Hizbiyyah Dikenal Untuk Dijauhi – Allah ‘Azza wajalla tidak akan menghancurkan umat ini dengan sebab musuh-Nya, meskipun penduduk di muka bumi bersatu padu menghancurkannya. Ini merupakan Rahmat Allah ‘Azza wajalla yang agung kepada umat Islam.
Akan tetapi, tatkala terjadi perpecahan di dalam tubuh umat Islam, itulah saat kehancuranya. Sebagai mana di dalam hadits yang di riwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam shohihnya.
Munculnya hizbiyyah yang memecah belah umat merupakan tanda dicabutnya Rahmat Allah ‘Azza wajalla dari kaum Muslimin dan sekaligus tanda datangnya azab yang menghancurkan mereka.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Dan tidaklah para pemimpin mereka berhukum dengan kitabullah melainkan Allah akan menimpakan permusuhan diantara mereka” (HR. Ibnu Majah, dll)
Sejarah membuktikan begitu pedihnya musibah yang dialami oleh kaum Muslimin dengan sebab penyakit-penyakit Hizbiyyah ini, sejak munculnya kelompok Khawarij yang menyulut fitnah perpecahan di dalam tubuh kaum Muslimin yang mengakibatkan tertumpahnya darah-darah kaum Muslimin sejak zaman khalifah Utsman bin Affan Rodhiallahu’anhu hingga titik ini.
Hizbiyyah dalam tubuh umat ini semakin menjadi seiring dengan penjajahan orang-orang kafir eropa terhadap negeri-negeri kaum Muslimin baik secara politis maupun secara ideologis.
Ketika para penjajah angkat kaki dari negeri-negeri kaum Muslimin, mereka tinggalkan duri-duri hizbiyyah yang tertancap kuat di tubuh kaum Muslimin: Hizbiyyah kesukuan, Hizbiyyah kebangsaan, Hizbiyyah peradaban nenek moyang, dan Hizbiyyah-Hizbiyyah jahiliyah lainnya.
Keadaan menjadi semakin runyam disaat kaum Muslimin mengadopsi sistem demokrasi, demokrasi menyuburkan segala bentuk Hizbiyyah dalam wujud partai-partai yang selain berseru partai-partai ini memiliki nama, julukan-julukan, metode-metode, dan simbol-simbol yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Setiap anggota partai memberikan loyalitas Mutlaq kepada setiap orang yang loyal kepada partai mereka. Di sisi lain mereka menjauhi bahkan memusuhi orang-orang yang menyelisihi partai mereka dan tidak bernaung di bawah panji-panji mereka.
HAKIKAT HIZBIYYAH
Abu Husein Ahmad bin Faris Rohimahullah (wafat tahun 395 H) berkata :
“Ha’, Za’, Ba’ ” adalah pokok yang satu, yaitu berkumpulnya sesuatu. Dari hal itu Al Hizb : sekelompok dari manusia.
Ibnul A’robi Rohimahullah (wafat pada tahun 231 H) berkata: “Al Hizb : sekelompok manusia (tahdzibul lughoh oleh Al Azhari 4/2017 terbitan darul Ihya, Turots al ‘Arobi cetakan pertama 2001 M).
