Asiyah Binti Muzahim (Perempuan yang Melihat Rumahnya di Surga) – Segala puji bagi Allah yang telah memberi sebaik-baik nikmat berupa iman dan Islam. Shalawat dan doa keselamatan terlimpahkan selalu kepada Nabi Agung Muhammad berserta keluarga dan para sahabat-sahabat Nabi semuanya.
Di sini kita akan membahas tentang seorang Asiyah binti Muzahim. Yaitu , perempuan yang melihat rumahnya di surga.
Para dayang istana keluar untuk mandi seperti biasanya, namun hari itu adalah hari yang berbeda dari hari-hari mereka yang lain.
Mereka pun bergegas menghampiri sebuah peti yang hanyut oleh air! Mereka bingung apa yang akan mereka perbuat dengan peti itu, kemudian akhirnya mereka sepakat untuk membawanya kepada majikan mereka, sang permaisuri istana yang besar itu.
Mereka tidak tahu apa yang ada di dalam peti itu. Lalu peti itu mereka letakkan di hadapan sang permaisuri agar dia sendiri yang membukanya.
Alangkah mengejutkannya saat sang permaisuri membuka peti itu, ternyata di dalamnya terdapat seorang bayi yang masih menyusu dan wajahnya memancarkan cahaya.
Tahukah Anda, milik siapakah istana itu? Itulah istana musuh Allah, Fir’aun. Istana raja yang zalim yang pernah mengatakan,
(أنا ربّكم ألأعلى)
Artinya: “Akulah Tuhan kalian yang paling tinggi.” (QS. An- Nazi’at: 24)
Tahukah Anda siapa sang permaisuri itu? Dia adalah wanita Mukminah yang shalihah, Aisyah binti Muzahin.
Tahukah Anda siapa bayi kecil itu? Dia adalah Nabi Allah dan Kalam-Nya (yang pernah diajak berbicara secara langsung oleh Allah), yaitu Musa.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
( وأو حينآ إلى أمّ موسى أن أرضعيه فإذا حفت عليه فألقيه فى آليمّ ولا تخافى ولا تحزنى إنّاارآدّوه إليك وجاعلوه من آلمرسلين)
Artinya: “Dan Kami ilhamkan kepada ibunya Musa, ‘Susuilah dia (Musa), lalu apabila engkau khawatir terhadapnya, maka hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah engkau takut dan jangan (pula) bersedih hati, (karena) sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang rasul’.” (QS. Al-Qashash: 7)
Kita kembali ke istana raja yang zalim itu, di mana di sanalah tinggal bayi yang masih menyusu itu, sedangkan cahaya kenabian bersinar dari wajahnya, dan di sana pula tinggal sang permaisuri yang shalihah, yang pada suatu hari akan memperoleh bagian yang besar dari cahaya itu.
Ketika pandangan permaisuri tertuju pada bayi itu, hatinya pun langsung mencintainya.
Kagumlah Anda bersamaku pada hikmah ilahiah yang berkilauan dan pengaturan Rabbani yang luhur itu. Musuh Allah, Fir’aun telah membunuh banyak bayi sebelum munculnya bayi ini, karena dia diberi tahu bahwa kerajaannya akan lenyap di tangan seorang anak yang dilahirkan dari Bani Israil. Namun justru Allah menghendaki anak ini diasuh di istana Fir’aun, yang kelak akan menjadi bencana bagi raja yang zalim ini dan sebab bagi kehancurannya dan kehancuran kerajaannya, sebagaimana kelak dia akan menjadi sebab bagi kebahagiaan sang permaisuri yang shalihah, istri raja yang zalim itu, yang memberikan cinta dan kasih sayangnya kepada bayi itu, sehingga dia pun memperoleh balasan yang setimpal dengan perbuatan baiknya, yaitu dianugerahi petunjuk, pembenaran (terhadap risalah), dan surga.
