Gemerlap Dunia

gemerlap dunia

Gemerlap Dunia – Celaan terhadap dunia bukan ditujukan kepada bumi yang merupakan tempat dunia ini berada.  Bukan pula kepada gunung-gunung, lautan luas, sungai-sungai, dan logam-logamnya. Semuanya itu adalah nikmat Allah ‘Azza wa Jalla Bagi hamba-hambaNya supaya mereka mengambil manfaatnya, mengambil pelajaran darinya, dan menjadikannya sebagai bukti keesaan Allah ‘Azza wa Jalla, kekuasaan, dan keagunganNya. Celaan tersebuat ditujukan kepada pola tingkah anak Adam terhadapNya. Sebab, kebanyakan pola tingkah mereka berakibat butuk.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

ٱعلَمُوٓاْ أَنَّمَا ٱلحَيَوٰةُ ٱلدُّنيَا لَعِب وَلَهو وَزِينَة وَتَفَاخُرُۢ بَينَكُمۡ وَتَكَاثُر فِي ٱلأَموَٰلِ وَٱلأَوۡلَٰدِۖ

“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan, senda gurau yang melalaikan, perhiasan, saling berbangga diri di antara kalian, dan saling berlomba untuk memperbanyak harta dan anak”[1]

Dalam menyikapi dunia, anak cucu Adam dikelompokkan menjadi dua:

  1. Pertama, mereka yang mengingkari adanya negeri pembalasan setelah alam dunia ini.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

إِنَّ ٱلَّذِينَ لَا يَرۡجُونَ لِقَآءَنَا وَرَضُواْ بِٱلحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَٱطمَأَنُّواْ بِهَا وَٱلَّذِينَ هُمۡ عَنۡ ءَايَٰتِنَا غَٰفِلُونَ ٧

“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, merasa puas dengan kehidupan dunia dan merasa tenteram dengan kehidupan itu serta orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya adalah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan”[2]

Mereka adalah orang-orang yang seluruh citanya hanyalah bersenang-senang, menikmati kehidupan dunia dan berusaha mencapainya sebelum kematian itu tiba.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

إِنَّ ٱللَّهَ يُدۡخِلُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ جَنَّٰت تَجرِي مِن تَحتِهَا ٱلأَنهَٰرُۖ وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يَتَمَتَّعُونَ وَيَأۡكُلُونَ كَمَا تَأۡكُلُ ٱلأَنعَٰمُ وَٱلنَّارُ مَثوى لَّهُمۡ ١٢

“Dan orang-orang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Neraka adalah tempat tinggal mereka”[3]

  • Kedua, mereka yang meyakini adanya alam pembalasan setelah kematian. Merekalah orang-orang yang mengikuti para Rasul. Kelompok ini digolongkan menjadi tiga, yaitu zhalim linafsih, muqtashid, dan sabiq bil khairat bi idznil-Lah.
  • Zhalim linafsih

Zhalim linafsih adalah orang yang menzhalimi diri sendiri. Jumlah mereka paling banyak dibanding golongan lainya. Kebanyakan mereka terbuai oleh gemerlap dan keindahan dunia. Golongan ini menyikapi dunia dengantidak semestinya. Bagi mereka dunia adalah segalanya. Mereka ridha, murka, berwala’i, dan berbara’ karena dunia. Golongan ini merupakan orang-orang yang disebut dengan ahlul la’b, lahw, dan zinah (ahli bermain-main, bersenda gurau, dan berhias). Mereka beriman kepada akhirat secara global tetapi mereka tidak mengerti apa itu dunia yang merupakan tempat untuk mengumpulkan bekal ke kehidupan berikutnya.

  • Muqtashid

Muqtashid adalah orang-orang yang menikmati dunia dari arah yang dibenarkan, mubah. Mereka melaksanakan seluruh yang wajib, lalu membiarkan dirinya bersenang-senang dengan kenikmatan dunia. Mereka tidak mendapatkan hukuman, hanya saja derajat mereka rendah.

