Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

KENAPA RUMAH TANGGA BERANTAKAN.?

kenapa-rumah-tangga-berantakan

kenapa rumah tangga berantakan, Alloh telah menyariatkan hubungan pernikahan agar diperoleh manfaat bagi kedua suami-isteri, dimana mereka akan mendapatkan ketenangan jiwa serta kebaikan yang banyak dan adanya jalinan kasih sayang. Hanya saja perjalanan kehidupan berumah tangga adakalanya terganjal oleh sebagian rintangan yang mengeruhkan hubungan suami-isteri. Oleh karena itu suami-isteri berkewajiban untuk memperkuat hubungan dan berusaha untuk menjauhkan dari perkara yang melelahkan mereka.

Adakalanya suami-isteri yang tidak pandai menjaga hubungan dalam segala perkara antara mereka berdua dan antara orang-orang yang merupakan keluarga mereka akan mendapati rumah tangga mereka membara, ibarat api yang sedang menyala. Permasalahan akan bertambah runyam, kepala terasa pening dan dada semakin terasa akan meledak tatkala seorang isteri tidak pandai memposisikan dirinya dalam berbagai situasi.

Oleh karena itu, ada baiknya kita memperhatikan perkara-perkara berikut ini baik bagi yang belum menikah maupun yang sudah menikah, sehingga bisa menghadapi problematika rumah tangga dengan arif dan bijaksana.

Perkara-perkara yang perlu diperhatikan seseorang sebelum menikah:

  1. Pandai memilih calon pasangan:

Telah diriwayatkan dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu dari Nabi bersabda yang artinya: “Wanita dinikahi karena empat perkara: Karena kecantikannya, karena hartanya, dan karena nasabnya. Carilah wanita yang memiliki agama baik, maka engkau akan beruntung.” [1]

Memilih isteri adalah perkara yang penting, akan tetapi yang menjadi perbedaan diantara manusia adalah bagaimana cara memilih yang baik. Diantara manusia ada yang mengutamakan kecantikan, ada yang mengutamakan keturunan, dan ada pula yang mengutamakan harta. Memilih semua itu bukanlah sebuah kesalahan, akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah jika seseorang tidak memperhatikan sisi kebaikan agama.

Demikian juga seorang wanita, seringkali pertanyaan pertama yang dilontarkan wali seorang wanita kepada orang yang hendak meminang wanita yang dibawah perwaliaannya adalah mengenai pekerjaannya, jabatannya, dan kedudukannya serta perkara-perkara dunia lain dan melupakan sisi agama.

  1. Melihat orang yang hendak dipinang:

Dalam perkara ini manusia yang berada pada dua sisi yang saling bertentangan, antara yang mengabaikan dan orang yang berlebihan. Diantara orang tua ada yang memandang bahwa melihat anak wanita bagi orang yang hendak meminang adalah perkara yang aib. Hal tersebut tentunya bertentangan dengan sabda Rosulululloh yang memerintahkan agar melihat wanita yang hendak dipinang. Rosululloh pernah berkata kepada Mughiroh bin Syu`bah yang telah melamar seorang wanita: “Lihatlah wanita itu, karena hal tersebut lebih melanggengkan hubungan diantara kalian.”[2]

                Pernah suatu kali Abu Huroiroh berkata: “Aku berada di sisi Rosululloh, kemudian datanglah seorang lelaki anshor kepada beliau dan memberitahukan kepada beliau bahwa ia hendak menikahi seorang wanita anshor. Maka beliau memerintahkannya agar pergi untuk melihatnya.”[3]

Sementara ada sebagian wali yang berlebihan dalam hal melihat kepada wanita yang dipinang, maka ia berikan kesempatan bagi orang yang meminang tidak hanya untuk melihat wanita yang hendak dipinang akan melainkan ia diberi kesempatan untuk berduan dengannya sementara syetan adalah yang ketiganya. Bahkan tidak jarang orang yang meminang diberi kesempatan untuk pergi berjalan-jalan dengan wanita yang ia pinang, dan pergi kemana saja yang mereka suka. Maka yang demikian ini membuka pintu fitnah yang sebesar-besarnya serta mendatangkan musibah yang tidak terlupakan.    

  1. Tidak berlebihan dalam meminta mahar serta pesta pernikahan:

Telah diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: “Nabi memberikan mahar kepada para isterinya sebanyak dua belas uqiyah.”[4]

Umar bin Khothob berkata: “Rosululloh tidak menikahi para isterinya dan tidak pula menikahkan anak-anak wanitanya dengan mahar melebihi dua belas uqiyah.”[5]

Rosululloh bersabda: “Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan.”[6]

Mahar dan pesta pernikahan yang sederhana adalah perkara yang butuh tekad untuk merealisasikannya dan hal itu tentunya dengan tidak mempedulikan apapun yang dikatakan orang-orang. Hal tersebut bukan berarti seseorang berlebihan dalam hal memberikan atau menerima mahar yang sangat sedikit dan tidak bernilai, dan tidak pula seseorang terlampau sederhana dalam mengadakan pesta pernikahan melainkan berada diantara berlebihan dalam kesederhanaan dan berlebihan dalam bermewah-mewahan.

