
Penting nya wali bagi wanita dalam suatu pernikahan – Bismillah… Assalatu wassalamu ‘ala Rasulillah…” Tidak sah nikah bagi seorang perempuan baik gadis maupun janda melainkan dengan wali.”
Ketegasan hukum ini berdasarkan Nash Al-Qur’an dan as-sunah.
Firman Allah ‘Azza wa jalla :
وَاِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاۤءَ فَبَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ اَنْ يَّنْكِحْنَ اَزْوَاجَهُنَّ اِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوْفِ ۗ ذٰلِكَ يُوْعَظُ بِه مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ ۗ ذٰلِكُمْ اَزْكٰى لَكُمْ وَاَطْهَرُ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
Artinya: “Apabila kamu menthalaq isteri-isteri kamu,lalu habis ‘iddahnya maka jangan lah kamu (para wali) menghalangi mereka menikah lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat keridhaan diantara mereka dengan cara yang ma’ruf.itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman diantara kamu kepada Allah dan hari akhir.itu lebih baik bagi kamu dan lebih suci.Allah yang mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui ” (QS. Al-Baqarah: 232).
Ayat yang mulia diatas ini adalah asbaabun nuzulnya (sebab-sebab turunnya ayat) sebagaimana telah dijelaskan di leh hadist sahih dibawah ini.
عن يونس عن الحسن قال فلا تعضلوهن قال حدثني معقل بن يسار انها نزلت فيه قال زوجت اختا لي من رجل فطلقها حتى إذا انقضت عندها جاء يختبها فقلت له زوجتك وفرشتك واكرمتك فطاقتها ثم جعت تختبها ؟ لا والله لا تعود إليك ابدا .وكان رجال لا بأس به وكانت المرأة تريد ان ترجع إليه فانزل الله هذه الآية فلا تعضلوهن فقلت الآن افعل يا رسول الله ,قال فزوجها إياه
Artinya: Dari Yunus bin ( ubaid ),, dari Hasan ( Al bashri ), dia berkata tentang tafsir ayat : ……..maka janganlah kamu ( para wali ) menghalangi mereka………” telah menceritakan kepadaku ma’qil bin yasar : sesungguhnya ayat ini turun berkenaan dengan dirinya, dia berkata aku pernah menikah kan saudara perempuanku dengan seorang laki-laki. Kemudian laki-laki itu menthalaq nya, sehingga ketika saudara perempuanku telah selesai Dari ‘iddahnya, laki-laki itu ( yakni mantan suaminya ) datang ( kepadaku ) meminang saudara perempuanku ( untuk menikahinya kembali ) maka aku mengatakan kepadanya : aku telah menikahkanmu dan mengawinkan mu ( dengannya) dan aku telah memuliakanmu lalu kamu mentalaknya kemudian sekarang kamu datang ( kepadaku ) mau meminangnya ? tidak ! demi Allah dia tidak boleh kembali kepadamu selamanya ! “. sedangkan dia adalah seorang laki-laki yang baik dan perempuan itu juga menghendaki rujuk kembali kepadanya ayat ini. “……….. Maka janganlah kamu ( para wali ) menghalangi mereka………” Maka aku berkata : ” sekarang aku akan mengerjakannya ( mewalikan dan menikahkannya ) wahai Rasulullah.” Kemudian ma’qil menikahkan saudara perempuannya kepada laki-laki itu.
(Hadist sahih. Telah dikeluarkan oleh Bukhari ( no. 5130 ) dan ini adalah lafaznya ,abu Daud ( no.2089 ) dan Tirmidzi ( no. 2981 ) dan yang selain mereka).
Hadits yang mulia ini yang telah menjadi sebab turunnya ayat diatas, dimana ma’qil bin yasar sebagai wali telah menghalangi pernikahan saudara perempuannya yang akan ruju’ dengan mantan suaminya padahal keduanya sudah sama-sama mau dan ridha’ merupakan seshahih-shahih nya hadist dan sekuat-kuatnya hujjah dan alasan dan setegas-tegasnya dalil tentang disyariatkannya wali di dalam akad nikah.