  • Sabiq bil khairat bi idznil-Lah

Sabiq bil khairat bi idznil-Lah adalah orang-orang yang oaham tujuan dari dunia dan beramal sesuai dengannya. Mereka mengerti bahwa Allah ‘Azza wa Jallamenempatkan hamba-hambaNya di negeri ini untuk diuji siapa yang paling baik amalnya, siapa yang paling zuhud pada dunia dan paling cinta kepada akhirat.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

إِنَّا جَعَلنَا مَا عَلَى ٱلأَرۡضِ زِينَة لَّهَا لِنَبلُوَهُمۡ أَيُّهُمۡ أَحسَنُ عَمَلا ٧  وَإِنَّا لَجَٰعِلُونَ مَا عَلَيهَا صَعِيدا جُرُزًا ٨

“Dan sesungguhnya kami jadikan apa saja yang ada di muka bumi ini sebagai hiasan baginya, supaya Kami uji siapa di antara mereka yang paling baik amalnya. Dan sesungguhnya Kami jadikan (pula) di muka bumi tanah kering yang tandus”[4]

Golongan ketiga ini merasa cukup dengan cara mengambil dunia sekedar untuk bekalnya sebagai seorang musafir.

Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا لِيْ وَلِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ إِسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا

“Apa urusanku dengan dunia ini? Hidupku di dunia ini ibarat seorang pejalan yang berlindung di bawah sebatang pohon, beristirahat, lalu meniggalkannya”[5]

Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْعَابِرُ سَبِيْلٍ

“Jadilah kamu di dunia seolah-olah seperti orang asing atau seperti orang yang menyeberangi jalan”[6]

Abu Ahawan Ar-Ra’iniy pernah ditanya, apakah yang dimaksud dengan dunia yang dicela oleh Allah ‘Azza wa Jalladi dalam Al-Qur’an dimana setiap orang yang berakal mesti menjauhinya? Beliau menjawab, “segala yang engkau dapatkan di dunia untuk dunia, itulah yang tercela. Dan segala yang engkau dapatkan di dunia untuk akhirat maka itu tidak tercela.”

Al-Hasan Al-bashriy berkata, “betapa indahnya dunia ini bagi seorang mukmin karena ia beramal sedikit saja dan mengambil bekalnya di sana menuju surga. Dan betapa buruknya dunia ini bagi orang kafir dan munafik karena keduanya menyia-nyiakan malam-malam di dunia dan dunia ini menjadi bekal mereka menuju neraka.”

‘Aun bin Abdullah berkata, “Dunia dan akhirat di hati itu ibarat dua dauntimbangan. Apa saja yang memberatkan yang satu akan meringankan yang lain.”

Wahb bin Munabbih bertutur, “Susungguhnya dunia dan akhirat itu seperti seorang laki-laki yang mempunyai dua istri. Jika laki-laki itu menyenangkan yang satu, pasti yang satunya lagi jadi benci.”

Para ulama berkata, “Cinta dunia itu pangkal segala kesalahan dan pasti merusak agama, ditinjau dari berbagai sisi:

  1. Mencintainya akan mengakibatkan pengagungan terhadapnya. Padahal di sisi Allah ‘Azza wa Jalladunia ini sangatlah remeh dan tidak lebih berharga dari sehelai sayap nyamuk. Sifat pengagungan terhadap apa yang diremehkan Allah termasuk dosa besar.
  2. Allah ‘Azza wa Jallatelah melaknat, memurkai, dan membencinya, kecuali yang ditujukan kepadaNya. Barangsiapa yang mencintai sesuatu yang telah dilaknat, dimurkai, dan dibenci oleh Allah ‘Azza wa Jallaberarti ia menyediakan diri untuk mendapat siksa , kemurkaan Allah ‘Azza wa Jalla, dan kebencianNya.
  3. Orang yang cinta dunia pasti menjadikannya sebagai tujuan akhir dari segalanya. Padahal seharusnya ia melakukan itu untuk sampai kepada Allah ‘Azza wa Jalla, sampai ke akhirat. Ia telah membalik urusan dan juga hikmah. Terdapat dua kesalahan dalam hal ini. Pertama, ia menjadikan sarana sebagai tujuan. Kedua, ia berusaha mendapatkan dunia dengan amalan akhirat. Hal ini merupakan sesuatu yang terbalik, keliru, dan buruk.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

مَن كَانَ يُرِيدُ ٱلحَيَوٰةَ ٱلدُّنيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيهِمۡ أَعمَٰلَهُمۡ فِيهَا وَهُمۡ فِيهَا لَا يُبخَسُونَ ١٥ أُوْلَٰئِكَ ٱلَّذِينَ لَيسَ لَهُمۡ فِي ٱلأٓخِرَةِ إِلَّا ٱلنَّارُۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُواْ فِيهَا وَبَٰطِل مَّا كَانُواْ يَعمَلُونَ ١٦

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia, dan perhiasannya, maka Kami penuhi balasan pekerjaan-pekerjaannya di dunia dan mereka tidak akan dirugikan sedikitpun. Tetapi di akhirat, tidak ada bagi mereka bagian selain neraka. Dan sia-sialah  apa-apa yang mereka perbuat di dunia dan batallah apa-apa yang mereka amalkan”[7]

Cinta terhadap dunia bisa menghalangi seseorang dari pahala dan bisa merusak amal. Cinta dunia bahkan bisa menjadikan seseorang sebagai orang yang pertama kali masuk neraka.