Perkara yang wajib diperhatikan setelah menikah:

Kemudian setelah menikah, seseorang harus memperhatikan perkara-perkara yang merupakan kewajibannya. Diantara hal tersebut adalah sebagai berikut:

Melaksanakan hak-hak suami isteri:

Hak-hak suami-isteri ada 3:

  1. Hak suami atas isteri:

 Berikut ini diantara hak-hak suami atas isteri:

  • Hak untuk memimpin:

Sebagian orang memandang bahwa ketika seorang lelaki melepaskan kepemimpinannya dan menyerahkannya kepada isterinya berarti ia telah membahagiakannya. Hal tersebut tidaklah benar, jika seorang wanita mengeluhkan suaminya yang suka mengatur dan tidak mau menaati kemauannya, maka sesungguhnya hati nuraninya juga akan mengeluhkan suaminya ketika telah hilang darinya sifat kelelakiannya, tidak bisa melindungi, tidak mampu mengatur keluarga, dan hanya mengekor kepada isterinya semata. Jika semua lelaki demikian itu adanya, maka kehancuran yang akan terjadi.

Rosululloh pernah bersabda:

لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا امْرَهُمْ اِمْرَأَةً

“Tidakah beruntung suatu kaum yang menjadikan seorang wanita sebagai pemimpin mereka.” [7]

Lihat bagaiamana petunjuk nabawi dalam hal ini:

Telah diriwayatkan dari bibi Hushoin bin Muhshon yang datang kepada Rosululloh, kemudian  beliau bertanya kepadanya: “Apakah engkau memiliki suami?” Wanita tersebut berkata: “Ya.” Beliau bertanya: “Bagaimana dirimu baginya?” Ia menjawab: “Aku tidak pernah lalai dalam mengabdi dan mentaatinya kecuali dalam perkara yang tidak aku mampu.” Maka beliau bersabda: “Lihatlah, di mana posisimu dari suamimu. Karena ia adalah surga dan nerakamu.”[8] 

  • Hak seorang suami yang lain adalah agar seorang isteri tidak mengizinkan seorang pun berada dalam rumahnya kecuali dengan seizinnya:

Dasar hal tersebut adalah sabda Rosululloh yang diriwayatkan oleh Abu Huroiroh:

لاَ تَصُمِ المَرْأَةُ وَ بَعْلُهَا شَاهِدٌ  إِلاَّ بِإِذْنِهِ وَ لاَ تَأْذَنْ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

 “Janganlah seorang wanita berpuasa sementara suaminya hadir kecuali dengan seizinnya, dan janganlah ia memberikan izin kepada seorangpun untuk berada dalam rumahnya sementara suaminya hadir kecuali dengan seizinnya.”[9]

  • Ditaati dalam perkara yang ma`ruf:

Hal tersebut berdasar firman Alloh :

وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[10], maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Alloh Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. An-Nisâ’: 34).

Hal tersebut juga berdasarkan hadits Rosululloh mengenai bibi Imron bin Hushoin yang telah disebutkan di atas serta hadits-hadits yang lainnya.

  • Pelayanan isteri kepadanya:

Pelayanan seorang isteri kepada suaminya adalah perkara yang wajib, telah disebutkan di atas hadits mengenai bibi Imron bin Hushoin yang menunjukkan hal tersebut. Maka apa yang bisa dilakukan seorang isteri untuk melayani suaminya wajib baginya untuk melakukannya tanpa banyak membebani suaminya. Demikian juga dengan suami, ia tidak boleh untuk membani suaminya di atas kemampuannya.

  • Tidak berpuasa sunnah dengan kehadiran suaminya kecuali atas izinnya:

Hal tersebut berdasarkan sabda Rosululloh yang diriwayatkan dari Aisyah , bahwa beliau bersabda:

لاَ تَصُمِ المَرْأَةُ وَ بَعْلُهَا شَاهِدٌ  إِلاَّ بِإِذْنِهِ وَ لاَ تَأْذَنْ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

 “Janganlah seorang wanita berpuasa sementara suaminya hadir kecuali dengan seizinnya, dan janganlah ia memberikan izin kepada seorangpun untuk berada dalam rumahnya sementara suaminya hadir kecuali dengan seizinnya.”[11]

  • Seorang isteri menjaga harta dan anak-anak suaminya:

Diantara hak seorang suami atas isterinya adalah seorang isteri menjaga harta dan anak-anaknya. Di situlah seorang isteri menjadi seorang pemimpin yang akan diminta pertanggung jawabannya atas kepemimpinannya tersebut. Rosululloh bersabda:

وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا

“Dan seorang wanita adalah pemimpin bagi anggota rumah suaminya dan dia bertanggung jawab terhadap apa yang ia pimpin.” [12]

  1. Hak isteri terhadap suami:

 Jika seorang suami memiliki hak terhadap isteri maka seorang isteri juga memiliki hak terhadap suami. Diantara hak-hak isteri terhadap suami adalah sebagai berikut:

  • Mahar:

Mahar merupakan hak seorang isteri atas suaminya, Alloh berfirman:

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS.An-Nisâ’: 4).

