PENYELEWENGAN LIDAH
Lidah termasuk nikmat Allah yang sangat besar bagi manusia, kebaikan yang di ucapkannya melahirkan manfaat yang luas, dan kejelekan yang dikatakannya membuat ekor keburukan yang panjang. Barangsiapa yang mengumbar lidahnya dan melepaskan kekang yang megendalikannya, maka syaithan akan masuk untuk memanfaatkannya, sehingga dia akan terperosok kedalam jurang curam yang berbehaya.
Siapapun tidak akan selamat dari kejahatan lidah, kecuali bila dia mengikatnya dengan kendali syar’i sehingga tidak berbicara kecuali tenatang yang bermanfaat didunia dan diakhirat. Lidah bisa membuat anggota-anggota tubuh melakukan maksiat, karena tidak sukar untuk menggerakkanya, dan tidak sulit mengunakannya. Dia adalah alat yang paling penting yang bisa dimanfaatkan oleh syaithan dalam menjerumuskan manusia.
Kedua mata, amalnya hanya terbatas pada memandang; dan kedua telinga fungsinya hanya terbatas pada mendengar dan tangan hanya bisa menyentuh atau memegang, sedangkan lidah, baik yang sekalipun kecil, mampu menjangkau segala seuatu, baik yang haq maupun yang bathil, menolak atau menerima, taat atau maksiat, iman atau kufur.
Satu hal yang aneh sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu al-Qayyim Rahimahullah bahwa manusia amat lemah dalam memelihara dalam menjaga diri dari memakan makanan yang haram, berbuat dzalim, berzina, mencuri , meminum khamar, memandang yang haram, dan yang lain-lainnya. Dibandingkan itu semua tidak ada yang lebih sukar daripada memelihara gerakan lidah, sehingga anda sering melihat orang yang mampu melaksanakan ajaran agama, zuhud dan rajin beribadah, akan tetapi sering mengucapkkan kata-kata yang mengundang kemurkaan Allah.
Perkataan yang diucapkkan lidah tidak akan keluar dari 4 hal berikut ini; 1. Ucapan yang seluruhnya mengandung mudharat. 2. Ucapan yang seluruhnya mengandung manfaat. 3. Ucapan yang seluruhnhya mengandung manfaat dan mudharat. 4. Ucapan yang seluruhnya tidak ada mengandung manfaat ataupun mudharat. Adapun ucapan yang suluruhnya mengandung mudharat, maka kita harus menjaga diri daripdanya, demikian pula terhadap ucapan yang aspek mudharatnya lebih banyakdari pada aspek manfaatnya. Sedangkan ucapan yang tidak mengandung manfaat ataupun mudharat maka menyibukkan diri dalam hal itu hanya membuang waktu semata.
Tiga dari empat macam perkataan telah nyata kerugiannya, sehingga tinggallah yang keempat yang jelas-jelas manfaatnya, perkataan yang aspek manfaatnya lebih besar dari aspek mudharatnya. Inilah jenis perkataan yang harus dibiasakan dan hendaknya manusia menyibukkan diri, dengannya, sebab didalamnya mengandung tazkiyatun nafhs (pensucian jiwa), dan membersihkan diri dari riya; serta yang lainnya. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
من يضمن لي ما بين لحييه وما بين رجليه أضمن له الجنة
Yang artinya:
“Barangsiapa mampu menjaga apa yang terdapat diantara dua janggutnya dan apa yang diantara dua kakinya, maka aku jamin dia akan masuk surga (muttafaqun alaihi. Dari Sahl bin Sa’ad).
Apa yang tedapat diantara dua janggut artinya lidah, sedangkan yang terdapat diantara dua kaki dalah faraj. Terkadang seseorang mengucapkkan kata-kata tanpa dipikirkan dan tanpa dipertimbangkan sebelumnya, sehingga melahirkan kerugian dan penyesalan di dalam hadis muttafaqun alalihi dari Abu Hurairah, dinyatakan bahwa dia pernah mendengar Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:
Yang artinya: “Sesungguhnya seorang hamba benar benar mengucapkan kata-kata tanap dipikirkan yang menyebabkan dia tergelincir kedalam Neraka yang jaraknya lebih jauh antara timur dan barat.