Sedangkan dalam al-Qur’an lafadz al Hizbu mengandung beberapa makna :
- Bermakna kumpulan orang yang masing-masing berbeda mazhab, ajaran, dan agamanya, Allah Subhanallahu wata’ala berfirman:
مِنَ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَانُوْا شِيَعًا ۗ كُلُّ حِزْبٍۢ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ
Artinya: “Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar-Rum (30) : 32)
- Bermakna pasukan setan, Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
اِسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطانُ فَاَنْساهُمْ ذِكْرَ اللّٰهِ ۗ اُولٰۤئِكَ حِزْبُ الشَّيْطانِۗ اَلَآ اِنَّ حِزْبَ الشَّيْطانِ هُمُ الْخاسِرُوْنَ
Artinya: “Mereka itulah adalah pasukan setan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya pasukan setan itulah yang merugi.” (QS. Al-Mujadilah (58) : 19)
- Bermakna tentara Allah, Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُّؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ يُوَاۤدُّوْنَ مَنْ حَاۤدَّ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهُ وَلَوْ كَانُوْٓا اٰبَاۤءَهُمْ اَوْ اَبْنَاۤءَهُمْ اَوْ اِخْوَانَهُمْ اَوْ عَشِيْرَتَهُمْۗ اُولئِكَ كَتَبَ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الْاِيْمَانَ وَاَيَّدَهُمْ بِرُوْحٍ مِّنْهُ ۗ وَيُدْخِلُهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خالِدِيْنَ فِيْهَاۗ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُۗ اُولٰۤئكَ حِزْبُ اللّٰهِ ۗ اَلَآ اِنَّ حِزْبَ اللّٰهِ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Artinya: “Mereka itulah tentara Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya tentara Allah itu adalah golongan yang beruntung.” (QS. Al -Mujadilah {58} : 22) (lihat Bashoir Dzawi Tamyiz fi Lathoifil Kitabil ‘aziz oleh Fairuz Abadi : 1/664 Maktabah Syamilah)
Syaikh Shoifurrahman al-Mubarakfuri Hafidzohullah berkata:
“Al-Hidzbu secara Bahasa adalah sekelompok manusia yang berkumpul karena kesamaan sifat atau maslahat (keuntungan) baik berupa ikatan keyakinan dan iman, atau kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan, atau ikatan daerah, tanah air, suku bangsa dan nasab, atau profesi dan Bahasa, atau perkara-perkara yang semisalnya yang biasanya menyebabkan manusia berkumpul atau berkelompok.” (al-Ahab as-siyasiyyah fil islam hlm. 7 dengan perantaraan ad-Da’wah ilallah hlm. 54)
Adapun hizbiyyah maka dia adalah fanatisme kelompok. Darul ifta’ Mishriyyah berkata:
“Al-Hizb adalah kelompok manusia, sedangkan hizbiyyah adalah taashub (fanatisme) terhadap kelompok.” (Fatawa Darul Ifta’ Mishriyyah 10/220 -Maktabah Syamilah)
HIZBIYYAH DI ARAB SEBELUM ISLAM
Sebelum datangnya Islam di jazirah Arab, ikatan yang mengumpulkan manusia adalah silsilah nasab, lingkup daerah, warna kulit, keahlian dan ketrampilan serta persamaan Bahasa.
Jazirah Arab ditegakkan diatas aturan kekabilahan dan fanatisme kabilah baik di kota-kota maupun di lingkup orang-orang badui (pegunungan dan padang pasir), yang hal itu didalam lingkup kesatuan daerah dan hubungan nasab. Dari sinilah mereka (kabilah-kabilah Arab) berkelompok-kelompok didalam segi kehidupan dibawah kepemimpinan seorang sayyid (penghulu) yang ditaati dengan cara pemilihan atau undian atau kekuatan.
Hizb (kelompok) induk bagi perkumpulan-perkumpulan kabilah ini adalah Quraisy yang memiliki hak siqoyah (memberi minum orang-orang haji), hijabah (penjaga pintu ka’bah), bendera, dan yang selainnya dari kedudukan-kedudukan agama, kelompok dan kemasyarakatan. Meski berserikat dengan selainnya di dalam masalah pembelaan, persaudaraan, pembelaan hak-hak, menepis serangan-serangan musuh dan ast-tsa’r (penuntutan balas).
Maka yang mendominasi mereka adalah ‘ashobiyah (fanatisme) kabilah menghadapi kabilah lainnya, fanatisme suku bangsa menghadapi suku bangsa yang lainnya. Yang hasilnya adalah persaingan, peperangan demi peperangan dan kekacaubalauan.
Ini semua mirip dengan seruan-seruan di negeri-negeri Islam pada hari ini kepada kebangsaan, kesukuan, dan rasialisme. Hanya saja fanatisme yang ada sebelum kenabian lebih unggul dalam segi kejujuran dan kesucian dibandingkan dengan rasialisme hari ini.
