Ingin Shalat Khusyu’? Sudah Adakah Perasaan Ini dalam Hati Anda?

Agar Shalat Khusyuk

Oleh: Ust. Ahmad Anshori

Kekhusyukan saat mengerjakan sholat adalah dambaan setiap insan mukmin. Khusu’ dalam sholat, memancarkan kedamaian jiwa dan ketenangan hati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

جعلت قُرَّة عَيْني فِي الصَّلَاة

Dijadikan sesuatu yang paling menyenangkan hatiku ada pada saat mengerjakan shalat.”1

Dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala menyebutkan khusyuk adalah tanda orang-orang beriman, calon penghuni surga Firdaus.

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُون.. الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُون

َSesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang khusyuk dalam sembahyangnya.” (QS. Al Mukminun : 1-2)

Lalu Allah berfirman,

أُولَٰئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ.. الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi. Yakni yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Mukminun : 11-12)

Khusyuk menurut para ulama adalah ketenangan hati dan jiwa saat melakukan sholat. Artinya, hatinya tenang tanpa memikirkan sesuatu yang diluar daripada sholat. Lalu ketenangan hati tersebut, terpancar pada anggota badan, sehingga melahirkan sikap yang tenang pula.

Untuk membuatmu merasakan nikmat agung ini, pertama adalah berdoalah memohon kepada Allah taufik, agar Allah mengaruniakan kepada kita, kekhusyukan shalat.

Kemudian hadirkan perasaan dalam hati, bahwa saat anda mengerjakan sholat, anda sedang berdiri di hadapan Allah ‘azza wa jalla. Tuhan seluruh alam. Yang mengetahui hal-hal yang tersembunyi dan yang nampak. Mengetahui bisikan-bisikan dalam jiwamu.

Saat anda berdiri sholat, yakinilah bahwa saat itu anda sedang bermunajat kepada Allah ‘azza wa jalla. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam,

إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي صَلَاتِهِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ أَوْ إِنَّ رَبَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ فَلَا يَبْزُقَنَّ أَحَدُكُمْ قِبَلَ قِبْلَتِهِ وَلَكِنْ عَنْ يَسَارِهِ أَوْ تَحْتَ قَدَمَيْهِ

Sesungguhnya salah seorang di antara kalian apabila berdiri dalam shalatnya, maka ia sedang bermunajat dengan Rabbnya – atau Rabbnya berada antara dia dan kiblat – . Maka, janganlah salah seorang di antara kalian meludah ke arah kiblat. Akan tetapi hendaklah ia meludah ke sebelah kirinya atau di bawah kakinya.”2

Kemudian saat anda membaca surat Al Fatihah, yakinilah bahwa saat itu anda sedang berdialog dengan tuhan anda. Sebagaimana diterangkan dalam hadis Qudsi,

قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ

Allah berfirman, “Aku membagi shalat antara Aku dengan hambaKu, & hambaku mendapatkan sesuatu yang dia pinta“.

Yang dimaksud “sholat” pada hadis ini adalah bacaan surat Al Fatihah. Disebut sholat karena membaca surat Al Fatihah adalah rukun sholat. Tidak sah sholat seseorang tanpa membacanya (Shifatus Sholah, Syaikh Ibnu ‘ Ustaimin, hal. 176).

Allah melanjutkan firmanNya,

فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: { الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ } قَالَ: حَمِدَنِي عَبْدِي

Bila hambaKu membaca “Alhamdulillahirabbil ‘aalamiin” (Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam), Allah menjawab, “HambaKu memujiKu”“.

Bayangkan, saat anda membaca “Alhamdulillahirabbil ‘aalamiin” Tuhanmu dari atas langit ke tujuh menjawab, “HambaKu memujiKu“

وَإِذَا قَالَ: { الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ } قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي وَإِذَا قَالَ: { مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ } قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي فَإِذَا قَالَ: { إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } قَالَ هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ: { اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ } قَالَ هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ

Jika hamba tersebut mengucapkan, “Arrahmaanirrahiim.” (Yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang) Ku-jawab, “HambaKu memujiKu lagi”

Jika hamba-Ku mengatakan: “Maaliki yaumiddiin ” (Penguasa di hari pembalasan), Ku-jawab, “Hamba-Ku menyanjung-Ku.”

Dia juga berfirman, “HambaKu menyerahkan urusannya kepadaKu.”

Jika hamba-Ku mengatakan: “Iyyaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin” (hanya kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami meminta tolong). Ku-jawab,” Inilah batas antara Aku dan hamba-Ku, dan baginya apa yang dia minta…”

Jika hamba-Ku mengatakan: “Indinas Shiraatal mustaqiim. Shiraatal ladziina an-‘amta ‘alaihim ghairil mafhdhuubi ‘alaihim waladh dhzaalliiin..” (Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat. Bukan jalan orang-orang yang Kau murkai dan bukan jalan orang-orang yang sesat), Ku-jawab, “Inilah bagian hamba-Ku, dan baginya apa yang dia minta.” (HR. Muslim no. 598).

Maka sholat adalah saat-saat dimana seorang hamba berinteraksi dengan Rabbnya. Dan tidak didapati keutamaan semacam ini dalam ibadah-ibadah lain kecuali dalam sholat. Yaitu keadaan di mana Tuhanmu menjawab setiap bacaan Alfatihah mu: Hamba-Ku memuji-Ku… HambaKu menyanjung-Ku.

Pesan semacam ini bila kita hadirkan dalam hati kita ketika sholat, sungguh akan sangat membantu untuk khusyu. Akantetapi kita sering lalai -semoga Allah mengampuni kita-. Sehingga bacaan Al Fatihah, seperti lalu begitu saja. Tidak ada perasaan bahwa saat itu Robb semesta alam sedang menjawab setiap bacaannya.

Para salafussholih dahulu, merasa bahwa sholat begitu agung di mata mereka. Karena saat sholat lah, Allah ‘azza wa jalla berinteraksi dengan hambaNya. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi rahimahullah, bahwa Ali bin Husen rahimahullah, ketika berwudhu wajah beliau berubah menjadi pucat. Kerabatnya lantas menanyakan hal ini kepadanya, “Apa yang membuat wajahmu berubah seperti ini ketika berwudhu?” Beliau menjawab,”

أتدرون بين يدي من أقوام؟

Tahukah kamu! Di hadapan siapa saya akan berdiri..?!”

Kemudian ketika sujud, adalah saat-saat dimana seorang hamba begitu dekat dengan Tuhannya. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

Keadaan paling dekat seorang hamba dari Rabbnya adalah ketika dia sujud. Maka perbanyaklah doa (saat sujud)” 3

Ini menunjukkan bahwa saat sholat adalah keadaan yang begitu dekat antara hamba dengan tuhannya. Saat berdiri, adalah keadaan dia bermunajat dengan tuhannya. Kemudian saat sujud adalah keadaan terdekat antara dia dengan penciptanya. Maka cukuplah ini sebagai alasan untuk menghadirkan rasa khusyuk anda, saat sholat.

***

Suruh, Salatiga, 30 Rabiul Awwal 1437 H

 

1 HR. An-Nasaa`i dan Ahmad dan selain keduanya. Hadits shahih.

2 HR. Bukhari dan Muslim.

3 HR. Muslim.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.