Semua sadar, manusia tidak sempurna dan tidak akan pernah sempurna. Bagaimanapun upaya manusia untuk sempurna, tetap saja punya kekurangan. Dalam menghambakan diri kepada Alloh, manusia tetap tidak bisa sempurna melaksanakan semua perintah dan menjauhi semua larangan Alloh. Pasti ada dosa tak disadari yang dilakukan. Pasti ada kesalahan tak disangka-sangka yang dikerjakan.
Pun demikian, tugas manusia adalah belajar dan terus belajar untuk mendekati sempurna. Bukan menyamai Alloh dalam kesempurnaan-Nya, sebab hal itu mustahil, tapi mendekati kesempurnaan dalam beribadah kepada Alloh. Karena Alloh tidak menuntut kesempurnaan, melainkan Alloh membimbing manusia agar berusaha sempurna beribadah kepada-Nya.
Alloh mengetahui bahwa manusia tidak akan pernah bisa sempurna. Alloh sendiri yang menciptakan manusia dalam keadaan lemah lagi sangat jahil. Maka Alloh mengampuni apa yang terluput dari usaha manusia. Alloh memaafkannya. Di balik itu, Alloh tetap menggariskan agar manusia berusaha sempurna. Alloh berfirman,
“Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Alloh dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya.” (QS. Ali ‘Imran :102)
Dalam berjihad, baik jihad di medan perang, maupun jihad dalam artian kesungguhan menyempurnakan ibadah kepada Alloh, Alloh menuntunkan manusia agar berusaha sempurna. Alloh berfirman,
“Dan bersungguh-sungguhlah kepada Alloh dengan sebenar-benarnya kesungguhan.” (QS. Al-Hajj : 78)
Alloh juga berfirman dalam sebuah hadits qudsi,
يَا ابْنَ آدَمَ تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِي أَمْلَأْ صَدْرَكَ غِنًى وَأَسُدَّ فَقْرَكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ مَلَأْتُ صَدْرَكَ] يديك [شُغْلًا وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ
“Wahai anak Adam, optimalkan ibadahmu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi dadamu dengan kekayaan/kecukupan dan Aku tutupi kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukan itu, Aku penuhi dadamu (dalam riwayat lain: tanganmu) dengan kesibukan dan tidak akan Aku tutupi kefakiranmu.” (Shohih: Sunan Ibnu Majah no. 4107; Shohih Al-Jami’ no. 19140; Ash-Shohihah no. 1359)
Alloh menyatakan demikian karena ingin agar manusia tidak setengah-setengah dalam beribadah kepada Alloh karena takut miskin dan faqir dalam menjalani kehidupan dunia.
Kita menyaksikan betapa banyak saudara kita yang malas menyempurnakan ibadah bahkan malas ibadah kepada Alloh karena menuduh ibadah itu sumber kemelaratan. Maka dengan firman Alloh dalam hadits qudsi ini sungguh sangat cukup untuk membungkam para pembangkang. Dan kita pun tak perlu takut miskin, karena Alloh Mahakaya, setan lah yang menakut-nakuti kita dengan kemiskinan.
Adapun jika ternyata dengan menyempurnakan ibadah ternyata kita menjadi miskin, maka ketahuilah bahwa mungkin saja itu adalah adzab yang disegerakan dan bisa pula musibah yang mana keduanya menjadi penghapus dosa sehingga kita akan mencapai derajat yang mulia dan lebih nikmat dalam beribadah. Atau bisa jadi kita sendiri yang salah, yaitu tidak optimal dalam bekerja. Maka jangan sekali-kali menyalahkan Alloh.