ISLAM MENANGKAS SEMUA AKAR HIBIYYAH
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menghilangkan fanatisme-fanatisme kabilah ini dengan mengarahkannya kepada rahmat Islam, persaudaraan iman, dan kalimat takwa.
Dan begitu banyak seruan-seruan kepada hal-hal itu, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
يا اَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهِ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada rabbmu yang tela menciptakan kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan dan banyak, dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namanya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesunguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” (QS. An -Nisa’ {4} :1)
Dan Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
۞ شَرَعَ لَكُمْ مِّنَ الدِّيْنِ مَا وَصّٰى بِهِ نُوْحًا وَّالَّذِيْٓ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ اِبْرٰهِيْمَ وَمُوْسٰى وَعِيْسى اَنْ اَقِيْمُوا الدِّيْنَ وَلَا تَتَفَرَّقُوْا فِيْهِۗ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِيْنَ مَا تَدْعُوْهُمْ اِلَيْهِۗ اَللّٰهُ يَجْتَبِيْٓ اِلَيْهِ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَهْدِيْٓ اِلَيْهِ مَنْ يُّنِيْبُۗ
Artinya: “Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkannya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepada mu, dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah-pecah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki nya dan memberi petunjuk kepada (agama) nya orang yang kembali ( kepada nya).” (QS. Asy -Syuro {42} :13)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengarahkannya kepada persatuan Daulah Islamiyah, dibawah bendera Islam yang merupakan landasan wala’ wal baro’ dibawah pemerintahan syar’I yang satu yang memiliki kekuatan dan pertahanan yang diikat baiat padanya, yang didengan dan ditaati, tidak boleh seorang Muslim menginap di satu malam melainkan berkewajiban berbaiat padanya.
Maka keleurlah semua fanatisme kabilah dan kelompok, jalan-jalannya ditutup oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang tinggal adalah satu ikatan: panji tauhid, dialah landasan wala’ (loyalitas) dan baro’ (kebencian dan permusuhan), kerja sama dan persaudaraan. Karena itulah ketika sebagian sahabat berkata kepada sebagian yang lain pada waktu perang bani mushtholiq” “wahai orang-orang anshor!” berkatalah yang lainnya: “wahai orang-orang muhajirin.” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dengan lantang kepada mereka : “ada apa dengan seruan jahiliyah itu?” kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tinggalkanlah! Karena itu sangat buruk.” (muttafaq ‘alaihi , HR. Al-bukhori: 3/1296 dan Muslim : 4/1998)
Demikianlah setiap muncul fenomena-fenomena hizbiyyah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memangkasnya hingga ketika beliau wafat tidak ada lagi hizbiyyah dan fanatisme kelompok, setiap Muslim bagian Islam dan bagian dari seluruh kaum Muslimin.
Al Baghdadi Rahimahullah berkata: adalah kaum Muslimin pada saat wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada diatas manhaj yang satu di dalam pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya kecuali yang menampakkan Islam dan menyembunyikan kemunafikan.” (al-Farqu bainal firoqihlm. 12)
TIDAK ADA HIZBIYYAH DIAWAL ISLAM, BAGAIMANAKAH DIZAMAN KHULAFAUR RASYDIN?
Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam wafat timbullah ikhtilaf tentang siapakah yang menjadi imam kaum Muslimin dan kholifah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Setelah jelas dalil dan nash dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, terpilihlah abu Bakar ash-shiddiq Radiallahu ‘anhu sebagai kholifah dengan kesepakatan para sahabat. Maka terjadilah baiat terhadap abu Bakar Radiallahu ‘anhu dengan nash dan ijma’ yang mematahkan semua perselisihan sebelumnya.
Sumber :
Majalah Al-Furqon Edisi. 7 Tahun ke 9
Shofar 1431 H (Januari/Februari 2010)
Oleh Ustadz Arif Fathul Ulum Bin Ahmad Saefulloh hafidzohullah
Ditulis ulang / diringkas oleh : Abu Ghifar Supriadi
Staff TU Ponpes Darul Qur’an wal Hadits OKU Timur Sumatera Selatan
BACA JUGA :
Leave a Reply