  • Nafkah serta tempat tinggal:

Alloh berfirman:

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنّ

“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.” (QS. Ath-Tholâq: 6).

Muawiyah pernah bertanya kepada Rosululloh : “Wahai Rosululloh, apakah hak seorang isteri atas seseorang diantara kami?” Beliau menjawab: “Engkau dia makan jika engkau makan, engkau beri dia pakaian jika engkau berpakaian, dan janganlah engkau memukul wajah dan jangan engkau hina serta engkau hajr (diamkan) kecuali masih berada dalam rumah.” [13]

  • Pergaulan yang baik serta aklaq yang baik dari suami:

Alloh berfirman:

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisâ’: 19).

Rosululloh bersabda:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأهْلِهِ ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأهْلِيْ

“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik kepada keluarganya, dan aku adalah yang terbaik kepada keluargaku.” (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi dan yang lain).

  • Hak mendapatkan pengajaran agama:

Hak yang lebih penting dari hak-hak yang di atas adalah mendapatkan pengajaran agama, terlebih jika seorang wanita belum pernah mendapatkan pengajaran agama yang cukup sebelumnya.

  • Mendapatkan kecemburuan suami:

Diantara hak wajib seorang isteri atas suaminya adalah adanya perlindungan suami terhadap kehormatan dan kemuliaan ister serta kecemburuannya terhadap isteri. Hanya saja sangat di sayangkan sebagian hewan memiliki kecemburuan yang melebihi kecemburuan sebagian suami terhadap isterinya, sehingga ia biarkan isterinya berduaan dengan lelaki lain, bercanda dan pergi bersama sementara suaminya tersebut mengetahuinya.

  •   Hak bersama antara suami dan isteri:

Ada beberapa hal yang merupakan hak bersama antara suami isteri diantaranya adalah sebagai berikut:

  • Tidak menyebarkan rahasia:

Setiap suami maupun isteri berkewajiban untuk menjaga rahasia pasangannya.

  • Saling menasihati diantara mereka berdua:

Saling menasihati diantara suami isteri memiliki peran yang besar untuk mengangkat kemuliaan keluarga dan diperolehnya ketenangan serta kedamaian.

  • Dan diantara hak bersama antara suami-isteri adalah bermusyawarah:

Bukanlah sikap bijaksana tatkala seorang suami bertindak atas kemauan sendiri dan tidak bermusyawarah serta mendengar pendapat isteri, demikian pula sebaliknya.

  • Kecintaan yang benar:

Sempurnanya kebahagiaan suami-isteri akan menjadi sempurna tatkala mereka benar-benar memberikan kecintaan kepada pasangannya. Dan sebaik-baik kecintaan seseorang kepada yang lainnya adalah kecintaan yang terbangun di atas kebaikan agama, dan budi pekerti.

Diantara kesalahan suami adalah sebagai berikut:

  • Kurang memperhatikan bakti kepada kedua orang tua setelah menikah:

Sebagian orang setelah menikah menampakkan perubahan sifat pada dirinya, maka ia terlihat kurang akrab dengan orang tua, jarang terlihat bermuka manis, apabila berbicara tidak lagi selembut dahulu bahkan jarang berkunjung kepada orang tua sekalipun orang tua sudah merindukannya. Tentunya hal ini adalah perkara yang keliru dan merupakan faktor pemicu keretakan hubungan keluarga.

Oleh karena itu seorang anak yang sholih harus berusaha untuk melakukan perkara-perkara yang bisa membantu terus berlangsungnya bakti kepada orang tua setelah menikah, diantaranya adalah sebagai berikut :

  • Mendoakan kedua orang tua
  • Menghindari segala tindakan yang membuat orang tua merasa bahwa kita selaku anaknya telah berubah sikap setelah menikah dan tidak lagi memperhatikan orang tua.
  • Mengunjungi orang tua dan memberikan hadiah kepada mereka.
  • Tinggal di rumah terpisah apabila tidak mengakibatkan meninggalkan orang tua sendirian dalam keadaan lemah tanpa ada yang membantu.
  • Menjauhkan kedua orang tua dari berbagai problem rumah-tangga.
  • Berusaha untuk menyatukan kedua orang tua dengan isteri.
  • Dan lain sebagainya

 

  • Kurang usaha untuk menyatukan antara orang tua dan isteri:

Diantara kesalahan seorang suami adalah ketika terlihat hubungan orang tua dengan isteri kurang harmonis, ia tidak berusaha untuk menyatukan serta mendamaikan keduanya. Ketidak harmonisan antara isteri dengan orang tua adalah merupakan faktor yang sangat mudah memicu keretakan dan berantakannya tatanan rumah tangga. Oleh karena itu seorang suami harus melakukan langkah-langkah jitu nan bijak untuk menanggulangi pemicu meledaknya permasalahan rumah tangga.

