Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Mempersiapkan Generasi Muda

Oleh : Ust. Brilly El-Rasheed

Masa muda adalah masa emas. Di masa ini, berbagai kelebihan dapat dirasakan apabila diisi dengan hal-hal yang positif. Alloh memuji Ashhabulkahfi yang rata-rata berusia muda karena mereka mengasingkan diri demi menjaga iman mereka kepada Alloh [QS. Al-Kahf: 13]. Alloh menyifati masa muda sebagai masa yang penuh kekuatan [QS. Ar-Rum: 54]. Alloh juga menyifati masa muda dengan kecerdasan [QS. Al-An’am: 152].

Seperti ditemukan pada saintis, di masa muda, kecerdasan otak manusia berada di puncak kematangan. Begitu istimewanya masa muda, Al-Imam Asy-Syafi’i pernah menggubah sebuah sya’ir tentang remaja,

Tidak optimal menghimpun ilmu kecuali generasi muda

Karena bersih dari pemikiran negatif dan kesibukan dunia

Diungkapkan oleh Dr. Sa’id Al-Qohthoni dalam Al-Hadyun-Nabawi fi Tarbiyatil Aulad bahwa usia muda adalah usia paling panjang. Beliau menguraikan, periode anak-anak dimulai sejak lahir hingga usia 13 tahun, periode remaja sejak umur 14 tahun sampai umur 40 tahun, periode dewasa sejak usia 41 tahun sampai usia 50 tahun, periode tua sejak umur 51 tahun hingga wafat.

Dengan jarak 26 tahun inilah, anak manusia bisa menggapai berbagai pencapaian luar bisa berbekal usia muda yang lengkap dengan kekuatan fisik, akal, dan qolbu. Karenanya masa muda adalah dambaan setiap insan. Harapan besar diembankan kepada usia remaja. Anak-anak ingin segera menjadi remaja, tak kalah yang tua juga ingin kembali muda. Kekuatan, kecerdasan, semangat itulah yang diimpikan, yang hanya di usia muda, semuanya optimal.

Demi menyempurnakan kebahagiaan bagi ahli surga, Alloh menjadikan mereka kembali muda, dan tidak pernah berubah tua, renta, ataupun mati. Rosululloh mengatakan,

ينادي مناد: إن لكم أن تصحوا فلا تسقموا أبدا. وإن لكم أن تحيوا فلا تموتوا أبدا. وإن لكم أن تشبوا فلا تهرموا أبدا. وإن لكم أن تنعموا فلا تبأسوا أبدا

“(Di surga kelak) berseru penyeru, “Sesungguhnya bagi kalian kesehatan dan tidak pernah sakit selamanya, kehidupan dan tidak pernah mati selamanya, kembali muda dan tidak pernah menjadi tua selamanya, serta kenikmatan dan tidak pernah mengalami kesusahan selamanya.”.” [HR. Muslim]

Dalam kesempatan lain, Rosululloh menyebutkan,

مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ يَنْعَمُ لَا يَبْأَسُ لَا تَبْلَى ثِيَابُهُ وَلَا يَفْنَى شَبَابُهُ

“Siapa saja yang masuk surga senantiasa dalam kenikmatan dan tidak pernah susah. Tidak pernah kusut pakaiannya dan tidak pernah hilang kemudaannya.” [HR. Muslim]

Akan tetapi, masa muda juga penuh dengan resiko, jika tidak pandai memenej diri. Salah langkah sekali, bisa jadi penyesalannya tiada akhir. Maka, Alloh dan Rosul-Nya menghasung untuk memanfaatkan masa muda dengan sebaik-baiknya. Karena masa tua ditentukan oleh masa muda.

Contohnya, Rosululloh menganjurkan muda-mudi untuk segera menikah kalau memang sudah siap, dikarenakan gejolak cinta dan seksual di masa remaja sangatlah tinggi, ditambah emosi mereka labil. Khawatir terjadi kekejian yakni zina dan maksiat lainnya. Kalau belum siap menikah, puasa solusinya. Puasa merupakan benteng dari keburukan.

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang sudah mampu untuk menikah, hendaklah segera menikah, karena lebih membantu menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Tapi siapa yang belum mampu, hendaklah berpuasa, karena puasa merupakan tameng baginya.” [HR. Al-Bukhari no. 5065; Muslim no. 1400]

REMAJA DI ZAMAN NABI

Remaja di zaman Nabi menangkap sinyal-sinyal betapa berharganya masa muda. Mereka belajar hakekat iman, bagaimana mengokohkan dan menyempurnakan iman, faktor apa saja yang mengurangi dan merusak iman, sebelum mereka belajar Al-Qur`an. Seperti dikemukakan Jundub bin ‘Abdillah yang masih remaja kala itu, “Kami bersama Nabi, dan kami masih usia muda yang matang. Kami mempelajari iman sebelum kami mempelajari Al-Qur`an, maka bertambahlah iman kami.” [Shahih Sunan Ibnu Majah no. 52]

Alhasil, iman mereka sedemikan membaja, sehingga semua remaja di zaman Nabi sangat bersemangat sekali dalam berjihad di jalan Alloh. Bahkan ada remaja yang masih terlalu belia usianya sudah mendaftarkan diri ikut berjihad, tapi Nabi belum mengizinkan, penyebabnya mungkin kekuatan mereka belum sempurna. Iman itu bertalian erat dengan emosi. Apabila emosi remaja telah dihiasi iman, niscaya emosi mereka tunduk bersama iman.

Sebaliknya, jika emosi pemuda-pemudi jauh dari cahaya iman, fatallah akibatnya. Bisa jadi mereka melakukan tindak kriminal, anarkisme, seks bebas, dan sebagainya. Kalau dibiarkan berlarut-larut, besar kemungkinan ketika ajal menjelang, iman hilang, syaithan bertandang, adzab kubur menghadang, siksa neraka terpampang.