Tanpa tabayyun artinya tanpa berfikir panjang dan tanpa pertimbangan. Kalau ucapan bisa menjadi penyebab lahirnya murka Allah Subhanahu Wata’ala maka dia pun bisa mengundang keridoannya.
Hadis yang diterima dari abu Hurairah bahwa Nabi muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
إن العبد ليتكلم بالكلمة من رضوان الله تعالى ما يلقى لها بالا يرفعه الله بها درجات في الجنة، وإن العبد
ليتكلم بالكلمة من سخط الله لا يلقى لها بالا يهوي بها في جهنم
Yang artinya:
“Sesunggunya seorang hamba mengucapkkan kata-kata yang mengundag keridoan Allah, dan tidak diperhatikan orang maka Allah mengangkat derajatnya dengan ucapannya itu. Dan seorang hamba mengucapkan kata-kata yang mengundang kemurkaan Allah, dan tidak diperhatikan orang lalu dia terjerumus kedalam Neraka Jahannam. (HR. Bukhari)
Oleh karena itu, jelaslah bahwa keselamatan seseorang hamba tergantung pada pemeliharaan lidahnya dari kejelekan. Nabi Muhammad telah menasehati Uqbah bin Amir ketika dia bertanya tentang keselamatan, lalu baliau Shallallahu Alaihi Wasallam menjawab:
املك لسانك, وليسعك بيتك, وابك على خطيئتك
Yang artinya:
“Peliharalah lidahmu, betahlah tinggal dirumahmu dan tangisi lah dosa-dosamu (HR. Tirmidzi, dan dia berkata bahwa hadis ini hasan).
Seluruh anggota badan manusia menuntut lidah agar istiqamah pada kebenaran dan tidak meneyeleweng. Tidaklah satu terlewati oleh seseorang, kecuali anggota tubuhnya selalu mengingatkan lidah dengan berkata: takutlah kepada Allah tentang kami, karena keselamatan kami tergantung kepadamu. Bila engkau bersikap istiqamah (terhadap kebenaran) kami pun akan istiqamah, namun bila engkau menyimooang, kami pun menyimpang pula. Bila seseorang telah mengerti bahwa dia akan dihisap dan dibalas atas ucpan lidahnya , baik yang panjang ataupun yang singkat, maka dia akan tahu bahaya kata-kata yang diucapkkan lidah, dan dia pun akan memperimbangkan dengan matang sebelum lidahnya dipergunakan. Bila yang akan dia ungkapkan itu baik, maka dia akan mengatakannya, namun bila tidak, maka dia akan menahannya. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيد
Yang artinya:
“Tidak ada satu ucapanpun yang diucapkkannya, kecuali didekatnya ada malaikat raqib dan ‘atid. (QS. Qaf 18).
Lidah adalah salah satu ayat Allah, juga salah satu nikmatnya. Maka wajiblah manusia memeliharanya dosa dan kemaksiatan, serta menjaganya dari ucapan-ucapan yang menimbulkan penyesalan dan kerugian, dan lidahlah yang akan menjadi saksi pada hari kiamat. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Yang artinya:
“Pada hari ketika lidah, tangan, kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa-apa yang dahulu mereka kerjakan. (QS. An-Nur : 24).
Ingatlah wahai saudaraku, sesungguhnya lidah mempunyai dua macam penyelewengan. Bila di lolos dari penyelewengan pertama, maka dia tak akan bersih dari hal yang kedua, yaitu penyelewengan dalam berbicara dan penyelewengan ketika diam. Kadangkala yang kedua bisa lebih fatal akibatnya dari yang pertama. Diam dari kebenaran adalah syaithan yang bisu, dia maksiat kepada Allah dalam menentangnya serta tertipu. Berbicara batil adalah setan yang sedang berkata, dia pun maksiat kepada allah. Sedang kan orang yang pertengahan, adalah orang yang berjalan diatas sirothol mustaqim, yang menahan lidahnya dari kebatilan dan berkata dalam hal kebenaran yang mengandung manfaat di akhirat (al jawab al kahfi; hal 190). Maka jadilah anda dari golongan mereka wahai saudaraku khususnya bila anda sudah mengetahui sabda Rasulallah Shallallahu Alaihi Wasallam:
أكثر ما يدخل الناس النار: الفم والفرج
Yang artinya:
“Penyebab terbanyak manusia masuk dalam Neraka adalah mulut dan faraj”. (Shahih, HR. Tirmidzi dalam sunannya)
Para sahabat telah mengetahui bahwa bahaya lidah, maka mereka mempergunakannya dalam kebaikan dan memeliharanya dari kejelekan. Abu Bakar ash-Shiddiq menunjukkan lidahnya, lalu berkata, “Inilah yang mengakibatkan timbulnya dosa.”