  • Mencintai dunia akan menghalangi sesorang dari aktivitas yang bermanfaat untuk kehidupan di akhirat kelak. Ia akan sibuk dengan apa yang ia cintai tersebut. Begitulah, kerinduan dan kecintaan kepada dunia pasti membahayakan kehidupan akhirat, dan sebaiknya.
  • Mencintai dunia menjadikan dunia  sebagai harapan terbesar seorang hamba
  • Pecinta dunia adalah manusia dengan adzab yang paling berat. Mereka disiksa di tiga negeri; di dunia, di barzakh, dan di akhirat. Di dunia mereka di adzab dengan kerja keras untuk mendapatkannya dan persaingan dengan orang lain. Di alam barzakh, mereka di adzab dengan perpisahan dengan kekayaan dunia dan kerugian yang nyata atas apa yang mereka kerjakan. Di sana tidak ada sesuatu yang akan menggantikan kedudukan kecintaannya kepada dunia. Kesedihan, kedukaan, dan kerugian terus-menerus mencabik-cabik ruhnya. Peinta dunia di adzab di kuburnya dan juga pada hari pertemuan dengan RabbNya.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

فَلَا تُعجِبكَ أَموَٰلُهُمۡ وَلَآ أَوۡلَٰدُهُمۡۚ إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُعَذِّبَهُم بِهَا فِي ٱلحَيَوٰةِ ٱلدُّنيَا وَتَزهَقَ أَنفُسُهُمۡ وَهُمۡ كَٰفِرُونَ ٥٥

“Janganlah engkau takjub karena harta dan anak-anak mereka. Sesungguhnya lalah menghendaki untuk menyiksa mereka dengannya dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir”[8]

Menafsirkan ayat tersebut, sebagian ulama salaf berkata, “Mereka diadzab dengan jerih payah dan kerja kerasnya dalam mengumpulkannya. Nyawa mereka akan melayang karena cintanya. Dan mereka menjadi kafir karena tidak menunaikan hak Allah ‘Azza wa JallaSehubungan dengan kemegahan dunia itu.

  • Orang yang rindu dan cinta kepada dunia sehingga lebih mengutamakannya daripada akhirat adalah makhluk yang paing bodo, dungu, dan tidak berakal. Hal ini dikarenakan mereka lebih mendahulukan khayalan daripada sesuatu yang hakiki, mendahulukan impian daripada kenyataan, mendahulukan kenikmatan sesaat daripada kenikmatan abadi, dan mendahulukan negeri yang fana daripada negeri yang kekal selamanya. Mereka menukar kehidupan yang kekal dengan kehidupan yang semu. Manusia yang berakal tentu tidak akan tertipu dengan hal seperti ini.

Sesuatu yang paling mirip dengan dunia adalah bayang-bayang. Orang yang dungu dan tidak berakal akan menganggap bayang tersebut memiliki hakikat yang tetap, padahal tidak demikian. Bayangan apabila dikejar tidak akan pernah sampai. Dunia juga mirip dengan fatamorgana. Orang yang kehausan akan menyangka fatamorgana tersebut adalah air, padahal saat didekati maka ia tidak akan mendapati sesuatu apapun di tempat itu. Justru ia dapati adalah Allah ‘Azza wa Jalladengan hisabNya.

Referensi:

Al-Hambali, Ibnu Rajab, dkk. 2001. Tazkiyatun Nafs. Solo: Pusaka Arafah.

Diringkas oleh: Siska (Pengajar Pondok Pesantren Darul Qur’an Wal Hadits OKU Timur)


[1]Al-Hadid: 20

[2]Yunus: 7

[3]Muhammad: 12

[4]Al-Kahfi: 7-8

[5]HR. At-Tirmidzi

[6]HR. Bukhori

[7]Hud: 15-16

[8]At-Taubah: 55

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.