Mengapa Mata Ini Hanya Melinangkan Air Mata Dusta?!

Dari Yazid Bin Maisarah berkata: “Tangisan itu dari tuju hal: karena kegembiraan, kesedihan, ketakutan, rasa sakit, karena riya, syukur, dan tangisan karena takut kepada Alloh. Dan itulah tangisan, di mana air mata darinya bisa mematikan kobaran api (neraka) yang laksana rentetan gunung.”

Manusia sebagai sosok yang punya rasa dan jiwa, akan selalu diwarnai oleh bunga-bunga kehidupan dan riak gelombangnya. Dirinya akan mudah tersentuh dan meluruh menyaksikan episode-episode kehidupan yang mewarnai dan mengharu-birukan luapan emosi jiwanya. Sesaat ia meluap dengan riuh-rendah tawanya, kali lain ia akan terhenyak terkagum-kagum menyaksikan adegan hidup yang menakjubkan, namun tak jarang ia pun bagai tersayat sembilu hingga membuat matanya berlinang berderai air mata. Itulah sosok manusia, yang tak lepas dari berbagai keadaannya yang selalu silih berganti.

Tangisan Kesedihan dan Duka

Tangisan bagi manusia adalah ekspresi bahasa yang senantiasa eksis pada diri setiap insan. Ia bukan hanya menjadi ekspresi khusus bagi kalangan anak-anak semata. Bahkan orang dewasa dan tua pun tak lepas dari linangan air mata. Karena memang manusia hidup tak lepas dari warna-warni langgam kehidupan; ada tawa, ada suka, ada duka, ada lara. Dan bahkan tangisan merupakan amunisi terakhir baginya dalam meringankan beban dan deritanya. Inilah seorang penyair bersenandung:

لَعَلّ انحِدَارَ الدّمعِ يُعقِبُ رَاحَةً . . . مِنَ الوَجْدِ أوْ يَشفِي نَجِيَّ البَلَابِلِ

Moga saja dengan turunnya air mata ini bisa mendatangkan ketenangan

dari gejolak hati atau bisa menjadi penawar untuk desah gundahnya dada

Dan banyak ragam dan warna yang mewarnai isak tangis sosok manusia di sekitar kita. Ada tangisan yang memang merupakan naluri fitrah yang Alloh bekalkan pada diri setiap manusia. Karena walau bagaimana juga, manusia adalah makhluk yang punya hati dan empati. Hatinya akan tergerak bila melihat hal yang mengusik perasaannya. Kala seseorang ditinggal orang dekatnya, maka suatu naluri alamiah bila matanya melinangkan air mata. Rosul sendiri pun tersentuh hati kala mendapati putranya menghembuskan nafas terakhirnya. Beliapun melinangkan air mata, yang merupakan utusan hatinya kala menjumpai hal-hal yang menggerakkan kesedihan hati.

عن أَنَسٍ – رضي الله عنه – أنَّ رسولَ اللهِ – صلّى الله عليه وسلّم – دَخَلَ عَلَى ابْنِهِ إبْرَاهِيمَ – رضي الله عنه – وَهُوَ يَجُودُ بِنَفْسِهِ ، فَجَعَلَتْ عَيْنَا رسولِ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – تَذْرِفَانِ . فَقَالَ لَهُ عبدُ الرحمنِ بْنِ عَوْفٍ : وَأَنْتَ يَا رسولَ اللهِ ؟! فَقَالَ : « يَا ابْنَ عَوْفٍ إنَّهَا رَحْمَةٌ » . ثُمَّ أتْبَعَهَا بِأُخْرَى ، فَقَالَ : « إنَّ العَيْنَ تَدْمَعُ والقَلْبَ يَحْزنُ ، وَلَا نَقُوْلُ إِلَّا مَا يُرْضِي رَبَّنَا ، وَإنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إبرَاهِيمُ لَمَحْزُونُوْنَ » . رواه البخاري

Dari Anas Rodhiyallohu `Anhu bahwa Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam masuk kepada putranya, yaitu Ibrohim, sedangkan ia tengah menghembuskan nyawanya. Maka mulailah dua air mata Rusululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam berlinang air mata. Abdurrahman Bin Auf pun berkata kepada Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam: “Dan engkaupun demikian pula wahai Rosululloh?!” Maka beliau menjawab: “Wahai Ibnu Auf! Sesungguhnya itu (air mata) adalah rahmat!” Kemudian ucapan ini beliau lanjutkan dengan ucapan lainnya: “Sesungguhnya mata itu berlinang air mata, dan hatipun berduka, namun tak ada yang kita katakan selain hal yang membuat Robb kami ridha. Dan sesungguhnya kami ini –disebabkan kepergianmu wahai Ibrahim- benar-benar berduka cita.” Hadits Riwayat Bukhori.