Diantara perkara yang dapat membantu untuk menyatukan antara orang tua dan isteri adalah sebagai berikut:

  • Memperhatikan orang tua dan memahami tabiat mereka:

Yang demikian itu dengan terus berbakti kepada mereka dan tidak memutus hubungan dengannya setelah menikah dan tidak menampakkan kecintaan lebih kepada isteri daripada kecintaannya kepada orang tua di hadapan mereka terlebih apabila mereka memiliki perasaan yang tajam dan kecemburuan yang tinggi.

  • Berlaku adil kepada isteri dengan mengerti haknya,

serta tidak serta-merta menerima segala apa yang ia dengar dari orang tua, melainkan ia harus berperasangka baik dan mencari kejelasan terlebih dahulu kepada isteri.

  • Berusaha untuk saling pengertian:

Maka seorang suami perlu memberikan nasihat kepada isteri, misalnya agar ia memberikan hadiah kepada orang tua atau seorang suami membeli sebagian hadiah agar isteri memberikannya kepada orang tua. Hal tersebut merupakan diantara cara untuk menyatukan hati dan mendatangkan rasa cinta.

  • Saling pengertian dengan isteri:

Misalnya dengan mengatakan bahwa orang tua adalah bagian yang tidak bisa terpisah dari seorang suami, sehingga walau bagaimanapun juga ia tidak mungkin akan durhaka kepada orang tua dan tidak akan menerima penghinaan apapun kepada orang tua. Dan kecintaan suami akan semakin bertambah besar kepada isteri tatkala isteri mampu bersabar menghadapi orang tuanya dan berlaku baik kepada mereka. Demikian pula seorang suami perlu mengingatkan isteri bahwa ia kelak juga akan menjadi seorang ibu bagi anak-anak dan mungkin juga akan mengalami keadaan sama dengan keadaan yang dialami orang tua sekarang.

  • Meragukan diri isteri serta berburuk sangka kepadanya:

 Diantara suami ada yang memiliki tabiat suka gelisah, sehingga sisi keraguan kepada isteri lebih dominan sehingga ia seringkali berburuk sangka kepada isteri dan menafsirkan berbagai perkara dengan seburuk-buruk penafsiran.

  •  Kurang memiliki rasa cemburu kepada isteri:

Rasa cemburu adalah perasaan yang luhur dan merupakan perasaan cinta yang sebenarnya. Rasa cemburu akan mendorong seorang suami untuk menjaga isterinya dan mendorong isteri untuk menjaga diri dan perasaan suaminya.

Cemburu adalah ciri laki-laki yang mulia, bagaimanapun juga rasa cemburu tidak boleh melemah pada diri seorang lelaki walaupun ia tidak menyukai isterinya. Kecemburuan yang terbaik adalah pengingkaran suami terhadap kemungkaran atau kecenderungan isteri kepada kemungkaran. Orang yang tidak memiliki kecemburuan terancam untuk tidak masuk surga. Rosululloh bersabda:

ثَلاَثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِمُ الجَنَّةَ : مُدْمِنُ الخَمْرِ وَ العَاقُ وَ الدَّيُّوْثُ الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الخُبُثَ .

“Ada tiga golongan yang telah Alloh haramkan surga baginya: Orang yang suka minum khomer, orang yang durhaka kepada orang tua, dayuts yaitu orang yang membiarkan kekejian ada dalam rumahnya.”[14]

Walaupun demikian, seorang suami tidak boleh berlebihan dalam cemburu tanpa ada sebab yang jelas sehingga hal tersebut menyebabkannya berlaku lalim dan berburuk sangka kepada isteri.

  • Merendahkan isteri:

Diantara suami ada yang sering merendahkan isteri, ia anggap isterinya tak ubahnya sebuah barang. Maka ia pun tidak mempedulikan perkataannya, dan tidak meminta nasihat ataupun pendapatnya dalam perkara apapun.

Diantara bentuk penghinaan suami terhadap isteri adalah: Menghinanya di hadapan anak-anak dan mengatakan bahwa ia tidak pandai mengatur urusan, lemah akalnya, dan tidak bisa mendidik anak. Menghina keluarga isteri, saudara dan pamannya ataupun kerabatnya merupakan diantara bentuk penghinaan kepada seorang isteri.

  • Tidak menjadi pemimpin rumah tangga yang baik, melainkan menyerahkan kepemimpinan kepada isteri:

Alloh telah memberikan berbagai kekhususan kepada para lelaki yang memungkinkan baginya untuk melaksanakan kepentingan yang besar ini. Diantara kekhususan tersebut adalah sebagai berikut:

  • Seorang wanita diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang bengkok.
  • Seorang wanita memiliki akal dan agama yang kurang.
  • Seorang wanita memiliki kekuatan yang lemah, sehingga tidak diwajibkan baginya untuk berperang.
  • Wanita mengalami berbagai halangan secara alami, seperti hamil, melahirkan, haid, dan nifas.
  • Persaksian seorang wanita setengah dari persaksian laki-laki, demikian juga dalam berbagai perkara lain seperti warisan, diyah, aqiqoh dan lain sebagainya.