Yakni tidak sah nikahnya seorang perempuan ,baik gadis maupun janda – seperti kejadian pada kisah ma’qil bersama saudara perempuannya dan mantan suaminya- maupun gadis kecuali dengan wali.sebab, kalau Wali tidak menjadi syarat sahnya nikah, maka tidak ada faedahnya sama sekali penolakan ma’qil terhadap mantan suami saudara perempuannya yang akan ruju’ dengan istrinya! yang pasti keduanya akan tetap menikah dan tidak berhajat kepada persetujuan dan perwalian ma’qil ! Apakah ma’qil mau atau tidak mau mewalikannya, keadaannya akan sama saja karena Wali bukanlah menjadi syarat sahnya nikah !!!
Maka akan rusak lah pemahaman terhadap ayat dan hadist yang menjadi dalil bagi pokok permasalahan perwalian. Padahal, sebagaimana telah kita ketahui dari hadits di atas, bahwa ma’qil telah mengatakan pada mantan suami saudara perempuannya : “tidak! Demi Allah, tidak boleh dia kembali kepadamu selamanya!”
Bukankah hal ini menunjukkan bahwa keduanya tidak dapat ruju’ tanpa perwalian dari ma’qil ? Oleh karena itu robbul ‘alamin Yang maha kasih lagi maha penyayang telah menurunkan ayat berkenaan dengan kisah ma’qil bin yasar yang menghalangi saudara perempuan yang menikah lagi atau ruju’ dengan mantan suaminya. Allah berfirman dalam melarang para wali yang menghalangi pernikahan anak-anak perempuan mereka atau saudara perempuan mereka dengan calon suaminya, baik anak perempuan mereka masih gadis maupun telah menjadi janda seperti kejadian pada saudara perempuan ma’qil bin yasar. “…… Maka janganlah kamu para wali menghalangi mereka menikah lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat keridhaan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf… “
Di awal telah saya katakan, bahwa hadits yang mulia ini yang telah menjadi sebab turunnya ayat 232 surat Al Baqarah merupakan sesuai history-nya hadis dan sekuat-kuatnya hujan dan tegas tegas nya dalil telah disyariatkan nya Wali dalam akad nikah, sekaligus hadits yang mulia ini telah menjadi hakim yang mengadili dan memutuskan mana yang benar dan mana yang salah di antara perselisihan ulama dalam masalah wali nikah:
Apakah Wali menjadi syarat sahnya nikah atau tidak?
Yang haq – insya Allahu ta’ala sebagaimana yang telah diputuskan oleh hakim – yaitu hadits yang mulia ini adalah madzhab nya jumhur ulama ( kebanyakan ulama ) yaitu: bahwa Wali adalah menjadi syarat sahnya nikah tidak sah nikah tanpa wali.
Maka orang yang paling berbahagia dalam bab ini adalah orang yang berpegang dengan hadits ma’qil bin yasar ini.
Imam termidzi telah meriwayatkan hadits ini mengatakan: “dalam hadits ini terdapat dalil bahwa tidak diperbolehkannya nikah tanpa wali. karena sesungguhnya saudara perempuan ma’qil bin yasar adalah seorang janda, maka kalau sekiranya urusan yang dapat diserahkan kepadanya tanpa walinya, niscaya dia akan menikahkan dirinya sendiri dan tentunya dia tidak berhajat kepada wali nya yaitu ma’qil bin yasar. Padahal allah berbicara di dalam ayat ini kepada para Wali Allah berfirman:”… Maka janganlah kamu ( para wali ) menghalangi mereka nikah lagi, dengan bakal suaminya……” maka di dalam ayat ini terdapat dalil bahwa urusan pernikahan diserahkan kepada para wali bersama dengan keridhaan ( kemauan ) mereka ( wanita yang akan diwalikan dan dinikahkan )”.
