Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Iman Kepada Hari Akhir

Definisi hari akhir:

Hari akhir yang dalam bahasa arab disebut Al-Yaumul Akhir adalah hari kiamat, disebut hari akhir karena merupakan hari setelah kehidupan di dunia yang tidak ada lagi hari setelah itu, disebut Yaumul Qiyamah (hari kiamat), karena pada waktu itu manusia berdiri menghadap Alloh Robb semesta alam. Hari akhir ini diawali dengan kematian, bahkan kematian itu sendiri disebut al-Qiyamatus Shugra.

Jadi beriman pada hari akhir seperti yang disebutkan oleh Syaikh Al-Hakami adalah: Membenarkan dengan sebenarnya akan kedatangan hari kiamat, dan beramal sesuai dengan tuntutannya. Termasuk di dalamnya iman terhadap tanda-tanda kiamat yang pasti terjadi sebelumnya, juga kematian dan segala peristiwa yang terjadi setelahnya.[1]

            Nama-Nama hari kiamat [2]:

Ada sebagian ulama yang menyebutkan nama-nama hari kiamat sampai lima puluh, sebagaimana dilakukan oleh imam al-Qurthubi, bahkan Ibnu Katsir menyebutkan sampai delapan puluh, di antara nama-nama itu yang lebih dikenal adalah sebagai berikut:

  1. As-Sâ’ah 2. Yaumul Qiyâmah 3. Yaumul Wa`îd   4. Yaumud Dîn   5. Yaumul Hasroh   6. Ad-Dârul   Âkhiroh   7. Yaumut Tanâd   8. Yaumul Jam`i   9. Yaumul Fashli   10. Yaumul Hisâb   11. Yaumul Khulûd   12. Yaumul Khurûj   13. Yaumut Taghôbun   14. Yaumut Talâq   15. Yaumul Âzifah   16. Al-Âzifah   17. Al-Wâqi`ah   18. Al-Hâqqoh   19. Al-Qôri`ah   20. At-Tâmmatul Kubro   21. Ash-Shôkhkhoh   22. Yaumul Ba`tsi   23. Al-Ghôsyiyah.

Mengingkari hari kebangkitan[3]:

Orang-orang kafir mengingkari kebangkitan setelah kematian, serta segala peristiwa yang terjadi setelahnya, dengan alasan bahwa hal itu tidak mungkin setelah mereka menjadi tulang dan tanah, sebagaimana Alloh kisahkan dalam Al-Qur`an:

قَالُوا أَإِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَإِنَّا لَمَبْعُوثُونَ

Mereka berkata: Apakah kami setelah mati dan setelah menjadi tanah (kami akan kembali lagi)?, itu adalah suatu pengembalian yang tidak mungkin”. (QS. Qôf: 3).

Dalam ayat lain Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ

“Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa”. (QS. Al-Jâtsiyah: 24).

Tidak diragukan bahwa, argumentasi mereka terbantahkan oleh syariat, indra dan akal:

Secara syariat, Alloh berfirman:

زَعَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ لَنْ يُبْعَثُوا قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ وَذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

“Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: “Memang, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. Yang demikian itu adalah mudah bagi Alloh”. (QS. At-Taghôbun: 7).

Secara indra kita dapatkan Alloh menampakkan kepada sebagian hamba-Nya bagaimana Alloh menghidupkan manusia yang sudah mati, seperti Alloh mematikan kaum Nabi Musa, kemudian menghidupkannya kembali.

Secara akal:

  1. Alloh mampu menciptakan makhluk padahal sebelumnya tidak ada, tentunya mampu untuk mengembalikannya lagi pada kesempatan lain, Alloh berfirman:

وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ وَلَهُ الْمَثَلُ الْأَعْلَى فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. Dan bagi-Nya-lah sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Ar-Rûm: 27).

