Bolehkan meminta didoakan oleh orang yang kita anggap sholih?
Jawaban:
Bismillah. Alhamdulillah washshalatu wassalam ‘ala rasulillah.
Ya. Hal tersebut diperbolehkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyuruh ‘Umar bin Al-Khaththaab radhiallahu ‘anhu untuk mencari ‘Uwais Al-Qarani rahimahullah dan meminta beliau untuk mendoakan ‘Umar bin Al-Khaththab. Sebagaimana tercantum di dalam dua hadits berikut:
عن عُمَرُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم– قَدْ قَالَ (( إِنَّ رَجُلاً يَأْتِيكُمْ مِنَ الْيَمَنِ يُقَالُ لَهُ أُوَيْسٌ لاَ يَدَعُ بِالْيَمَنِ غَيْرَ أُمٍّ لَهُ قَدْ كَانَ بِهِ بَيَاضٌ فَدَعَا اللَّهَ فَأَذْهَبَهُ عَنْهُ إِلاَّ مَوْضِعَ الدِّينَارِ أَوِ الدِّرْهَمِ فَمَنْ لَقِيَهُ مِنْكُمْ فَلْيَسْتَغْفِرْ لَكُمْ.))
Diriwayatkan dari ‘Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Sesungguhnya ada seorang laki-laki akan datang kepada kalian yang berasal dari Yaman. Beliau disebut dengan Uwais. Beliau tidak meninggalkan Yaman (untuk berhijrah ke Madinah) karena mengurus ibunya. Di kulitnya ada penyakit belang, kemudian beliau berdoa kepada Allah dan Allah pun menghilangkan belangnya kecuali hanya sebesar uang dinar atau dirham. Barang siapa yang bertemu dengannya di antara kalian, maka mintalah agar beliau memohonkan ampun untuk kalian.” (HR Muslim No.6654)
عَنْ أُسَيْرِ بْنِ جَابِرٍ ، قَالَ : لَمَّا أَقْبَلَ أَهْلُ الْيَمَنِ جَعَلَ عُمَرُ يَسْتَقْرِي الرِّفَاقَ فَيَقُولُ : هَلْ فِيكُمْ أَحَدٌ مِنْ قَرَنٍ حَتَّى أَتَى عَلَى قَرَنٍ ، فَقَالَ : مَنْ أَنْتُمْ ؟ قَالُوا : قَرَنٌ ، فَوَقَعَ زِمَامُ عُمَرَ ، أَوْ زِمَامُ أُوَيْسٍ – فَنَاوَلَهُ أَوْ نَالَهُ أَحَدُهُمَا الآخَرَ فَعَرَفَهُ ، فَقَالَ عُمَرُ : مَا اسْمُكَ ؟ قَالَ : أَنَا أُوَيْسٌ ، فَقَالَ : هَلْ لَكَ وَالِدَةٌ ؟ قَالَ نَعَمْ ، قَالَ : فَهَلْ كَانَ بِكَ مِنَ الْبَيَاضِ شَيْءٌ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، فَدَعَوْتُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فَأَذْهَبَهُ عَنِّي إِلاَّ مَوْضِعَ الدِّرْهَمِ مِنْ سُرَّتِي ، لأَذْكُرَ بِهِ رَبِّي ، قَالَ لَهُ عُمَرُ اسْتَغْفِرْ لِي ، قَالَ : أَنْتَ أَحَقُّ أَنْ تَسْتَغْفِرَ لِي ، أَنْتَ صَاحِبُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : إِنَّ خَيْرَ التَّابِعِينَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أُوَيْسٌ ، وَلَهُ وَالِدَةٌ وَكَانَ بِهِ بَيَاضٌ فَدَعَا اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ ، فَأَذْهَبَهُ عَنْهُ ، إِلاَّ مَوْضِعَ الدِّرْهَمِ فِي سُرَّتِهِ فَاسْتَغْفَرَ لَهُ ، ثُمَّ دَخَلَ فِي غِمَارِ النَّاسِ ، فَلَمْ يُدْرَ أَيْنَ وَقَعَ ، قَالَ : فَقَدِمَ الْكُوفَةَ ، قَالَ : وَكُنَّا نَجْتَمِعُ فِي حَلْقَةٍ ، فَنَذْكُرُ اللَّهَ ، وَكَانَ يَجْلِسُ مَعَنَا ، فَكَانَ إِذَا ذَكَرَ هُوَ وَقَعَ حَدِيثُهُ مِنْ قُلُوبِنَا مَوْقِعًا لاَ يَقَعُ حَدِيثُ غَيْرِهِ – فَذَكَرَ الْحَدِيثَ -.