Di sini Abdurrahman seolah merasa heran dengan Rosul, di mana tampak baginya, seolah Rosul sama dengan manusia lainnya. Di mana kebanyakan manusia tidak bisa sabar menghadapi musibah, terpukul hatinya dan menangis. Lalu mengapa Rosul pun berbuat hal yang serupa dengan mereka? Jadi di sini Ibnu Auf merasa itu hal yang aneh. Seolah itu menunjukkan lemahnya jiwa dan tidak tegar menghadapi musibah dengan senjata sabar. Serta itu pun seakan bertentangan dengan perintah beliau tentang kesabaran, dan larangan berkeluh kesah. Maka untuk menepis itu semua, Rosul pun menjawab, bahwa itu adalah rahmat. Bahwa keadaan yang ada pada beliau merupakan bentuk kelembutan hati dan kasih sayang atas perginya sosok dekatnya. Bukan seperti yang disangkakan bahwa itu adalah bentuk ketidak sabaran. Dan tangisan adalah dampak dan efek rahmat serta kasih sayang yang Alloh jadikan di hati para hamba-Nya. Dan tangisan Rosul adalah tangisan alamiah, bukan tangisan yang diiringi dengan ratapan, yang tidak disertai dengan tindakan-tindakan yang mengindikasikan ketidak relaan dengan putusan takdir Alloh. Sehingga Ibnu Batthal dan lainnya mengatakan: bahwa hadits ini menafsirkan tangisan yang mubah dan diperbolehkan, yaitu tangisan dengan linangan air mata dan kelembutan hati, tanpa diiringi tindakan dan ucapan yang mengundang murka Alloh.

Air Mata Apa Yang Engkau Linangkan?

Namun hal yang kadang kita dapatkan, bahwa banyak orang yang berlinang air mata bukan karena hal yang wajar. Artinya bahwa semestinya bukan itu yang ia lakukan, dan seharusnya bukan di situ tempat ia menitikkan air mata.

Contoh yang paling sering kita temukan adalah, betapa banyak orang yang begitu gandrung dan ketagihan mengikuti berbagai kisah dan cerita dari berbagai media. Dan tak jarang, iapun sampai tak kuasa menitikkan air mata karena begitu terharu atau karena alur cerita mampu menyihirnya hingga mempermainkan air matanya. Sekilas ini hal yang wajar. Namun bila kita telisik lebih dalam, sebenarnya itu hal yang kurang pantas dilakukan seorang muslim. Betapa banyak hal lain yang bermanfaat di mana ia bisa meluangkan waktunya kala bergumul dengannya. Apakah seorang muslim merasa sudah “kembung” dengan ilmu, sehingga iapun tidak lagi merasa perlu untuk mempelajari ilmu-ilmu yang ia butuhkan dalam ibadahnya?! Apakah ia merasa bahwa ia tidak lagi mempunyai kewajiban yang harus ia tunaikan, sehingga ia buang waktunya dengan hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat, bahkan seringkalinya itu hanyalah mendatangkan efek-efek negatif saja pada jiwanya?! Dan hal-hal lain yang seharusnya setiap muslim lebih tahu amal apakah yang seharusnya ia prioritaskan.

Dan air mata yang berlinang karena disebabkan hal-hal sepele ini, apakah air matanya juga berkenan untuk dilinangkan kala ia berinteraksi dengan firman-firman Alloh?! Apakah hatinya sudah terasa tergerakkan sehingga ketika ia melewati firman-firman adzab pun hatinya mejadi tergoncang, sehingga ada sinyal yang dikirimkan kepada mata sehingga iapun berkenan untuk menderaikan air matanya?! Bukan linangan air mata dusta, bukan deraian air mata semu, namun linangan air mata karena hati telah menghadirkan rasat takut kepada Alloh, karena hati telah penuh dengan keagungan Alloh dengan sifat dan nama-nama-Nya?!