Permaisuri yang shalihah itu benar-benar menjadi pelindung terbaik bagi bayi itu dari (ancaman) pisau-pisau Fir’aun.
Ketika para tentang Fir’aun mendengar tentang bayi itu, mereka segera mendatanginya dengan membawa pisau-pisau untuk memperlakukannya seperti perlakukan mereka terhadap bayi-bayi lain yang telah mereka sembelih dengan pisau mereka.
Namun wanita shahlihah, permaisuri di istana Fir’aun, menghadang mereka seraya berkata, “Pergilah, kalian karena satu anak ini tidak akan menambah jumlah Bani Israil, aku akan mendatangi Fir’aun lalu aku akan meminta kepadanya agar anak ini diberikan kepadaku. Lalu jika dia memberikannya kepadaku, maka kalian telah berbuat baik, namun jika dia memperintahkan membunuhnya, maka aku pun tidak akan mencela kalian.”
Akhirnya wanita shalihah itu pun pergi kepada Fir’aun dengan membawa sang bayi agar dia memberikan bayi itu kepadanya, sedang dalam hatinya dia mendapatkan perasaan cinta kepada bayi itu seolah-olah dia telah menjadi anaknya sendiri.
Wanita shalihah ini mendatangi sang suami yang lalim dengan menggendong bayi kecil itu, lalu dia berkata kepada,
(قرّت عين لّى ولك)
Artinya: “Ia adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu.” (QS. Al- Qashas: 9)
Namun musuh Allah, Fir’aun, telah dikuasai oleh kesombongan dan keangkuhan, setan telah meniup kerongkongannya sehingga dia menampakkan sikap arogansinya; dia menjawab istrinya dengan berkata, “Anak itu untukmu, sedangkan aku tidak membutuhkannya.”
Benar, anak itu menjadi penyejuk mata hati bagi wanita shalihah itu. Dialah yang memberikan kasih sayang dan melimpahkan cinta kepadanya.
Adapun sang musuh Allah ini, maka Allah telah mengunci hatinya untuk bisa memberikan rasa cintanya kepada bayi kecil tersebut agar pada suatu hari nanti menjadi kesedihan dan kesengsaraan baginya.
Betapa dalamnya kebahagiaan permaisuri yang shalihah ini saat dia mengetahui bahwa bayi itu akan hidup bersamanya. Jangan tanyakan tentang kegembiraan yang bersemayam di dalam hati yang suci itu! Sungguh betapa kegembiraan yang mendalam telah merasuki hati wanita yang bertakwa ini.
Asiyah bin Muzahim pun memuliakan dan memperhatikan bayi kecilnya sebagaimana yang dilakukan oleh permaisuri pada umumnya yang mengalami hal serupa. Dia lalu mengutus utusan kepada wanita yang ada di sekitarnya, agar utusan itu dapat mencarikan seorang ibu susuan yang akan menyusui bayi kecil itu seperti ibunya sendiri.
Betapa terkejutnya sang permaisuri ketika bayi itu tidak mau menyusui kepada para wanita yang akan menyusuinya. Dia sangat sedih dan gelisah serta khawatir bayi kecil itu akan meninggal karena kelaparan.
Maka sang permaisuri memerintahkan agar bayi itu dibawa ke pasar supaya dia mendapatkan ibu yang akan menyusuinya. Namun lagi-lagi bayi kecil itu tidak mau menyusui dari para wanita yang akan menyusuinya. Di tengah suasana seperti itulah tiba-tiba datang ibu kandung sang bayi yang hatinya dipenuhi oleh kesedihan sejak dia berpisah dari anaknya dan dia tidak pernah menyangka bahwa dia akan mendapatkannya dalam keadaan hidup.
Betapa bahagianya ibu yang sangat lebih tersebut saat dia melihat putranya, dan air kehidupan terlihat mengalir di tubuhnya.
Dia pun langsung menggendong bayi itu di pangkuannya, dan sungguh amat mengejutkan, seketika itu bayi tersebut menyusu pada payudara ibunya hingga dia kenyang.