Hadis sahih yang lain dari fi’il ( perbuatan ) nabi sallallahu alaihi wasallam: bahwa nabi shallallahu alaihi wasallam ketika menikahi Hafshah binti Umar bin Khattab seorang janda yang menjadi walinya adalah Umar sendiri bapaknya:
عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما يحدث ان عمر بن الخطاب حين نايمت حفصة بنت عمر من خنيس بن حذافة السهمي وكان من اصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم فتوفي بالمدينة فقال عمر بن الخطاب أتيت عثمان بن عفان فعرضت عليه حفصة فقال سانظر في أمري فلبثت ليالي ثم لقيني فقال قد بدأ لي ان لا أتزوج يومي هذا قال عمر فلقيت ابا بكر الصديق فقلت ان شئت زوجتك حفصة بنت عمر فصمت ابو بكر فلم يرجع إلي شيئا و كنت اوجد عليه مني على عثمان فلبثت ليالي ثم خطبها رسول الله صلى الله عليه وسلم فانكحتها إياه فلقيلني ابو بكر فقال لعلك وجدت علي حين عرضت علي حفصة فلم ارجع إليك شيئا ؟
قال عمر قلت نعم قال ابو بكر فانه لم يمنعني ان ارجع إليك فيما عرضت علي الا أني كنت علمت أن رسول الله صلى الله عليه وسلم ولو تركها رسول الله صلى الله عليه وسلم قبلتها
أخرجه البخاري و النسائي و غيرها
Artinya: Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma dia menceritakan: bahwasanya Umar bin Khattab ketika ( anak perempuannya ) yang bernama Hafsah binti Umar telah menjadi janda dari ( suaminya yang bernama ) khunais bin hudzafah as-sahmiy dan dia adalah termasuk dari sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang wafat di Madinah,maka berkata Umar bin Khattab: “aku mendatangi Utsman bin ‘Affan lalu aku menawarkan kepadanya ( untuk menikahi ) Hafshah, maka dia menjawab: “Saya pikir dulu”. Maka aku pun menunggu ( keputusannya ) selama beberapa malam kemudian dia menjumpaiku maka dia berkata “sesungguhnya telah jelas bagi saya bahwasannya saya pada saat ini belum mau menikah dulu.”
Umar berkata : kemudian aku menjumpai Abu bakar as Siddiq maka, aku katakan kepadanya engkau mau, maka aku akan menikahkan mu dengan Hafshah binti Umar? “Maka Abu bakar diam, dia tidak menjawab sedikit pun juga kepadaku. maka kemarahanku kepada Abu bakar lebih dari kemarahanku kepada Utsman. maka aku pun menunggu selama beberapa malam. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah meminang Hafshah ( kepadaku ) maka aku pun menikahkan Hafshah kepada beliau. kemudian Abu bakar menjumpaiku lalu dia berkata ( kepadaku ) barangkali engkau marah kepadaku ketika engkau menawarkan Hafshah kepadaku ( agar aku menikahinya ) dan aku tidak memberikan jawaban kepada mu sedikit pun juga?. Berkata Umar: aku menjawabnya: ya ( betul ) !
Menjelaskan sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku untuk menjawabnya ( yakni menerima ) apa yang kau tawarkan kepadaku sesungguhnya aku telah mengetahui bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menyebut hafshah maka aku tidak akan menyebarkan rahasia Rasulullah sallallahu alaihi salam. kalau sekiranya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam meninggalkannya ( yakni tidak mau menikahinya ) maka aku akan menerimanya.
(Hadist sahih.. Telah dikeluarkan oleh Bukhari, no. 4005 & 5122 dan Nasaa’i no. 3248 & 3259 dan yang selain keduanya).
Alhamdulillah… Insyaallah setelah ini akan ada part dua untuk judul ini: Penting nya wali bagi wanita dalam suatu pernikahan
Sumber:
“Pernikahan dan Hadiah untuk pengantin- Tidak sah nikah tanpa wali bagi gadis maupun janda”
Penulis : Abdul Hakim bin Amir Abdat
Ditulis ulang : Hesti opita sari
BACA JUGA:
Ajukan Pertanyaan atau Komentar