Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

AMANAH ADALAH WARISAN PARA ROSUL

amanah

Amanah adalah perangai mulia yang sangat diidam-idamkan setiap individu, karena perangai  ini sudah sangat langka dijumpai pada zaman sekarang, yang ada hanya slogan dan cita-cita kosong belaka. Padahal suri tauladan kita Rosululloh adalah sosok yang paling amanah.

Pengertian Amanah

Amanah adalah semua hak yang wajib dilakukan dan dijaga,[1]

atau menjaga sikap terhadap harta dan lainnya. Alloh berfirman: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. (QS. An-Nisa:58)

Keutamaan Amanah

Amanah adalah salah satu perangai mulia yang Alloh perintahkan kepada  setiap hamba, yang mana mengandung banyak keutamaan, di antaranya :

  1. Mengindahkan perintah Alloh dan Rosul-Nya

Alloh berfirman: “Sesungguhnya Alloh menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS. An-Nisaa’: 58)

  1. Amanah jalan menuju surga.

Alloh mangabarkan tentang sifat orang beriman yaitu menjaga amanah, yang mana ia akan meraih kebahagian hakiki yaitu surga. Alloh Ta’ala berfirman : “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya,(8). Dan orang-orang yang memelihara sholatnya,(9).  Mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi,(10).  (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya,(11).” (QS. Al-Mu`minun : 8-11)

  1. Tanda keimanan

Rosululloh bersabda : “Tidak ada iman bagi yang tidak mempunyai sifat amanah dan tidak ada agama bagi yang tidak bisa dipegang janjinya.[2]

  1. Sifat para Rosul dan Nabi, orang-orang Mukmin serta para Malaikat

Alloh berfirman  dalam surat Asy-Syu`aro mensifati para Rosul : “Sesungguhnya aku adalah seorang Rosul kepercayaan (yang diutus) kepada kalian.” (QS. asy-Syu`aro : 107, 125, 143, 162, 178)
5. Kedudukan tinggi di dunia.
Rosululloh bersabda:
Ada empat hal yang jika ada padamu, maka apa saja bagian dunia yang hilang darimu tidak akan membahayakanmu: menjaga amanah, berkata jujur, fisik yang baik, dan menjaga makanan.”[3]
6. Syarat bagi orang yang berhak mendapatkan tanggung jawab

Alloh Ta’ala berfirman : “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “wahai ayahanda, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang ayahanda ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi amanah.” (QS. Al-Qoshosh : 26)

Pada ayat ini Alloh mengabarkan bahwasanya orang yang berhak menerima suatu tugas adalah orang yang amanah, karena dengannya dia akan berusaha untuk menunaikan dengan baik dan sempurna.

Bentuk-Bentuk  Amanah

  1. Amanah yang diwajibkan Alloh kepada para hamba

Di antara hal yang diamanahkan Alloh kepada para hamba berupa ibadah-ibadah yang dibebankan kepada mereka[4], seperti amanah hanya beribadah kepada Alloh dan beribadah sesuai dengan contoh Rosululloh serta tidak melakukan pelanggaran di dalamnya.

  1. Amanah terhadap harta

Di antaranya dengan saling menjaga satu sama lainnya dalam urusan harta, sebagaimana sabda Rosululloh : “Setiap muslim satu dengan lainnya adalah haram, baik harta, darah dan kehormatannya.”[5]

Dan wajib juga untuk menjauhkan diri dari harta yang bukan haknya, dan menunaikan apa  yang menjadi hak harta tersebut seperti zakat, infaq, shodaqoh dan yang termasuk di dalamnya juga amanah dalam urusan jual beli, hutang piutang, warisan, titipan, gadai, dan lainnya.[6]

  1. Amanah terhadap martabat

Di antara amanah terhadap martabat yaitu dengan menjauhkan diri dari hal yang mengurangi martabat baik dirinya atau orang lain, dengan tidak menyakiti, merendahkan dan menghinanya, seperti menuduh dan ghibah. Rosululloh bersabda : “Wahai hamba Alloh! Sesungguhnya Alloh memaafkan dosa (kesalahan) kecuali orang yang mencabik kehormatan saudaranya, maka orang itu akan binasa.[7]

  1. Amanah terhadap jiwa dan raga.

Wajib bagi kita untuk menunaikan  amanah terhadap jiwa dan raga di antaranya dengan menahan  seluruh anggota badan dari perbuatan dosa dan maksiat dan tidak  mengurangi haknya yang ini bisa berupa melukai, menyakiti atau membunuhnya

  1. Amanah terhadap ilmu pengetahuan.

Di antaranya dengan memempelajari ilmu, mengamalkannya dan mendakwahkannya dengan benar sesuai metode yang diridhoi Alloh dan metode Rosululloh, tanpa memalingkan kepada sesuatu yang salah atau merubahnya. Sebagaimana Rosululloh mengingatkan: “Barangsiapa yang menuntut ilmu syar’i yang semestinya ia lakukan untuk mencari wajah Alloh dengan ikhlas, namun ia tidak melakukannya melainkan untuk mencari keuntungan duniawi, maka ia tidak akan mendapatkan harumnya Surga pada hari Kiamat.”[8]

  1. Amanah terhadap kekuasaan

Kekuasaan adalah perkara yang berat dan besar, akan tetapi kenyataannya banyak orang yang berlomba-lomba untuk meraihnya, mereka rela mengorbankan semuanya. Akan tetapi seharusnya ketika kekuasaan dipercayakan kepadanya, ia wajib memperhatikan  dan melaksanakan semua kewajibannya dan tidak menelantarkan sedikit pun dari hak rakyat atau bahkan menghilangkannya. Dan yang tidak kalah pentingnya harus adil dalam melaksanakan semua amanah yang dibebankan kepadanya.