Diriwayatkan dari Usaid bin Jubair rahimahullah bahwasanya dia berkata, “Ketika orang-orang Yaman datang, mulailah ‘Umar mencari-cari kabar seseorang. Beliau berkata, ‘Apakah di antara kalian ada yang berasal dari Qaran?’ (Beliau mencari-cari) sampai beliau menemukan Orang-orang yang berasal dari Qaran. “Beliau pun bertanya, ‘Siapa kalian?’ Mereka menjawab, ‘Kami adalah Qaran.’ Kemudian jatuhlah tali kemudi ‘Umar atau (berkata seorang rawi) tali kemudi Uwais. Kemudian beliau mengambilnya atau salah seorang dari mereka mengambilnya. Kemudian ‘Umar pun mengenalinya. ‘Umar pun berkata, ‘Siapa namamu?’ Uwais menjawab, ‘Uwais.’ Umar berkata, ‘Apakah engkau memiliki seorang ibu?’ Uwais berkata, ‘Ya.’ Umar berkata, ‘Apakah dulu kamu memiliki penyakit belang.’ Uwais menjawab, ‘Ya. Saya berdoa kepada Allah azza wa jalla, kemudian Allah menghilangkannya dari diriku kecuali sebesar uang dirham di pusarku, agar aku bisa mengingat Rabb-ku dengannya.’ Berkatalah ‘Umar, ‘Mintalah kepada Allah agar Allah mengampuni dosaku!’ Uwais berkata, ‘Engkau lebih berhak untuk memintakan ampun untukku. Engkau adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Umar pun mengatakan, ‘Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Sesungguhnya sebaik-baik tabi’in adalah seseorang yang dsebut ‘Uwais. Dia memiliki seorang ibu. Dulu dia memiliki penyakit belang, kemudian dia berdoa kepada Allah dan Allah pun menghilangkan belang tersebut dari dirinya kecuali sebesar uang dirham di pusarnya.’.’ Kemudian Uwais pun masuk kedalam kerumunan orang-orang dan tidak diketahui dimana dia. Kemudian beliau datang ke Kufah dan dulu kami sedang duduk di suatu majlis dan kami berdzikir kepada Allah dan beliau juga duduk bersama kami. Kemudian ketika beliau berdzikir, hadits tentang dirinya memiliki kedudukan di dalam hati-hati kami tidak seperti kedudukan hadits-hadits lainnya.” (HR Ahmad no. 266. Syaikh Syu’iab dkk. menghukuminya dengan mengatakan, ‘Sanadnya shahih, berdasarkan Syarat Muslim’.)
Begitu pula terdapat atsar yang diriwayatkan dari ‘Umar bin Khaththab radhialahu ‘anhu beliau meminta kepada Al-’Abbas paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta hujan di zaman ‘Umar ketika zaman paceklik. Beliau mengatakan:
اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا قَالَ فَيُسْقَوْنَ
“Ya Allah! Sesungguhnya dulu kami bertawassul (menjadikan perantara dalam berdoa) kepada-Mu dengan Nabi kami, dan sekarang kami bertawassul kepada-Mu dengan paman Nabi kami. Oleh karena itu, turunkanlah hujan kepada kami.”
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu pun mengatan, “Kemudian hujan pun diturunkan kepada mereka.”
(HR Al-Bukhari no. 1010)
Dengan demikian. Bertawassul kepada orang shalih atau menjadikan orang shalih sebagai perantara dalam berdoa kepada Allah, hukumnya diperbolehkan dengan syarat orang shalih tersebut masih hidup. Jika orang shalih tersebut telah meninggal maka tidak boleh memintanya untuk menjadi perantara.
Allahu a’lam bishshawab. Billahittaufiq.
Dijawab oleh: Ust. Said Yai, M.A.
Leave a Reply