 

  • Memakan harta isteri dengan batil:

Sebagian orang mempergunakan kesempatan dengan keberadaan isterinya yang memiliki sedikit banyak harta. Terlebih jika isterinya memiliki pekerjaan tetap dan penghasilan yang lumayan bahkan berlebih dibandingkan dengan orang lain, sementara ia tidak memiliki penghasilan tetap atau bahkan tidak memiliki pekerjaan sama sekali. Kemudian ia mengambil harta isteri untuk segala apa yang ia inginkan tanpa sepengetahuan isteri ataupun tanpa kerelaannya. Dengan demikian berarti ia telah menzholimi isterinya dan tidak menjadi pengayom keluarga yang baik.

Bagaimanapun kebutuhan keluarga adalah kewajiban suami, bukan kewajiban isteri.

  • Kurang dalam mengajarkan agama kepada isterinya:

Tidak jarang seorang suami yang tidak mempedulikan pemahaman isteri terhadap agama. Bagaimana ia peduli terhadap agama isteri dan pemahamannya sementara ia sendiri tidak mempedulikan pemahaman serta keilmuannya terhadap agama. Hal ini adalah diantara kesalahan seorang suami yang sangat fatal, karena jika ia menghendaki kebahagiaan dalam rumah tangganya maka ia harus memperhatikan kesholihan isterinya, dan kesholihan isteri tidak akan diperoleh jika sang isteri tidak mengenal agamanya.

  • Mengabaikan isteri dan kurang memperhatikannya:

Hal ini adalah kesalahan yang sangat besar, dimana seorang suami tidak memberikan perhatian yang cukup kepada isteri. Apapun keadaan isteri ia tidak ambil pusing, sehingga akibatnya sang isteri akan mencari solusi yang dipandangnya tepat dan sesuai dengan yang ia inginkan. Jika demikian maka bahtera rumah tangga sangat sulit untuk dikendalikan.

  • Mengagetkan isteri setelah lama bepergian:

Sebagian suami setelah bepergian lama datang ke rumah di malam hari yang akibatnya isteri dalam keadaan tidak memliki persiapan sama sekali dan kaget dengan kedatangannya. Maka seorang isteri bisa jadi tidak bisa memberikan pelayanan yang semestinya kepada suaminya karena memang tidak ada persiapan sebelumnya untuk menyambutnya.

  • Sering mencela isteri dan mengkritiknya:

Isteri tetaplah seorang manusia yang memiliki perasaan, bagaimanapun juga lembutnya perasaan isteri harus tetap di jaga sekalipun seorang suami dalam keadaan marah ataupun kesal. Nah yang demikian ini yang seringkali tidak mampu atau dilupakan oleh kebanyakan suami, hingga ucapan dan tindakannya tidak terkendali hingga permasalahan menjadi meruncing dan membesar.

  • Kurang berterima kasih dan kurang memberi motivasi kepada isteri:  

Isteri akan sangat berbunga-bunga hatinya dan senang perasaannya tatkala suami melontarkan rasa terima kasih dan pujiannya kepada isteri atas apa yang telah ia kerjakan. Sekalipun apa yang dikerjakan isteri belum mampu mencapai kesempurnaan, namun pujian, sanjungan dan rasa terimakasih suami akan memberikan motivasi kepadanya untuk lebih baik dalam bekerja dan bersemangat dalam beraktivitas.

  • Sering berselisih dan bertengkar dengan isteri:

Yang namanya pernikahan sulit untuk lepas dan bersih dari perselisihan, karena dalam pernikahan mengumpulkan antara dua orang yang berbeda latar belakang, sifat, karakter dan pemikirannya. Namun demikian bukan berarti hal tersebut menjadi sebab seseorang dengan mudahnya untuk bertengkar dengan isterinya, akan tetapi hendaknya ia lebih berusaha untuk meredam perselisihan dan perbedaan dalam keluarga serta mencari solusi yang terbaik bagi mereka.

  • Lama mendiamkan dan meninggalkan isteri tanpa sebab:

Memang adakalanya seseorang butuh untuk mendiamkan isterinya untuk beberapa saat, bahkan hal tersebut diperbolehkan dalam Islam, namun hal tersebut tidak boleh berlebihan.