Inilah Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam. Beliau yang notabene adalah Rosul, utusan dari Alloh, di mana Al-Quran diturunkan kepada beliau, namun beliau masih saja menginginkan sentuhan Al-Quran, hingga beliau meminta kepada seorang sahabat agar ia membacakan Al-Quran di hadapan beliau. Padalah kepada siapakah Al-Quran diturunkan? Tidak lain adalah kepada beliau sendiri. Dan siapakah yang diminta untuk membacakannya di hadapan beliau? Tidak lain adalah kepada sahabatnya, yang otomatis secara kedudukan dan kemuliaan, tingkatannya di bawah beliau.

عن ابن مسعود – رضي الله عنه – قَالَ : قَالَ لِي النَّبيُّ ( : « اقْرَأْ عليَّ القُرْآنَ » قلت : يَا رسول اللهِ ، أقرأُ عَلَيْكَ ، وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ ؟! قَالَ : « إِنِّي أُحِبُّ أنْ أسْمَعَهُ مِنْ غَيرِي » . فَقَرَأْتُ عَلَيْهِ سورةَ النِّسَاءِ ، حَتَّى جِئْتُ إِلى هذِهِ الآية : ? فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هؤُلاءِ شَهيداً ? [ النساء (41) ] قَالَ : « حَسْبُكَ الآنَ » . فَالَتَفَتُّ إِلَيْهِ فإذا عَيْنَاهُ تَذْرِفَان . متفقٌ عَلَيْهِ

Dari Ibnu Mas’ud a berkata: Nabi n berkata kepadaku: “Bacalah Al-Quran kepadaku!” Aku berkata: “Ya Rosululloh, apakah aku membaca kapadamu, padahal kepadamulah Al-Quran diturunkan?” Beliau bersabda: “Sesungguhnya aku suka kalau aku mendengarnya dari yang selainku.” Lalu akupun membacakan untuk beliau surat An-Nisa’, hingga bacaanku sampai pada ayat ini: “Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” (QS. An-Nisa’: 41). Maka beliaupun bersabda: “Cukup sudah sekarang.” Lalu aku menengok kepada beliau, ternyata dua mata beliau berlinang air mata.” Muttafaq alaih.

Inilah tangisan yang seharusnya dihadirkan seorang muslim. Tangisan karena atas dasar takut kepada Alloh. tangisan yang membuatnya lebih sadar lagi akan kelemahannya dan akan kerapuhannya, sehingga itu lebih melecutnya untuk terus beramal dengan ikhlas, untuk menghindari dahsyatnya keadaan di hari kiamat kelak. Bukan tangisan palsu yang hanya sekedar dipermainkan oleh rona dan bunga kata-kata yang kosong dari makna.

Inilah Rosululloh yang tengah menghadirkan dalam dirinya betapa kedahsyatan hari kiamat dan betapa keadaan yang begitu sulit yang mengharuskannya untuk menjadi saksi atas umatnya sendiri. Yang kemudian menjadikannya memohonkan syafaat kepada Alloh untuk orang-orang yang ada, di tengah keadaan yang genting tersebut. Dan ini memang perkara yang mengharuskan seseorang untuk larut dalam tangisnya.

Dan bahwa Nabi pun tahu bahwa beliau harus menjadi saksi atas umatnya mengenai amalan mereka. Dan terkadang amalan mereka bukanlah amalan yang lurus, yang bisa jadi itu menyeret mereka pada siksa!

Al-Ghozali berkata: disunnahkan untuk menangis ketika seseorang membaca Al-Quran, dan saat dibacakan Al-Quran. Dan cara menghadirkannya adalah agar ia menghadirkan kesedihan dan rasa takut di dalam hatinya; dengan merenungi apa yang terkandung di dalamnya berupa ancaman-Nya yang begitu dahsyat, juga berbagai perjanjian yang ada, kemudian setelah itu hendaknya ia melihat betapa ia telah berlaku lalai dan menyepelekan terhadap hal itu. Kalau kesedihan tidak bisa ia hadirkan, maka hendaknya ia menangisi atas hilangnya kepekaan atas hal itu, dan itu adalah musibah yang paling besar.

Semoga bermanfaat.

Sumber: Majalah Lentera Qolbu Edisi 04 Tahun 04

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.