Abdullah bin mas’ud berkata,”Demi Allah yang tidak ilah selain ia, tidak ada suatupun yang lebih pantas untuk dipenjara daripada lidah.”
- Marah karena segala hal.
- Berbicara yang tidak bermanfaat
- Memberi bukan pada tempatnya
- Menyebarkan kejelekan pada setiap orang
- Percaya kepada setiap mansusia
- Tidak mengenal kawannya dari pada musuhnya.
Sebagian orang bijaksana memuji sikap diam karena tujuh hal:
- Termasuk ibadah tanpa susah payah
- Merupakan kebiasaan tanpa perlu mengias
- Merupakan kehebatan tanpa kekuasaan
- Merupakan pertahanan yang kokoh tanpa adanya benteng
- Termasuk kekayaan tanpa bergantung pada orang lain
- Memberikan kesempatan beristirahat kepada malaikat pencatat
- Penutup aib pembicara.
Berkata Luqman, “Diam itu hikmah, tapi sedikit sekali melakukannya.”
Berkatra an-nawawi,” ketahuilah, wajib bagi setiap ucapan, kecuali ucapan yang mengandung manfaat. Sehingga ketika ada ucapan yang mengandung manfaat, maka berdasarkan dia harus menahan diri dari padanya,karna kadang-kadang ucapan yang mubah bisa mengarah kepada ha yang makruh atau haram. Hal ini sering sekali terjadi, sedangkan kseselamatan tak ada bandingannya. Didalam hadis muttafaqun alaihi dari Abu Hurairah, Nabi Shallallahu Alaihi wasallam bersabda:
من كان يؤمن بالله واليوم الأخر فليقل خيرا أو ليصمت
Yang artinya:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berbicara yang baik atau diam. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini adalah hadis yang soreh yang menjelaskan bahwa kita tidak pantas berbicara kecuali pembicaraan yang baik yang jelas-jelas mengandung mashlahat. Bila diragukan kandungan mashlahatnya, maka janganlah berbicara. (riyadush shalihin, hal:632).
Lidah memiliki kesempatan yang sangat luas untuk taat kepada Allah dan berdzikir kepadanya, tetapi juga memungkinkan untuk digunakan dalam kemaksiatan dan untuk berbicara berlebihan,. Semestinya kita mampu untuk mengendalikan lidah untuk berdzikir dan taat kepada Allah, sehingga bisa meninggikan derajat kita. Maka ucapan istigfar, tasbih, tahmid, takbir, membaca al quran, amar ma’ruf dan nahi munkar, mendamaikan dua orang yang bermusuhan, dan lain-lain, merupakan kebaikan yang sangat luas. Ia mengandung kesibukan menggunakan lidah dalam ketaatan kepada Allah, dan mengangkat derajat ke tingkat yang lebih tinggi. Juga terkandung upaya menjauhkan diri dari maksiat dan dosa. Sedangkan banyak berbicara tanpa dzikir kepada Allah akan mengeraskan hati, dan menjauhkan diri dari Allah. Semoga Allah kepada hal-hal yang dicintai dan diridhainya. Dan semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada hamba dan kekasihnya, muhammad, serta keluarga dan para sahabatnya.
Sumber:
Dari buku: “Awas Bahaya lidah” (Ditulis oleh: Abdullah bin jaarullah).
Peringkas: Wagirin (Pegawai Ponpes Darul Qur’an Wal-Hadits)
Baca Juga Artikel:
Kirim Salam Dalam Tinjauan Islam
Leave a Reply