Diantara perkara yang membantu untuk menunaikan hak isteri dan mendatangkan kebahagiaannya serta menghilangkan kesedihan adalah sebagai berikut:

  1. Memberikan kepada isteri kesempatan untuk ikut serta melakukan sebagian pekerjaan suami. Dimana seorang suami meminta isteri untuk melakukan berbagai perkara walaupun ringan, sehingga suami mendapatkan bantuan isteri dan menyibukkannya dengan perkara yang bermanfaat.
  2. Mengingatkan isteri keutamaan bersabar dan memohon pahala dari Alloh. Terlebih apabila seorang suami adalah pelaku dakwah, orang yang menegakkan amar ma`ruf nahi mungkar, atau seorang penuntut ilmu, atau orang yang sibuk menulis dan menyusun buku dan lain sebagainya. Seorang isteri diingatkan akan keutamaan bersabar bersamanya dan mengharapkan pahala dari Alloh dari kekurangan seorang suami dalam menunaikan haknya, dan disampaikan kepadanya bahwa ia sama-sama mendapatkan pahala jika ia turut membantu dalam berbagai kebajikan.
  3. Memberikan pujian kepada isteri: Memuji akan kesabaran isteri dan pandainya dia mengatur segala urusan adalah perkara yang dibutuhkan dalam mewujudkan kebahagiaan rumah tangga.
  4. Meminta maaf kepada isteri apabila seorang suami kurang memenuhi hak isteri: Hal tersebut seperti halnya jika seorang suami terlambat pulang ke rumah, atau terlalu sibuk dalam waktu yang lama, atau suatu kondisi menyebabkannya jauh dari rumah dan lain sebagainya. Alangkah baiknya seorang suami selain meminta maaf kepada isteri juga memberikan hadiah kepada isteri.
  5. Membantu isteri melakukan sebagian pekerjaan rumah: Terlebih apabila seorang isteri memiliki banyak pekerjaan.
  6. Kurang terbiasa untuk berhias untuk isteri: Agama islam adalah agama yang memberikan keadilan, ketika seorang isteri dituntut agar berhias untuk suaminya maka seorang suami pun berkewajiban untuk berhias untuk isterinya, bukan hanya berhias ketika hendak keluar rumah. Alloh berfirman:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (QS. Al-Baqoroh: 228).

Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat ini berkata: “Sungguh aku suka berhias untuk isteri sebagaimana aku suka isteri berhias untukku, karena Alloh berfirman:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (QS. Al-Baqoroh: 228).[15]

Dan berikut ini diantara kesalahan-kesalahan isteri:

  1. Berlebihan dalam mencari kesempurnaan:

Sebagian wanita tenggelam dalam khayalan, dan berlebihan dalam menuntut kesempurnaan. Ia kira bahwa pernikahan adalah Surga Firdaus yang tidak kepayahan, keletihan dan perkara-perkara yang berat. Ia mengira bahwa pernikahan sudah pasti tidak ada berbagai hal yang menyulitkan dan tidak ada berbagai permasalahan.

Sehingga tatkala seorang wanita membayangkan berbagai kesenangan dan kesempurnaan semata dalam dalam sebuah pernikahan kemudian ia menjumpai berbagai problem dan permasalahan serta hal-hal yang memayahkan maka ia belum memiliki persiapan sama sekali sehingga yang terjadi adalah problem yang lebih besar dari masalah yang ada.

Hal yang demikian itu bisa jadi diantara faktornya adalah kebiasaan seorang wanita semasa remaja dalam keadaan serba kecukupan, semua yang diinginkan selalu terpenuhi tanpa melakukan sedikitpun jerih payah. Orang tua selalu memanjakannya dengan materi yang melimpah tanpa pengarahan yang benar dan cukup dan kurangnya pendidikan agama serta pemahaman mengenai hakikat hidup dalam jalinan pernikahan.

  1. Diantara kesalahan seorang isteri adalah kurang perhatian terhadap orang tua suami:

Seorang suami kewajibannya adalah memberikan hak kepada isteri dan memuliakannya. Namun demikian bukan berarti ia terhalang untuk berbagi kasih dan penghormatan kepada orang tua. Bahkan sekalipun ia telah menikah kewajiban bakti kepada orang tua tidak boleh berubah. Apalagi jika orang tua menginginkan untuk tinggal bersamanya atau seorang suami karena berbagai kondisi menyebabkannya harus tinggal bersama ornag tua. Oleh karenanya seorang isteri harus membantu suaminya untuk mewujudkan baktinya kepada orang tua dan memberikan kenyamanan dan ketenangan kepada orang tua suami.

Namun tidak sedikit isteri yang tidak memahami hal tersebut, iapun tidak mau jika perhatian suami terbagi untuk orang lain sekalipun untuk orang tua suami sendiri. Seringkali seorang isteri tidak mengindahkan nasihat orang tua suami, tidak peduli dengan ucapan dan kondisi mereka, tidak memahami perasaan mereka, bahkan tidak jarang ia menyakiti mereka dengan perkataan maupun perbuatannya.

Seorang isteri seharusnya faham bahwa ketaatannya kepada suami menuntutnya untuk hormat kepada orang tua suami. Tatkala ia mampu mengambil hati orang tua suami maka sesungguhnya ia telah menambah rasa cinta suami kepadanya begitupun sebaliknya, jika ia menyakiti orang tua suami maka sesungguhnya ia telah menanam benih kebencian suami kepadanya. Hal inilah diantara perkara yang menimbulkan prahara rumah tangga.