  1. Bumi dalam keadaan mati, kering dan keras tanpa tumbuhan hijau, lalu turunlah hujan membasahi bumi dan menyebabkan tumbuhnya beragam tumbuhan, Alloh yang menjadikan bumi itu hidup, tentunya mampu untuk menghidupkan manusia yang sudah mati, Alloh berfirman:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الْأَرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِ الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Dan di antara tanda-tanda-Nya (ialah) bahwa kau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya, pastilah dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Fushshillat: 39).

            Kedudukan iman kepada hari akhir:

Iman kepada hari akhir memiliki kedudukan yang penting dalam agama Islam, di antaranya:

  1. Ia merupakan salah satu rukun iman yang enam.
  2. Banyak disebutkan dalam Al-Qur`an.
  3. Sering digandengkan dengan iman kepada Alloh.
  4. Banyak pujian bagi orang yang beriman dan celaan bagi orang kafir terkait dengan iman terhadap hari akhir.
  5. Banyaknya tulisan yang membahas tentang hari kiamat.
  6. Banyaknya nama untuk hari akhir.
  7. Buah yang tumbuh akibat beriman kepada hari akhir.

Bagaimana iman terhadap hari akhir[4]:

Iman kepada hari akhir adalah membenarkan kedatangannya, juga hikmah yang terkandung di dalamnya sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah. Beriman kepada hari akhir menuntut untuk beriman kepada perkara-perkara yang berkaitan dengannya, diantaranya sebagai berikut:

  1. Iman terhadap datangnya malaikat bagi orang yang sakarotul maut, bagaimana ruh itu dicabut dan dibawa pergi oleh malaikat.
  2. Keyakinan terhadap fitnah kubur (pertanyaan dalam kubur).
  3. Keadaan seorang mayit dalam kubur, hubungan ruh dengan jasad, demikian pula dalil tentang kenikmatan orang yang beriman, dan siksaaan bagi orang yang sesat.
  4. Tanda-tanda kiamat, yang besar maupun yang kecil.
  5. Kebangkitan manusia dari kubur (Al-Ba`tsu).
  6. Manusia dikumpulkan di satu padang mahsyar (Al-Hasyr).
  7. Perhitungan amal (Al-Hisab).
  8. Catatan amal, dan bagaimana manusia mengambil buku catatan amal tersebut.
  9. Timbangan amal.
  10. Telaga dan sifatnya, orang yang bisa mendekatinya dan yang diusir darinya.
  11. Jembatan (shirat), dan keadaan manusia yang melewatinya.
  12. Syafa’at dengan beragam macamnya.
  13. Iman pada surga dan neraka, juga tentang keadaan penghuni keduanya.

            Buah dan Hikmah adanya hari akhir:

Adanya hari akhir atau kiamat itu memiliki hikmah sebagaimana diisyaratkan oleh sebagian ayat dalam Al-Qur`an, yang di antaranya firman Alloh sebagai berikut:

لِيُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي يَخْتَلِفُونَ فِيهِ وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّهُمْ كَانُوا كَاذِبِينَ

“Agar Alloh menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu, agar orang-orang kafir itu mengetahui bahwasanya mereka adalah orang-orang yang berdusta”. (QS. An-Nahl: 39).

Kemudian di antara buah beriman kepada hari akhir adalah:

  1. Merupakan ibadah kepada Alloh.
  2. Menambah keimanan.
  3. Menumbuhkan rasa takut (khauf) dan rasa harap (roja).
  4. Ilmu tentang keutamaan Alloh, keadilan dan sifat hikmahnya.
  5. Berimbang dalam keadaan senang maupun sulit, maksudnya iman pada hari akhir akan menumbuhkan rasa syukur sehingga tidak berlebihan menyikapi rasa senang, demikian pula menumbuhkan rasa sabar sehingga bisa menyikapi musibah dengan baik.
  6. Tumbuhnya akhlaq yang mulia, karena akhlaq tidak akan tumbuh dengan baik kecuali dengan adanya pendorong, dan iman kepada Alloh juga hari akhir di antara pendorong yang kuat untuk tumbuhnya akhlaq yang baik, nabi bersabda dalam hadits shahih riwayat al-Bukhari:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

Barang siapa beriman kepada Alloh dan hari akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya, barang siapa beriman kepada Alloh dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barang siapa beriman kepada Alloh dan hari akhir, maka katakanlah yang benar atau diam.

