sahabatnya. Selain dari itu, Allah tidak akan menerimanya. Allah عزوجل berfirman:
إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلإِسلَٰامُۗ
“Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah islam.”[3]
وَمَن يَبتَغِ غَيرَ ٱلإِسلَٰمِ دِينا فَلَن يُقبَلَ مِنهُ وَهُوَ فِي ٱلأٓخِرَةِ مِنَ ٱلخَٰسِرِينَ ٨٥
“Dan barangsiapa yang mencari agama selain islam, maka allah tidak akan menerimanya dan kelak ia akan menjadi orang-orang yang merugi”[4]
Sebaik apa pun seseorang dan sebanyak apapun amal perbuatannya, jika ia menganut selain islam tidak bermanfaat. Sebagaimana firman Allah عزوجل:
وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلهُدَىٰ وَيَتَّبِعۡ غَيرَ سَبِيلِ ٱلمُؤمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصلِهِۦ جَهَنَّمَۖ وَسَآءَتۡ مَصِيرًا ١١٥
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali” [5]
Ketika kita melihat kepada banyaknya yang beragama islam, dan melihat kepada akidah yang mereka yakini, dan amaliyah yang ia terapkan tidak sesuai dengan jalan rasulullah dan para sahabatnya, maka barulah kita sadar besarnya nikmat sunnah yang telah Allah berikan untuk kita setelah nikmat islam. Seorang ulama Tabi’in berkata, “aku tidak bisa menunjukkan mana yang lebih besar dari dua nikmat yang Allah berikan kepadaku, apakah nikmat islam atau nikmat sunnah setelah islam”.
Seseorang menganut islam, tetapi tidak mengetahui bagaimana tuntunan Nabi dan sahabat dalam berwudhu’, sholat, umroh, haji, puasa, akidah dan lain sebagainya. Tidak semua orang yang telah mengenal islam diberikan hidayah sunnah. Statusnya islam tetapi tidak mengerjakan islam sesuai dengan bimbingan Nabi. Kata imam barbahari dalam kitab beliau, islam yang sesungguhnya adalah sunnah dan as-sunnah adalah islam.
Sungguh indah orang yang hidup dalam bimbingan islam. Walaupun mungkin orang lain menilainya seperti sengsara sekali hidupnya dikarenakan banyak sekali aturan. Padahal Allah yang menjamin bahwa orang yang hidup dalam aturan islam akan indah hidupnya. Jika Allah yang sudah berkata, tidak mungkin salah dan keliru. Tidak mungkin orang akan hidup bahagia, jika jauh dari bimbingan islam. Lebih lagi kata Allah, akan kami bangkitkan dalam keadaan buta tidak bisa melihat.
Sebagian manusia siap disiplin dengan aturan yang dibuat manusia, yang melarangnya juga makhluk bukan yang menghidupkan dan mematikan, bukan juga yang memiliki syurga dan neraka. Tetapi di sisi lain tidak siap menjalankan perintah dan larangan Allah, yang menciptakan, yang mamatikan, yang memiliki syurga dan neraka. Tidak mau terikat dengan perintah-perintah Allah dan larangan Allah kecuali yang sesuai dengan hawa nafsunya.
Kedua, diberikan rezeki yang mencukupi.