Karenanya, kita merasa heran dengan sebagian orang tua yang melarang putra-putrinya yang mulai beranjak dewasa hadir di majelis taklim, rajin ke masjid, ikut kegiatan Islam, giat membaca Al-Qur`an, dan lainnya, dengan dalih menjaga stabilitas prestasi akademik dan nonakademik. Padahal kita juga sudah sering mendengar slogan harmonisasi IPTEKS (Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni) dan IMTAQ (Iman dan Taqwa), yang mana menunjukkan betapa pentingnya IMTAQ dalam perjalanan putra-putri kita menimba dan mengeksplirasi IPTEKS.

NABI DAN GENERASI MUDA

Nabi sangat lemah lembut terhadap remaja di masa beliau. Terlihat senyum tersimpul di wajah Nabi menyambut kedatangan remaja ketika hendak menuntut ilmu dari beliau. Nabi juga sering tersenyum cerah melihat salah seorang remaja di kala beliau masih hidup, sehingga membuat remaja tersebut merasa sangat berharga bagi Nabi.

Saat bertransaksi dengan remaja, Nabi senantiasa lebih senang memberikan keutungan bisnis yang dijalankan remaja, dalam rangka menjaga semangat remaja dalam bekerja.

Nabi juga tetap menunjukkan penghormatan kepada para remaja, kendati ada yang lebih tua dari beliau yang memang juga harus lebih dimuliakan. Penghormatan kepada remaja, juga ditunjukkan Nabi dengan memanggil remaja menggunakan nama terbaik mereka, atau julukan terbaik yang sesuai dengan mereka, atau sebutan yang mereka sukai. Saat menemui remaja dirundung kesedihan, Nabi datang menghibur dan berusaha meringankan beban yang dipikul remaja.

Nabi membonceng remaja dalam beberapa kesempatan, sembari memberikan nasehat-nasehat yang berguna bagi remaja. Momen di atas kendaraan, seperti bisa kita rasakan, memiliki kekuatan khusus untuk menciptakan kedekatan. Nabi tidak pernah meremehkan urusan remaja.

Ketika ada remaja yang ingin menyelesaikan suatu kepentingan, Nabi membantu. Begitu pula saat ada remaja yang sakit, Nabi tidak mau ketinggalan menjenguknya. Bahkan Nabi pernah menjenguk remaja Yahudi yang sedang sakit, kemudian Nabi menggunakan kesempatan tersebut untuk mengajaknya masuk Islam, sebagai wujud kasih sayang kepadanya.

Nabi tidak pernah meremehkan kepentingan generasi muda. Bagi Nabi sama, antara hajat generasi tua dengan hajat generasi muda. Proporsi yang diberikan berbeda, kepada yang tua, Nabi mengutamakan dimensi penghormatan, sementara kepada yang muda, Nabi mendahulukan dimensi kasih sayang.

NABI MEMPERSIAPKAN REMAJA

Nabi menyerukan kepada para orang tua untuk mempersiapkan generasi muda, tidak hanya anak-anak mereka, tapi juga anak-anak lainnya kendati tidak ada pertalian darah atau pernikahan, melalui pendidikan di rumah maupun di madrasah/sekolah, agar mereka siap menghadapi tantangan perubahan zaman dengan keteguhan iman, kemuliaan akhlak, dan kecerdasan intelektual.

Alloh pun telah mengisyaratkan pentingnya pendidikan dalam keluarga,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

Wahai orang-orang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan bebatuan.” [QS. At-Tahrim: 6] Ibnu Katsir mengutip keterangan dari ‘Ali bin Abi Tholib, makna firman Alloh tersebut adalah perintah untuk mendidik dan mengajari keluarga.

Rosululloh Muhammad memiliki metode tersendiri yang sangat mengagumkan dalam meluruskan kesalahan yang biasa dilakukan kaum muda atau istilah mudahnya kenakalan remaja. Terkadang cukup dengan penjelasan, terkadang melalui perbuatan secara langsung, terkadang dengan kecaman keras. Tergantung kondisi yang ada menyesuaikan psikologis dan historis anak muda.

Seperti diungkap oleh pakar pendidikan, fase remaja adalah fase pancaroba dimana emosi remaja masih labil, sehingga jika salah metode pendidikan yang digunakan, kepribadian remaja akan tidak baik. Jauh sebelum para pakar pendidikan menemukan hal itu, Rosululloh telah mendahului. Rosululloh lebih banyak mengajarkan akhlak-akhlak mulia melalui generasi muda di zaman beliau.

Dr. Sa’id Al-Qohthoni dalam Al-Hadyun-Nabawi fi Tarbiyatil-Aulad telah mengumpulkan sekian banyak perkataan-perkataan Nabi kepada generasi muda tentang akhlak mulia. Di antaranya anjuran untuk hanya berteman dengan orang yang mulia akhlaknya dan kokoh imannya; anjuran untuk memiliki akhlak mulia; menjaga lisan; menjaga pandangan; dan masih banyak lainnya. Itu semua Nabi sampaikan kepada para pemuda dengan penuh hikmah.

Maka sudah sepantasnya bagi kita semua untuk memberikan perhatian yang banyak kepada kaum muda. Kita bimbing dan arahankan mereka dengan sesuatu yang benar, baik dan bermanfaat. Sehingga mereka menjadi pemuda-pemuda yang lurus, bertakwa dan berguna bagi diri, keluarga dan masyarakatnya. Wallohu a’lamu bish-showab.

 

Sumber: Majalah Lentera Qolbu Edisi 04 Tahun 03

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.