  1.  Hiburan bagi seorang mukmin yang luput akan sebagian nikmat dunia.

Kematian dan Al-Barzakh

Di antara bagian dari iman kepada hari akhir adalah iman terhadap kematian dan segala macam yang berkaitan dengannya:

Hakikat kematian

Kematian (Al-Maut) adalah lawan kata dari kehidupan (Al-Hayat), kematian adalah terputusnya hubungan ruh dengan badan, hal itu sebagaimana dinyatakan oleh Imam Qurthubi[5].

Kematian itu datang tiba-tiba, Imam Qurthubi berkata: “Semua umat sepakat bahwa kematian itu tidak dibatasi dengan usia, waktu dan penyakit tertentu, hal itu agar manusia senantiasa menyiapkan diri untuk menghadapinya”.[6]

Kematian pun disebut aA-Qiyamatus Shugro, beberapa orang dari kalangan badui datang kepada Nabi, mereka bertanya tentang kiamat, lalu Nabi memandang kepada salah seorang yang paling kecil seraya berkata:

إِنْ يَعِشْ هَذَا لَا يُدْرِكْهُ الْهَرَمُ حَتَّى تَقُومَ عَلَيْكُمْ سَاعَتُكُمْ

“Jika dia masih hidup, maka tidak akan tiba masa tua baginya hingga tiba kiamat itu pada kalian “.

Hisyam berkata: yang dimaksud dengan Sa’ah (kiamat) dalam hadits itu adalah kematian.[7]

Adapun perbedaan antara kematian dan wafat, kata wafat itu lebih umum dari maut (kematian), karena wafat itu ada yang shugro (kecil) yaitu tidur, ada juga yang kubra, yaitu kematian itu sendiri.[8]

Al-Barzakh:

Secara bahasa al-barzakh adalah pembatas antara dua perkara.

Adapun secara istilah al-Barzakh adalah kehidupan setelah kematian sampai hari dibangkitkan.

Alloh berfirman:

وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan”. (QS. Al-Mu’minun: 100).

Al-Barzakh artinya adalah dinding.

            Renungan tentang kematian:

Kematian adalah perkara pasti yang mesti menimpa mahluk hidup, bukanlah kematian yang mesti ditakuti, akan tetapi segala hal yang akan muncul setelah itu. Dimana pun kita berada dan kapan pun, maka kematian itu akan tiba, Alloh berfirman:

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ

“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh”. (QS. An-Nisâ’: 78).

Dalam sebuah riwayat diceritakan[9], Nabi Sulaiman sedang duduk-duduk di waktu Dhuha beserta menterinya, tiba-tiba datanglah seseorang kepada mereka berdua, pandangannya begitu tajam menatap sang menteri, setelah orang itu pergi, sang menteri bertanya: “Wahai Nabi Alloh, Siapakah dia begitu tajam menatapku?” Jawab Nabi Sulaiman: “Ia adalah malaikat maut” Sang menteri berkata: “Wahai Nabi Alloh, aku sangat takut kepadanya, maka kirimlah aku ke negeri India dengan angin”, akhirnya Nabi Sulaiman pun memenuhi permintaannya. Keesokan harinya malaikat itu datang kembali kepada Nabi Sulaiman, Nabi Sulaiman berkata kepadanya: “Engkau telah menjadikan ia takut, kenapa kau pandang dia dengan pandangan yang tajam?” Jawabnya: “Aku diperintahkan oleh Alloh untuk mencabut nyawanya setelah zhuhur di India, sementara ia masih bersamamu di waktu dhuha, akan tetapi kau kirim ia ke India sehingga aku mencabut nyawanya di sana”.