Ini juga merupakan nikmat tatkala seseorang memiliki rezeki, fasilitas duniawi yang dapat digunakan untuk beribadah dan bertakwa kepada Allah. Dalam suatu hadits yang shahih, dijelaskan bahwa “sungguh nikmat harta yang halal ditangan orang yang sholeh”[6]. Orang yang sholeh tetapi tidak punya harta terkadang tidak bahagia. Pingin umroh, bangun masjid, bantu dakwah tidak mempunyai uang. Seseorang yang sholeh memiliki harta yang halal dan digunakannya dijalan Allah. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang mempunyai harta yang halal tapi tidak digunakan dijalan yang benar, maka ini juga tidak bahagia. Karena hartanya akan menjadi malapetaka untuknya. Makanya Nabi sebutkan dua hal ini, yaitu harta yang sholeh dan orang yang sholeh. Artinya harta yang dimilikinya menjadikannya semakin taat, semakin sholeh, dan dijadikan sarana dakwah dijalan Allah. Seorang ulama tabi’i yaitu Salamah bin Dinar berkata,”seluruh nikmat dunia yang tidak dapat mendekatkan dirimu kepada Allah, itu adalah malapetaka yang Allah berikan untukmu, bukan sebagai nikmat”
Perkataan Rasulullah dari hadits diatas menunjukkan bahwa seorang muslim perlu bekerja. Dengan harta yang diperolehnya akan menjadi sarana dia bertakwa kepada Allah. Allah عزوجل berfirman
وَٱبتَغِ فِيمَآ ءَاتَاكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنيَاۖ وَأَحسِن كَمَآ أَحسَنَ ٱللَّهُ إِلَيكَۖ وَلَا تَبغِ ٱلفَسَادَ فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلمُفسِدِينَ ٧٧
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”[7]
Coba perhatikan ayat ini, Allah mengatakan carilah kehidupan akhirat tetapi jangan kau lupakan bagianmu dari dunia. adapun yang sering kita dengar dari masyrakat kita sebaliknya, “silahkan cari dunia sesukamu tetapi jangann lupa akhiratmu”. Ini dua istilah yang berbeda. Pernyataan yang tepat adalah carilah kehidupan akhirat tetapi jangan kau lupakan bagianmu dari dunia. Karena ini menunjukkan bahwa akhirat lebih diprioritaskan daripada dunia. Adapun pernyataan kedua menunjukkan prioritasnya adalah dunia. berdasarkan ayat ini prioritas utama adalah akhirat, sedang dunia menjadi jembatan untuk memperoleh akhirat. Oleh karena itu banyak hadits-hadits yang memotivasi umat islam untuk bekerja.
Dan tidak perlu malu dengan suatu pekerjaan yang mungkin menurut manusia adalah pekerjaan yang rendahan selama itu halal. Tetapi malulah kita dengan pekerjaan yang baik di mata manusia, dan nyatanya haram. Kemuliaan ada di sisi Allah dan dialah yang memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat. Kerendahan dan kemuliaan itu hanya di tangan Allah. Harta haram tidak akan pernah menjadi sumber kebahagian. Bahkan Rasulullah bersabda, “Daging mana saja yang tumbuh dari harta haram, neraka adalah tempatnya.”[8]
Dunia akhirat takkan bahagia, dan harta haram itu memiliki pengaruh besar terhadap karakter anak dan istri kita dan menjadi seba percekcokan rumah tangga, mebuat hati keras, sulit bangun di sepetiga malam untuk sholat tahajut, membuat kita semakin jauh dari Allah dan agamanya.
Ketiga, diberikan sifat qona’ah dari Allah عزوجل terhadap apa yang telah Allah karuniakan.
Qona’ah artinya merasa cukup dengan pemberian Allah. Jika kita tidak qona’ah, maka tidak akan pernah cukup nikmat yang Allah berikan. Sebagian ulama mendefinisikan qona’ah adalah ridho dengan pemberian Allah yang sedikit. Dan sebagian yang lain menyatakan qona’ah adalah ridho dengan pemberian Allah yang sedikit ataukah banyak. Sebagian ulama menyebutkan qona’ah itu terbagi menjadi tiga tingkatan,
- Hanya mencari dunia untuk akhirat saja. Artinya mencari dunia sebatas untuk mengamalkan perkara akhirat saja dan menjalankan agama Allah. Ini adalah tingkatan qona’ah yang paling tinggi. Ada seorang ulama, Malik bin Dinar berkata, orang yang paling zuhud itu adalah orang yang keinginannya terhadap dunia itu tidak melebihi kebutuhan pokoknya.
- Mencari dunia dengan kadar yang mencukupkan artinya tidak sebatas untuk beribadah kepada Allah saja.
