CINTA KEPADA ALLAH
Setiap muslim bila ditanya, apakah kamu mencintai Alloh ? Pasti ia akan menjawab dengan penuh percaya diri dan tanpa ada sedikitpun keraguan : “Tentu “; karena ia tahu bahwa masalah ini adalah termasuk dari perkara agama yang wajib diketahui oleh setiap muslim. Akan tetapi ada soal yang lebih penting dari ini, yaitu: apa bukti bahwa engkau mencintai Alloh ?; karena setiap orang mudah untuk mengaku bahwa ia mencintai Alloh, akan tetapi tidak setiap orang bisa membuktikan kecintaannya kepada Alloh.
Cinta kepada Alloh bagian dari Iman kepadaNya
Cinta Alloh termasuk bagian penting dari beriman kepada-Nya. Iman seseorang tidak akan benar kecuali bila ia telah mencintai Alloh dengan sebenar-benarnya. Seorang mukmin harus mencintai Alloh melibihi kecintaanya terhadap apapun selain Alloh. Alloh berfirman :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ ۗ.
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Alloh; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Alloh. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Alloh.” ( QS. Al-Baqoroh : 165 )
Ayat diatas menunjukan bahwa mencintai Alloh adalah bagian dari keimanan, dan tidak boleh kecintaannya terhadap Alloh disamakan atau disetarakan dengan kecintaanya kepada selainNya.
Dalam ayat yang lain Alloh memperingatkan orang-orang yang menyetarakan kecintaaanya kepada Alloh dengan kecintaanya kepada selainNya dengan akan datangnya suatu musibah yang akan menimpanya :
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ.
Katakanlah: “jika bapa-bapamu, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Alloh dan Rosul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Alloh mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah : 24 )
Ayat diatas mempertegas bahwa tidak boleh kecintaan seseorang terhadap selain Alloh melebihi kecintaannya kepada Alloh. Ayat diatas dipertegas juga oleh Rosululloh n dengan sabdanya :
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ: مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ.
“Tiga perkara yang apabila seseorang memilikinya maka ia akan merasakan dengannya manisnya iman yaitu: Hendaknya Alloh dan Rosul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, dan mencintai seseorang tidak mencintainya kecuali hanya karena Alloh, serta benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Alloh menolongnya sebagaimana ia tidak suka untuk dilemparkan kedalam api neraka.” [1]
Berkata Sufyan Ibnu ‘Uyainah : “Demi Alloh, kalian tidak akan bisa mencapai puncak perkara ini sampai tidak ada sesuatupun yang engkau cintai melebihi kecintaanmu kepada Alloh ‘Azza wa Jalla, dan barangsiapa mencintai Al-Qur’an maka ia benar-benar telah mencintai Alloh.”[2]
Makna cinta kepada Alloh
Tidak ada makna khusus untuk kata cinta, mencoba untuk mengartikan kata cinta justru akan menjadikan kata tersebut menjadi samar, tidak jelas dan kering. Adapun yang disebutkan oleh para ulama tentang makna cinta hanyalah seputar sebab-sebabnya, hal-hal yang bisa mendatangkannya, atau tanda-tanda dan bukti-bukti cinta, buah dan juga hukum-hukumnya. Oleh karena itu kita dapatkan banyak makna dari kata cinta akan tetapi semuanya kembali pada hal-hal diatas[3].
Al-Junaid berkata : “Aku mendengar Al-Harits Al-Muhasibi ditanya tentang cinta, maka ia menjawab : “Cinta adalah kecondonganmu kepada sesuatu dengan seluruh jiwamu karena rasa sukamu kepadanya, dan mendahulukannya atas jiwa dan hartamu, kemudian mencocokinya saat sendirian maupun terang-terangan, serta engkau mengetahui kekuranganmu dalam mencintainya”[4]. Dan tentunya cinta yang seperti ini dengan seluruh jiwa dan raga hendaknya hanya diberikan kepada Alloh semata; karena itu termasuk dari ibadah, dan rukun penting dari imannya kepada Alloh, maka memalingkannya kepada selain Alloh adalah sebuah kesyirikan.
Tingkatan cinta kepada Alloh
Cinta kepada Alloh memiliki dua tingkatan:
Pertama : Cinta yang bersifat wajib
Yaitu kecintaan seseorang kepada Alloh yang menuntut untuk mencintai seluruh apa yang Alloh wajibkan kepadanya, dan membenci segala macam perkara yang Alloh haramkan. Dan mencintai Rosul-Nya yang telah menyampaikan seluruh perintah dan larangan-Nya. Serta mendahulukan cintanya kepada Alloh diatas kecintaannya kepada diri sendiri dan keluarganya. Begitu juga ridho terhadap seluruh perkara agama-Nya, dengan cara mengamalkannya dengan penuh keikhlasan. Dan juga mencintai seluruh para Nabi dan Rosul dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik secara umum karena Alloh semata.
Kadar cinta seperti ini harus ada pada diri seorang mukmin, karena ini merupakan rukun dan bagian dari kesempurnaan iman yang wajib, maka siapa saja yang merusak sesuatu dari kadar ini maka imannya akan berkurang sejauh kerusakan yang ia perbuat. Alloh berfirman :
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” ( QS. An-Nisa’ : 65 ).
Kedua : Tingkatan para As-Sâbiqîn dan Al-Muqorrobîn
Yaitu apabila kecintaannya sudah meningkat sehingga tidak hanya mencintai hal-hal yang wajib saja, tapi ia juga sangat mencintai hal-hal yang disunnahkan; sangat suka mengerjakan nawafil ( amalan-amalan sunnah ), membenci hal-hal yang dimakruhkan, dan ridho dengan takdir dan musibah yang menyakitkan jiwa. Tingkatan yang seperti ini adalah disunnahkan dan sangat dianjurkan, dan tidak wajib; karena tidak setiap mukmin bisa mencapai tingkatan ini[5].