  1. Seorang isteri kurang memperhatikan dirinya dan tidak berhias untuk suaminya:

Seringkali seorang isteri tidak mempedulikan keindahan dan kebersihan dirinya ketika di rumah dengan anggapan hanya penghuni rumah sendiri yang melihatnya. Namun sebaliknya ketika hendak bepergian maka seorang wanita mempercantik diri sedemikian rupa lengkap dengan aksesorisnya yang bermacam-macam disertai olesan minyak wangin yang sedemikian kuat menusuk hidung setiap orang yang dilaluinya atau berdekatan dengannya. Subhanalloh, maka dengan tanpa ia sadari ia menganggap bahwa keindahannya yang paling sempurna hanyalah untuk orang lain, adapun suami maka cukup dengan kondisi yang seadanya saja.

Jika demikian itu kondisi seorang wanita, maka tidak menutup kemungkinan kemelut rumah tangga akan bermunculan dengan berbagai faktor dan jenisnya.

  1. Tidak pandai memilih kata-kata saat berbicara dengan suami:

Kita dapati seorang wanita pandainya bukan main kalau berbicara dengan suaminya walau tidak banyak manfaat yang bisa diambil darinya. Jika dinasihati maka banyak alasan-alasan yang dikemukakan untuk membenarkan kesalahannya walau terlihat mengada-ada dan dipaksakan. Dan jika berbicara atau memanggil suaminya maka tak ubahnya seperti ia berbicara dan memanggil orang yang lebih rendah darinya.

    5. Banyak mengeluh dan kurang bersyukur:

Tidak jarang seorang wanita yang menampakkan kemarahan dan keluh-kesahnya ketika ditanya atau berbicara mengenai kondisinya bersama dengan suami. Sehingga yang nampak adalah bahwa suaminya adalah seburuk-buruk orang dalam memperlakukan isterinya.

Jika suami memberikan hadiah kepadanya maka ia menganggapnya remeh dan tak bernilai, kemudian membandingkannya dengan wanita lain yang diberi hadiah suaminya dengan nilai yang lebih besar dan lebih berharga dari pemberian suaminya. Maka wanita yang seperti ini akan senantiasa dalam kesempitan hati dan ketidakpuasan yang berlarut. Jika ia adalah orang yang diberi sifat qona`ah niscaya ia akan merasa ceria dan bahagia atas semua pemberian suaminya sekecil apapun.  

Coba kita perhatikan sabda Rosululloh berikut ini, beliau bersabda:

رَأَيْتُ النَّارَ وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءُ، قَالُوْا لِمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قاَلَ: يَكْفُرْنَ العَشِيْرَ وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

“Aku telah melihat neraka, aku lihat penghuninya yang terbanyak adalah para wanita.” Para sahabat bertanya: “Kenapa wahai Rosululloh?” Beliau menjawab: “Karena mereka durhaka kepada suami, dan mengingkari kebaikan. Sekiranya engkau berbuat baik kepada salah seorang diantara mereka selama satu abad kemudian ia melihat sesuatu yang kurang disenangi darimu maka ia berkata: “Aku tidak mendapati kebaikan darimu sama sekali.”[16]

Rosululloh n juga berkata dalam  hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, dimana beliau bersabda:

لَا يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ زَوْجَهَا وَ هِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ

Alloh tidak akan melihat seorang wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya sementara ia tidak bisa merasa cukup darinya.” [17]

  1. Suka mengungkit pemberian:

Adakalanya seorang isteri membantu suaminya dan mengurusnya serta mengurus kedua orang tuanya, namun ia adalah wanita yang suka mengungkit pemberian dan kebaikan. Seringkali ia mengingatkan suaminya akan kebaikan dan keutamaannya sehingga yang demikian itu menyakiti hati suami dan terasa merendahkan dirinya. Mengungkit kebaikan yang telah diberikan bukanlah akhlak yang mulia, oleh karena itu seorang isteri sangat layak untuk menjauhi sifat tersebut.

Alloh telah melarang dari mengungkit pemberian, Alloh berfirman yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” (QS. Al-Baqoroh: 264).

Telah diriwayatkan dari Abu Dzar dari Nabi n beliau bersabda: “Ada tiga golongan yang tidak akan Alloh ajak bicara pada hari kiamat, tidak Alloh lihat serta  tidak pula Alloh sucikan dan baginya adzab yang pedih.”