- Menerima apa adanya, artinya jika mendapatkan sedikit maka ia cukup dan jika mendapat lebih dari itu tetapi dengan cara halal dan tanpa memberatkannya maka ia akan melakukannya, serta ia tidak akan mencari dengan cara-cara yang sulit setelah itu. Ini yang tingkatan yang paling rendah karena ada keinginan untuk lebih tetapi tidak tercela karena diperoleh dengan tidak menyusahkan dan menyibukkan.
Ulama menyatakan bahwa orang yang qona’ah akan memetik banyak manfaat, diantaranya :
- Hatinya selalu penuh dengan iman kepada Allah, selalu bergantung kepada Allah, selalu ridho dengan pemberian Allah, selalu yakin dengan apa yang ada di sisi-Nya. Karena tidak mungkin ia bersifat qona’ah kecuali ia adalah seorang yang mukmin yang yakin bahwa Allah telah menjamin rezeki para hambaNya.
- Menjadikan seorang hamba selalu bersyukur kepada Allah. Orang yang bersyukur akan mendapatkan kebahagian dunia akhirat, di dalam penggalan hadits Nabi menyatakan:
“Hendaknya engkau hidup waro’, maka engkau akan menjadi manusia yang paling merdeka, tinggi ubudiyahnya kepada Allah. Dan hendaknya engkau qona’ah agar engkau menjadi orang yang paling bersyukur.”[9]
- Akan menghilangkan penyakit-penyakit hati, seperti dengki, cemburu.
- Akan memberikan kekayaan di dalam hati, sehingga membuat seseorang merasa mulia, merasa kaya dengan Allah, dan tidak akan merendahkan dirinya dihadapan manusia untuk mengharapkan pemberian mereka. Allah عزوجل berfirman:
وَوَجَدَكَ عَآئِلا فَأَغنَىٰ ٨
“Allah medapatkan kamu miskin kemudian Allah memberi kecukupan”[10]
Nabi bersabda :
“Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan itu adalah dengan kekayaan jiwa, kekayaan hati. Itulah kekayaan yang sesungguhnya.”[11]
- Akan membuat seseorang hidup mulia dan tidak merendahkan dirinya. Seseorang tidak akan menceritakan, mengelukan kemiskinan dirinya dihadapan orang lain dengan tujuan untuk dibantu. Ia hanya mengelukan kesulitannya hanya kepada Allah semata.
Mungkin timbul dari kita, bagaimana tips atau cara bisa memiliki sifat qona’ah. Ada beberapa sebab yang dengannya kita memiliki sifat qona’ah, yaitu :
- Bertawakal kepada Allah, memurnikan ketergantungan hati hanya kepada Allah.
- Melihat kepada orang yang berada dibawah kita.
- Menjaga pergaulan. Bergaullah dengan orang-orang yang ekonominya kurang lebih sama dengan kita atau bahkan dibawah kita.
- Berdoa kepada Allah untuk senantiasa memberikan sifat qonaah untuk kita.
- Merenungi hakikat dunia yang kita miliki, baik itu makanan maupun fasilitas dunia. Makanan dan minuman ujungnya adalah kotoran dan sirna. Begitu juga dengan fasilitas dunia, mislanya kita punya uang 1 juta dolar, begitu meninggal apa bisa digunakan untuk membeli 1 meter tanah di dalam syuga? Tentu tidak bisa.
Wassalamualaykum Warahmatullah Wabarokatuh.
Referensi:
Kajian Ustadz Farhan Abu Furaihan. 2018. Qona’ah Menyelamatkan Keluargamu. Chanel youtobe ie tube, http://youtu.be/H3RHsN3oUMM . Uk. 1.33.12 Menit.
Diringkas oleh Sesi Winarni (Pengajar di Ponpes Darul Qur’an wal Hadits OKU Timur)
[1] HR Muslim No. 1746
[2] Al-A’raf: 69
[3] Ali ‘Imran: 19
[4] Ali ‘Imran: 85
[5] QS. An-Nisa’:115
[6] HR. Ahmad 4/197
[7] Al-Qasas:77
[8] HR. Tirmidzi, no. 614
[9] HR. Ibnu Majah, no. 4207
[10] Ad-Duha: 8
[11] HR. Bukhori
Baca Juga Artikel:
Leave a Reply