Orang-orang dari berbagai penjuru bergegas menemui Asiyah binti Muzahim untuk mengabarkan berita gembira kepadanya bahwa bayi itu telah mendapatkan wanita yang menyusuinya.
Berita itu benar-benar membuat sang permaisuri sangat bergembira. Lalu sang ibu masuk sambil menggendong bayinya yang tidak mau lepas darinya. Asiyah tidak mengetahui bahwa wanita itu adalah ibu kandung bayi itu, dan sang ibu khawatir anaknya akan dibunuh bila dia menyampaikan hakikat yang sebenarnya kepada mereka.
Ketika sang permaisuri melihat bayi itu tidak mau lepas dari pangkuan ibunya, maka kegembiraan memenuhi lubuk hatinya, dia berkata kepadanya, “Tinggallah di sini bersamaku untuk menyusui anakku ini, karena aku tak pernah mencintai sesuatu seperti rasa cintaku kepadanya.”
Sang ibu berkata, “Aku tidak dapat meninggalkan rumah dan anakku sehingga dia bisa terlantar, maka bila dirimu rela untuk memberikannya kepadaku, maka aku akan membawanya ke rumahku untuk tinggal bersamaku dan aku tidak akan lalai memberikan kebaikan kepadanya, aku pasti akan melakukannya. Namun jika tidak demikian, maka aku tidak bisa meninggalkan rumah dan anakku.”
Akhirnya Asiyah binti Muzahim setuju bahwa anak itu tinggal bersama wanita tersebut yang merupakan ibu kandungnya sendiri.
Mahasuci Allah yang ilmu-Nya mencakup segala sesuatu dan pengaturan-Nya meliputi segala yang ada, dan dia maha agung dalam menetapkan hukumannya. Maha suci Allah yang setiap hari mengatur urusan makhluknya.
Anak itu tumbuh dan dilingkupi oleh cinta dan kasi sayang dari sang permaisuri. hadiah dan pemberian setiap hari datang ke rumah ibu bayi itu
Sang anak tumbuh dewasa dalam kenikmatan yang diberikan oleh permaisuri yang mulia itu. Kemudian hari demi hari berlalu, dan anak yang kecil itu terus tumbuh menjadi seorang laki-laki dewasa hingga terjadilah sebuah peristiwa yang akan melenyapkan kerajaan Fir’aun, musuh Allah; yaitu peristiwa yang akan menjadi peringatan tentang hancurnya kerajaan Fir’aun dan awal berita gembira bagi sang permaisuri yang shalihah, Aisyah binti Muzahim.
Allah mengutus Nabi-Nya, Musa sebagai Rasul untuk menyeru kepada Fir’aun yang zalim agar beribadah kepada Allah dan mentauhidkan-Nya.
Fir’aun memperlihatkan kesombongan dan keangkuhannya, dan dia enggan untuk tunduk kepada cahaya kebenaran.
Namun di dalam istana yang penghuninya berada di atas kekafiran itu, tinggallah permaisuri yang bertakwa di mana suatu hari dia telah mendapatkan sinar cahaya yang memancar dari wajah anak kecil itu. Dan pada hari ini, cahaya petunjuk yang pernah dibawa oleh anak kecil itu menyinarinya kembali setelah kini dia menjadi Rasul Allah dan Kalam-Nya.
Demikian lah artikel ini saya buat, semoga ini menjadi pelajaran dan motivasi bagi kita semua agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Referensi :
“Kisah Para Wanita Mulia” karya Azhari Ahmad Mahmud, penerbit Mathabi’ Adhwa’ al-Muntada (Darul Haq) Jakarta, 1442 H / 20 Desember 2008.
Diringkas oleh : Eva Purnama Sari (Ustadzah pengabdian ponpes Darul Quran Wal Hadits OKU Timur)
BACA JUGA:
Leave a Reply