Perkara –perkara yang bisa mendatangkan kecintaan kepada Alloh
Sangat penting bagi kita untuk bisa mencintai Alloh dengan sebenar-benarnya, karena itu bagian dari kesempurnaan atau bahkan kebenaran iman kita, oleh karena itu kita juga harus tahu perkara – perkara yang bisa mendatangkan kecintaan kepada Alloh. Dan diantara perkara yang bisa mendatangkan / menumbuhkan rasa cinta kita kepada Alloh adalah :
- Mengenal Alloh ‘Azza wa Jalla; nama- nama dan sifat– sifatNya.
‘Utbah Al-Ghulam mengatakan : “ Siapa saja yang mengenal Alloh pasti ia akan mencintaiNya.”[6] Semakin ia menganal Alloh maka semakin besar pula cintanya kepada-Nya, semakin bertambah juga kecintaanya untuk beribadah kepada-Nya. Dan ia akan merasakan kelezatan dalam beribadah sebesar kecintaanya kepada Alloh.
Ibrohim bin Ali berkata: “Termasuk hal yang sangat mustahil bila engkau telah mengetahui-Nya kemudian engkau tidak mencintaiNya. Dan hal yang mustahil pula bila engkau mencintai-Nya tapi tidak pernah mengingat-Nya, kemudian mustahil pula jika engkau mengingatNya tapi tidak merasakan kelezatan dalam mengingat-Nya. Dan sangat mustahil bila engkau telah merasakan kelezatan dalam mengingat-Nya kemudian engkau tidak menyibukkan dirimu dengan-Nya dari selain-Nya[7].
Mengenal nikmat –nikmat Alloh yang telah diberikan kepada hamba-hamba-Nya.
Dengan memperhatikan kebaikan dan kasih sayang Alloh serta nikmat-nikmat-Nya yang telah dikaruniakan-nya kepada para hamba-Nya; baik yang zhohir maupun yang batin, maka hal itu akan melahirkan rasa cinta kepada Alloh. Karena jiwa manusia diciptakan untuk suka kepada yang telah berbuat baik padanya, dan tidak ada yang lebih agung kebaikannya kepada seorang hamba kecuali Alloh ‘Azza wa Jalla.
Berkata Abu sa’id Al-Khozzâz : “Aduhai sangat mengherankan sekali seorang yang tidak mendapati orang lain mau berbuat baik kepadanya kecuali Alloh, tapi dia tidak mencintai-Nya dengan seluruh jiwa raganya”.
Mencintai nikmat-nikmat Alloh adalah bagian dari bentuk rasa syukur kepada Alloh – dan itu wajib atas hamba yang telah diberi nikmat – , oleh karena itu telah dikatakan bahwa rasa syukur itu adalah harus dengan hati, lisan dan juga raga[8].
- Banyak mengingat Alloh dengan menghadirkan hati saat mengingat–Nya.
Termasuk perkara yang paling besar, yang bisa memupuk rasa cinta seorang hamba pada Penciptanya adalah dengan banyak dzikrulloh dengan segenap hatinya. Dzun-Nuun berkata : “Barang siapa yang menyibukan hati dan lisannya dengan mengingat Alloh, niscaya Alloh akan menghujamkan pada hatinya cahaya kerinduan kepadaNya”.
Dan berkata juga Ibrohim bin Al-Junaid : “ Dahulu dikatakan: diantara tanda cinta kepada Alloh adalah kontinyu dalam mengingaNya dengan hati dan lisannya, dan amat jarang seseorang suka mengingat Alloh kecuali hal itu akan melahirkan kecintaan kepada Alloh”.
- Jujur dan Ikhlas dalam bermuamalah dengan Alloh, serta tidak memperturutkan hawa nafsunya.
Barang siapa yang bermuamalah dengan Alloh seperti ini, maka hal ini merupakan sebab turunnya karunia Alloh, dan Alloh akan menganugerahinya kecintaan pada-Nya. Kejujuran dalam mencintai Alloh akan nampak ketika ia lebih mencintai apa yang dicintai Alloh dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya disaat hati enggan dan berat melakukannya. Dan meninggalkan segala perkara yang dibenci dan diharamkan Alloh disaat hati condong untuk melakukannya.
Inilah beberapa sebab yang dapat menimbulkan dan memupuk kecintaan seorang mukmin kepada Alloh. Tentunya masih banyak sebab-sebab lain yang belum dapat kami sebutkan disini, seperti banyak membaca Al-Qur’an dengan mentadaburinya, dan melihat ayat-ayat maupun hadits–hadits yang memberitakan tentang orang mukmin yang akan melihat Alloh disurga kelak. Semoga Alloh menganugerahkan kepada kita semua kecintaan kepada-Nya. Wallôhu a’lamu bish-showâb.
[1] HR. Bukhari ( no. 6041, 6941 ) dan Muslim ( no. 43 ) dll.
[2] Syu’abul Iman ( 1/ 365 ).
[3] Bisa dilihat dikitab Madariju as-Saalikin 3 / 11, dengan sedikit perubahan.
[4] Syu’abul ‘Iman ( 1/ 383 )
[5] Qô’idah fil mahabbah, hal. 176 – 177.
[6] Qô’idah fil mahabbah, hal. 17
[7] Syu’ab al-Iman, hal. 370.
[8] Qô’idah fil Mahabbah, hal. 19.
Oleh: Ust. Abdul Kholiq
Referensi : Majalah Lentera Qalbu
baca juga artikel :
Leave a Reply