Rosululloh bersabda : “Seorang pemimpin yang menipu rakyatnya, maka ia akan masuk neraka.” [9]

Rosululloh bersabda : “Siapa yang diberi amanat oleh Alloh menjadi pemimpin, kemudian tidak memberikan nasihat kepada rakyatnya, maka Alloh akan mengharamkan Surga atasnya.”[10]

  1. Amanah dalam persaksian

Hal ini dengan memberikan persaksian yang sebenarnya, tidak dibuat-buat atau dirubah-dirubah akan tetapi harus sesuai dengan kenyataan, karena ini termasuk dosa besar yang paling besar, sebagaimana Rosululloh telah menyebutkan di dalam haditsnya tentang dosa besar yang paling besar: “Menyekutukan Alloh, durhaka kepada dua orang tua, dan persaksian palsu.”[11]

  1. Amanah dalam hukum

Hal ini dengan memutuskan hukum yang didasari dengan kebenaran dan keadilan menurut Alloh dan Rosul-Nya, tanpa berbuat dzolim kepada siapapun juga. Alloh berfirman : “Dan  apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” (QS. An-Nisa : 58)

  1. Amanah dalam tulisan

Seorang penulis wajib memiliki sifat amanah dalam menulis sesuatu, dengan selalu menyandarkan tulisan kepada sumbernya dan tidak memalingkan hakikat isi tulisan yang sebenarnya kepada yang bukan sebenarnya demi kepentingan pribadi atau golongannya. Apalagi membuat-buat sesuatu kemudian disandarkan kepada Rosululloh, yang mana Rosululloh tidak pernah meriwayatkan. Rosululloh bersabda : “Sungguh, kedustaan atas namaku tidak seperti berdusta atas nama selain diriku, siapa yang berdusta atas namaku maka hendaknya ia siapkan tempat duduknya di neraka.”[12]

  1. Amanah terhadap rahasia

Seseorang dalam menyikapi rahasia maka wajib untuk menjaganya dan tidak menyebarkannya, baik rahasia tentang dirinya atau rahasia yang diamanahi dari  orang lain untuk menjaganya. Rosululloh bersabda : “Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Alloh ialah suami yang menggauli istrinya, dan istrinya bergaul dengannya, kemudian dia membeberkan  rahasia hubungan suami istri tersebut[13]

  1. Amanah terhadap panca indera.

Setiap muslim wajib menggunakan semua panca indra hanya untuk mencari keridhoan Alloh, apalagi semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya. Alloh berfirman : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra’ : 36)

Demikian sifat amanah yang memiliki banyak keutamaan dan keanekaragaman bentuknya, semoga Alloh mengkaruniakannya kepada kita semua, sehingga kita menjadi hamba Alloh yang mendapat barokah dan keridhoaan-Nya. Wallohu a’lam

 

[1] Faidhul Qodhir, al-Munaawi ( 1/288).

[2] HR. Ahmad, No. 11975, dan Ibnu Hibban dalam Shohihnya. No 194 dengan sanad hasan

[3] HR. Ahmad, No. 6652.

[4] Syarh Riyadhush Sholihin . Syaikh Ibnu Utsaimin (2/462)

[5] HR. Muslim (2564), Turmudzi (1928), Ibnu Majah (3933), Ahmad (2/277 dan 360) dari Abu Huroiroh.

[6] Al-Akhlak Al-Islaamiyyah, Abdur Rahman Al-Maidani (1/595), dengan sedikit perubahan.

[7] HR. Abu Dawud Ath-Thoyalisi (1232) dari Usamah bin Syuraik, hadits shohih disebutkan dalam Shohihul Jaami’ (3868). Ahmad (4/278), Abu Dawud (3855), Turmudzi (2039), dan Ibnu Majah (3436).

[8] HR. Abu Dawud (no. 3664), dll dari Abu Huroiroh.

[9] HR. Bukhori (7150), Muslim (142), Ahmad (5/25), dan Darimi (2799) dari Ma’qil bin Yasar. Lihat kitab al-Ahaadiits al-Shahihah (no. 1754).

[10] Muttafaq ‘Alaihi

[11] HR. Bukhori (2654) dan Muslim (87) dll.

[12] HR. Bukhori (1291), Muslim (4), dan Turmudzi (1664) dari al-Mughiroh bin Syu’bah.

[13] HR. Muslim, dari Abu Sa’id al-Khudriy.

Ustadz Ahmad Khaidir Lc.

Referensi : Majalah Lentera Qalbu

Baca juga artikel :

Berlayar di tengah badai ujian

Menyikapi rezeki yang diberikan oleh Allah

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.