Alloh menghasung manusia untuk menyempurnakan ibadah haji dan umrah, ikhlash karena Alloh, yaitu dengan mengikuti bagaimana Rosululloh berhaji dan berumrah. Alloh berfirman,
“Dan sempurnakanlah haji dan umrah kalian untuk Alloh.” (QS. Al-Baqarah :196)
Dalam bertawakkal kepada Alloh dalam urusan dunia maupun akhirat, Nabi Muhammad memerintahkan untuk menyempurnakannya,
لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Seandainya kalian bertawakkal kepada Alloh dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberikan rizqi seperti burung yang diberikan rizqi. Ia (burung itu) pergi di pagi hari dalam keadaan perut kosong dan pulang sore hari dalam keadaan perut kenyang.” (Shohih: Sunan At-Tirmidzi no. 2344; Shohih Al-Jami’ no. 5254; Ash-Shohihah no. 310)
Dalam sholat, Rosululloh mengajarkan kita untuk berusaha selalu menyempurnakannya,
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ يُصَلِّي إِنَّمَا يُنَاجِيْ رَبَّهُ فَلْيَنْظُرْ كَيْفَ يُنَاجِيْهِ
“Sesungguhnya seseorang di antara kalian ketika berdiri sholat sesungguhnya ia sedang bermunajat kepada Rabb-nya, maka hendaklah ia memperhatikan bagaimana ia bermunajak kepada-Nya.” (Shohih: Shohih Al-Jami’ no. 1538)
Dalam riwayat-riwayat yang senada dengan hadits ini terdapat tambahan bahwa ketika sholat kita harus menyempurnakan sholat di antaranya dengan tidak mengeraskan bacaan dzikir dan doa dalam sholat sehingga mengganggu yang lain, terkhusus dalam sholat jama’ah, juga tidak meludah ke arah depan. Kedua hal tersebut dilarang karena sangat tidak etis dalam menghadap kepada Alloh dan sangat mengurangi kesempurnaan penghambaan diri kepada Alloh.
Rosululloh bersabda,
إِنَّ الْمُصَلِّيَ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلْيَنْظُرْ مَاذَا يُنَاجِيهِ بِهِ، وَلاَ يَجْهَرْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ بِالْقُرْآنِ
“Sesungguhnya orang yang sholat itu sedang bermunajat kepada Rabb-nya, maka hendaklah ia memperhatikan bagaimana ia bermunajat kepada-Nya, yakni janganlah mengeraskan bacaan Al-Qur`an sebagian kalian kepada sebagian yang lain.” (As-Sunan Al-Kubra An-Nasa`i no. 3350. Shohih Al-Jami’ no. 1951)
Rosululloh bersabda pula,
إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ إِلَى الصَّلاَةِ ، فَلاَ يَبْصُقْ أَمَامَهُ ، فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ مَا دَامَ فِي مُصَلاَّهُ ، وَلاَ عَنْ يَمِينِهِ ، فَإِنَّ عَنْ يَمِينِهِ مَلَكًا ، وَلْيَبْصُقْ عَنْ شِمَالِهِ ، أَوْ تَحْتَ رِجْلِهِ ، فَيَدْفِنَهُ.
“Ketika salah seorang dari kalian berdiri dalam sholat, jangan meludah ke depan, karena sesungguhnya ia sedang bermunajat kepada Rabb-nya, selama ia berada di tempat sholatnya, jangan pula ke samping kanan, karena ada malaikat di samping kanannya, hendaklah ia meludah ke samping kiri atau ke bawah kakinya, dan hendaklah ia mengubur ludahnya itu.” (Shohih: Shohih Ibnu Hibban no. 2269; As-Sunan Al-Kubra Al-Baihaqi no. 3742. Shohih Al-Jami’ no. 715)
Hadits ini, dengan lafazh senada juga diriwayatkan dalam Shohih Al-Bukhari dan Shohih Muslim.
Dalam ungkapan lain, Nabi Muhammad juga menyebutkan bahwa orang yang tidak berusaha menyempurnakan sholat maka ia adalah pencuri paling buruk,
أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِيْ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ لاَ يَتِمُّ رُكُوْعَهَا وَ لاَ سُجُوْدَهَا وَ لاَ خُشُوْعَهَا
“Manusia yang paling buruk dalam mencuri adalah yang mencuri sholatnya, yaitu ia tidak menyempurnakan ruku`nya, tidak juga sujudnya, dan tidak pula khusyu’nya. (Shohih: Shohih Al-Jami’ no. 986)
Mengapa disebut pencuri paling buruk? Karena ia telah berani dan lancang mencuri di hadapan Alloh. Mencuri hak-hak ibadah, padahal Alloh ada di hadapannya. Betapa lancangnya ia?