Kemudian Rosululloh n membaca ayat tersebut sebanyak tiga kali. Abu Dzar berkata: “Sungguh celaka mereka, siapakah mereka wahai Rosululloh?” Beliau menjawab: “Orang yang memanjangkan pakaiannya menutupi mata kaki, orang yang mengungkit pemberian, orang yang menjual barangnya dengan sumpah dusta.” [18]

Dan telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata: “Tidak akan sempurna perbuatan ma’ruf kecuali dengan tiga perkara: “Menyegerakannya, menganggapnya kecil, dan menutupinya. Apabila seseorang menyegerakannya maka ia akan merasa nyaman, dan apabila ia menganggapnya kecil maka dia akan memperbesarnya, dan apabila ia tutupi amal kebajikan tersebut maka ia akan menyempurnakannya. ” [19]

  1.  Suka berbuat nusyuz (melawan dan membangkang kepada suami):

Pembangkangan seorang isteri ada banyak macamnya, semua itu masuk dalam kedurhakaan dan keluar dari ketaatan kepada suami.  Diantara sikap keluar dari ketaatan kepada suami adalah sebagai berikut:

7.1.  Enggan menyambut seruan suami jika mengajaknya ke tempat tidur.

7.2. Mengkhianati suami dengan menjalin hubungan khusus dengan orang lain.

7.3. Memasukkan orang yang tidak disukai suami ke dalam rumahnya.

7.4. Lalai dalam melayani suami.

7.5. Menghamburkan harta yang diberikan suami dalam perkara yang tidak baik.

7.6. Menyakiti suami dengan perkataan, celaan, dan cacian.

7.7. Keluar rumah tanpa seizin suaminya.

7.8. Menyebarkan rahasia suami.

Ibnu Qudamah berkata: Arti nusyuz adakah durhaka kepada suami dalam perkara yang Alloh wajibkan untuk ditaati. Nusyuz terambil dari kata An-Nasyz yang artinya meninggi, seolah seorang wanita merasa tinggi terhadap ketaatan yang telah Alloh wajibkan atas dirinya. Jika nampak tanda-tanda nusyuz seorang isteri seperti merasa berat dan membantah jika dipanggil, dan tidak datang kepada suami kecuali dalam dengan rasa tidak suka maka seorang suami memberikan nasihat kepadanya

Semoga kita selaku kaum muslimin yang telah ataupun akan mengarungi bahtera rumah tangga mendapat bimbingan Alloh untuk bisa menghadapi segala rintangan dan badai yang menerjang dengan baik, dan dihindarkan dari perpecahan dalam rumah tangga. Sebagaimana kita memohon kepada Alloh agar menjadikan keluarga kaum muslimin adalah keluarga yang dipenuhi rasa saling kasih sayang dan melahirkan genarasi muslim yang kuat iman dan ketakwaannya kepada Alloh.

[1] Diriwayatkan oleh Bukhori (9/ 132) Fathul Bâri, dan Muslim (1466).

[2]Diriwayatkan oleh Ahmad 4/ 246, Tirmidzi (1087) dan beliau nyatakan sebagai hadits hasan, serta Hakim (2/165), beliau mengatakan: “Hadits ini shohih berdasarkan syarat Bukhori dan Muslim, dan hal itu disepakati oleh Imam Dzahabi.

[3] Diriwayatkan Muslim (1426)

[4] Diriwayatkan oleh Muslim (1426).

[5] Diriwayatkan oleh Ahmad (1/ 40), Abu Daud (2106), Tirmidzi (1114), beliau mengatakan bahwa hadits tersebut derajatnya hasan shohih. Diriwayatkan pula oleh Hakim (2/ 176).

[6] Diriwayatkan oleh Abu Daud (2117), Baihaqi (7/232), serta Hakim (2/ 182), beliau mengatakan bahwa hadits tersebut shohih berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim, dan hal tersebut disekapati oleh Dzahabi.

[7] Diriwayatkan Bukhori (Fathul Bâri 8/ 126).

[8] Diriwayatkan oleh Bukhori (Fathul Bâri 8/ 126).

[9] Diriwayatkan oleh Bukhori (9/ 295), dan Muslim (1026).

[10] Nusyuz: yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. Nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya.

[11] Diriwayatkan oleh Bukhori (9/ 295), dan Muslim (1026).

[12] Diriwayatkan oleh Abu Daud (3/ 91), Tirmidzi (4/ 208) dan  yang lainnya.

[13] Diriwayatkan oleh Ahmad 4/ 446, Abu Daud (2142), Ibnu Majah (1850) serta hakim (2/ 187), beliau menshohihkannya dan telah disepakati oleh Dzahabi.

[14] Dinyatakan shohih oleh Syaikh Albani dalam Shohîhul Jâmi` 3052.

[15] Tafsîr Ibnu Katsir: 1/ 238).

[16] Diriwayatkan oleh Bukhori (29) dan Muslim (907).

[17] Diriwayatkan oleh Nasai dalam Al-Kubro (9135-9136), Baihaqi 7/ 294, Hakim 3/ 78. Ia katakan bahwa hadits tersebut sanadnya shohih. Dan dishohihkan oleh Albani dalam Silsilah Al-Ahâdîtsish Shohîhah (289).

[18] Diriwayatkan oleh Muslim (106).

[19] ‘Uyunul Akhbâr, (4/ 177).

Refrensi: Diambil dari Artike Majalah Lentera Qolbu

 

Baca juga Artikel berikut:

MAHABBATULLAH CINTA KEPADA ALLAH

ADA APA DENGAN CINTA PADA SANG IBU.?

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.