Kita tidak tahu kapan dan dimana kita akan mengakhiri kehidupan dunia, akan tetapi yang penting bagi kita adalah apa yang disabdakan oleh Nabi n :

كُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ

            “Setiap orang akan dimudahkan untuk apa ia diciptakan”.[10]

Jika seseorang diciptakan untuk ahli surga, maka ia akan dimudahkan segala jalan dan amal yang mengantarkannya ke surga.

Kematian adalah kepastian yang diyakini, tapi ia seakan tidak ada ketika ditempa oleh angan-angan belaka, angan-angan dunia yang tidak akan pernah berakhir, semakin dunia itu dikejar, semakin pula ia menjauh, semakin dunia dimiliki semakin pula seseorang itu haus kepadanya.

Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Alloh), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. Al-Jumu`ah: 8).

Menjelang kematian manusia terbagi menjadi dua, ada yang ingin berjumpa dengan Alloh sehingga Alloh pun ingin berjumpa dengannya, ada juga yang tidak ingin berjumpa dengan Alloh, maka Dia pun demikian.

Abu Hurairah pernah menangis ketika sakit, lalu beliau ditanya: “Kenapa engkau menangis?” jawab beliau: “Sungguh aku tidak menangis karena dunia kalian, akan tetapi aku menangis karena panjangnya perjalananku ini, sedikitnya bekalku, dan aku ada dalam tangga, yang aku tidak tahu kemana nasibku nanti, ke surgakah atau ke neraka”.[11]

Demikianlah sedikit ulasan mengenai hari akhir dan yang berhubungan dengannya sebelum terjadinya kiamat tersebut. Semoga Alloh menjaga kita serta keimanan kita dan mewafatkan kita dalam keadaan husnul khôtimah.

Sumber: Majalah Lentera Qolbu Edisi 05 Tahun 04

           

[1]     A`lâmus Sunnah Al-Mansyûroh karya Al-Hakami hal: 65, lihat pula Al-Imân bil Yaumil Akhir, hal. 4 karya Muhammad bin Ibrohim Al-Hamd hal. 3.

[2]     Al-Imân bil Yaumil Akhir, hal. 4 karya Muhammad bin Ibrohim Al-Hamd.

[3]     Lihat Mâdatul Aqîdah lits Tsanawi, hal: 77, karya beberapa guru spesialits akidah, dicetak oleh Girots lin Nasyri wat Tauzi`

[4]     Arkanul Iman karya Abdulloh bin Sholih

[5]     At-Tadzkiroh hal: 4, lihat Al-Imân bil Yaumil Akhir, hal: 18 karya Muhammad bin Ibrohim Al-Hamd.

[6]     At-Tadzkiroh hal: 10, lihat Al-Imân bil Yaumil Akhir, hal: 18 karya Muhammad bin Ibrohim Al-Hamd.

[7]     Hadits riwayat Imam Bukhori dan Muslim dari Hisyam, dari bapaknya, dari Aisyah.

[8]     Lihat al-Qiyamatus Shugro karya Dr Sulaiman Al-Asyqor.

[9]     Syaikh Abdurrohman As-Suhaimi berkata: Cerita ini disebutkan oleh sebagian ahli tafsir sebagai hikayat dari Syahr bin Hausyab, dan termasuk ke dalam riwayat yang boleh diceritakan sebagaimana hadits Nabi: “Ceritikanlah dari Bani Israil…” (hadits riwayat Al-Bukhori). Cerita ini pun dibawakan oleh Syaikh Aal-Muhaddits Abu Ishaq Al-Huwaini dalam sebagian ceramahnya.

[10]   Hadits riwayat Bukhori dari Imron.

[11]   Hilyatul Auliya’ karya Abu Nu`aim Al-Asbahani.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.