Secara umum, dalam segala aspek kehidupan, dalam berbuat kebaikan dan menghentikan keburukan, serta dalam mengerjakan urusan-urusan dunia yang ma’ruf, Nabi memberitahukan,
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ إِذَا عَمَلَ أَحَدُكُمْ عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ
“Sesungguhnya Alloh cinta kepada salah seorang dari kalian jika berbuat lantas dia menekuninya.” (Shohih: Shohih Al-Jami no. 1880; Ash-Shohihah no. 1113)
Rosululloh memberitahukan pula,
إِنَّ اللهَ تَعَالى يُحِبُّ مِنَ الْعَامِلِ إِذَا عَمَلَ أَنْ يُحْسِنَ
“Sesungguhnya Alloh cinta kepada salah seorang dari kalian jika berbuat lantas dia melakukannya dengan optimal.” (Hasan: Shohih Al-Jami no. 1891; Ash-Shohihah no. 1113)
Alloh selalu menghendaki persembahan yang terbaik dari hamba-Nya. Alloh tidak menerima kecuali yang baik dan optimal. Rosululloh bersabda,
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لا يُقبَلَ إِلا طَيِّباً
“Sesungguhnya Alloh itu Mahabaik dan tidak menerima (persembahan) kecuali yang baik.” (Shohih: Shohih Muslim no. 1015) Persembahan yang baik kepada Alloh adalah persembahan yang sesuai tuntunan Alloh tentang bagaimana menyembah-Nya, dan juga tuntunan Rosululloh. Sebab kita tidak bisa mengkreasikan ibadah.
Dalam menyempurnakan akhlaq mulia, kita juga dituntut untuk berusaha sempurna. Secara general, Rosululloh bersabda,
إِنَّ اللهَ تَعَالَى يُحِبُّ مَعَالِيَ الْأُمُوْرِ وَأَشْرَافَهَا وَيَكْرَهُ سَفْسَافَهَا
“Sesungguhnya Alloh mencintai perkara yang tinggi lagi mulia, dan membenci perkara rendahan (hina).” (Shohih: Shohih Al-Jami’ no. 1890)
Dari semua tuntunan-tuntunan belajar menuju kesempurnaan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa Alloh menghendaki manusia untuk menyempurnakan segala aktivitasnya agar terwujud generasi terbaik, yaitu dalam hal akhirat maupun dunia. Seperti dalam bekerja, sudah selayaknya mengoptimalkan etos kerjanya.
Dan yang namanya sempurna, itu harus tetap para koridor syariah. Tidak diperkenankan menyempurnakan aktivitas ternyata malah melanggar syariah-Nya. Seperti orang yang meninggalkan sholat jama’ah karena beralasan pekerjaan belum selesai. Kecuali jika pekerjaan tersebut darurat, seperti dokter yang sedang membedah tubuh pasien.
Yang pasti, perintah kesempurnaan tidaklah boleh dijadikan dalih untuk meninggalkan ketetapan syariah Alloh. Sehingga, yang diutamakan adalah menyempurnakan urusan akhirat, kemudian baru urusan dunia. Agar keduanya sama-sama mendekati sempurna.
Maka setelah ini, mari kita belajar dan terus berusaha untuk sempurna, karena Alloh dan untuk Alloh! Sehingga kita menjemput kematian dengan kebanggaan dan kepuasan, karena telah menjalani hari-hari dunia dengan kerja keras menyempurnakan penghambaan diri kepada Alloh.
Oleh: Ust. Brilly El-Rasheed
Sumber: Majalah Lentera Qalbu
artikel lainnya:
Leave a Reply