Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

AJARKAN AKU PERBEDAAN

Remaja putri, perempuan, maupun sosok ibu adalah kaum wanita. Jangan salah, ketika Islam menetapkan hukum-hukum syariat yang khusus bagi kaum wanita, bukan berarti Islam mengekang mereka. Hukum-hukum syariat tersebut justru merupakan bukti bahwa Islam begitu menjaga serta melindungi kehormatan, kesucian, dan kemuliaan kaum wanita.

Allah Ta’ala menciptakan perbedaan dan ketidaksamaan antara kaum pria dan kaum wanita. Oleh sebab itu, ada perbedaan pula dalam hukum-hukum syariat dan tugas-tugas sesuai dengan kondisi dan bentuk fisik antara kaum pria dan kaum wanita. Kondisi fisik kaum wanita memungkinkan kaum wanita mengalami masa haid, nifas, dan istihadah.

  1. Haid

Nama lain dari haid adalah ath-thamts, al-‘irak, adh-dhahak, dan al-i’shar. Menurut bahasa, haid berarti sesuatu yang mengakir atau meresap. Hal ini sesuai dengan asal-usul akar bahasanya, yaitu hadha-yahidhu. Maknanya adalah saala-yasilu, artinya mengalir. Menurut istilah, haid adalah darah yang terjadi pada wanita secara alami bukan karena suatu sebab, dan pada waktu tertentu.[1]

Haid adalah sesuatu yang telah Allaah tetapkan untuk setiap wanita sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Aisyah yang menyatakan:

“Sesungguhnya ini (haid) adalah perkara yang telah Allaah tetapkan untuk kaum wanita.” (H.R. Bukhari, 294 dan Muslim, 1211).

Pertanyaan tentang haid telah dijelaskan secara tegas dalam surat Al-Baqarah ayat 222

وَيَسْئَلُو نَكَ عَنِ الْمَحِيضِ، قُلْ هُوَ أَذًى فَا عْتَزِلُواْ النِّسَآ ءَ فِى الْمَحِيضِ، وَلَاتَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ، فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُو هُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ، إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّبِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِ ينَ

“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, ‘Haid itu adalah suatu kotoran.’ Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita diwaktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci ialah sesudah mandi atau sesudah darah berhenti keluar. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka di tempat yang diperintahkan Allaah kepadamu. Sesungguhnya Allaah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.’”

  1. Rahasia Seputar Haid

Banyak yang bilang, ketika wanita berada dalam masa haid, biasanya mereka mengalami pasang surut mood. Para wanita sering merasakan sedih yang berlarut-larut, amarah yang meledak-ledak, atau kecemasan yang tak menentu. Itulah efek hormon yang aktif dalam tubuh wanita haid.

Tidak hanya itu, rasa nyeri di perut, nafsu makan bertambah, tumbuhnya jerawat, pusing, mual, atau kaki gemetar adalah beberapa gejala yang juga sering datang selama haid. Semua gejala ini mungkin dapat juga mengakibatkan naik turunnya mood seorang wanita. Gejala ini kita kenal dengan istilah PMS (premenstrual syndrome).

Warna-warna darah selama haid pun bermacam-macam. Terkadang cokelat kehitaman, cokelat, merah tua, atau merah segar. Semuanya tergantung dari banyaknya darah kotor yang ada di dalam tubuh seorang wanita. Adanya siklus bulanan ini, semua racun yang ada dalam tubuh seorang wanita keluar bersama darah haid. Inilah salah satu keutamaan adanya haid yang sialami seorang wanita.

Dalam kitab Fiqih Sunnah Wanita, Abu Malik Kamal Binas Syyaid Salim menjelaskan masalah haid sebagai berikut:[2]

  • Permulaan haid dapat diketahui dengan keluarnya darah pada waktu yang telah diperkirakan (waktu haid). Darah yang dimaksud adalah darah berwarna hitam pekat dan berbau tak sedap.
  • Berakhirnya haid dapat diketahui dengan berhentinya darah, cairan kekuning-kuningan dan yang berwarna keruh. Hal ini dapat diketahui dengan dua cara sebagai berikut.
  • Kondisi kering

Jika sesuatu yang digunakan untuk menutupi rahim keluar dengan kondisi kering. Maksudnya, jika wanita yang sedang haid meletakkan pembalut (sepotong kain) di kemaluannya dan setelah diambil dan dilepaskan ternyata pembalutnya kering.

  • Adanya cairan putih

Akhir masa haid dapat diketahui dengan keluarnya cairan berwarna putih dalam rahim.

Diriwayatkan dari pembantu Aisyah, ia berkata, “Para wanita menghadap Aisyah dengan membawa sepotong kain yang terkena cairan berwarna kuning. Mereka menanyakan apakah mereka sudah boleh mengerjakan sholat? Aisyah berkata, ‘Janganlah kalian tergesa-gesa sampai kalian melihat cairan berwarna putih.’ Cairan putih ini termasuk salah satu tanda berhentinya haid.”[3]

Bagaimana jika kita melihat cairan berwarna kekuning-kuningan dan keruh serta suci dari haid?

Cairan kuning dan keruh adalah cairan yang terlihat seperti nanah dan didomisili warna kekuning-kuningan. Jika cairan itu keluar dari kemaluan atau rahim seorang wanita setelah berhenti atau mengeringnya darah, maka cairan tersebut bukanlah darah haid dan wanita tersebut sudah suci (boleh mengerjakan shalat), puasa, dan berhubungan badan dengan suaminya. Hal ini berdasarkan hadits Ummu Athiyyah, ia berkata “Kami tidak menganggap cairan kuning dan keruh (setelah suci) sebagai haid.”

Selain memperhatikan warna, hal yang harus diperhatikan adalah adanya gumpalan darah beku yang mirip dengan gelatin. Gumpalan tersebut bukanlah suatu kelainan. Saat siklus bulanan akan datang, alangkah baiknya jika seorang wanita mengonsumsi banyak buah-buahan, sayur-sayuran, dan air putih. Makanan dan minuman sehat ini dapat meminimalkan rasa nyeri di perut dan melancarkan keluarnya darah haid. Akan tetapi, tentu saja hal yang terbaik adalah selalu mengonsumsi makanan dan minuman sehat setiap hari. Tanpa harus mematok hanya mengonsumsinya ketika menjelang dan selama haid.

  1. Kapan dan Berapa Lama Masa Haid?

Haid yang normal datang setiap bulan sekali. Namun, terkadang haid bisa datang lebih cepat atau terlambat. Ada juga seorang wanita yang pernah mendapatkan haid sebulan dua kali. Jika haid datang dua kali sebulan dalam waktu yang sering, kita harus memeriksakannya ke dokter. Secara syar’i, para ulama berbeda pendapat menentukan masa atau lamanya haid.

Firman Allaah Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 222 artinya:

“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, ‘Haid itu adalah suatu kotoran.’ Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita diwaktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci ialah sesudah mandi atau sesudah darah berhenti keluar. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka di tempat yang diperintahkan Allaah kepadamu. Sesungguhnya Allaah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.’”

Dalam ayat ini, Allah menjelaskan batasan akhir larangan adalah kesucian, bukan berlalunya sehari semalam, ataupun tiga hari, ataupun lima belas hari. Hal ini menunjukkan bahwa illat (alasan) hukumnya adalah darah haid, yakni ada atau tidaknya. Jadi, jika muncul darah haid, berlakulah larangan itu. Jika telah suci (tidak muncul darah haid), tidak berlaku lagi hukum-hukum tersebut.

Diriayatkan dalam Shahih Muslim bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda kepada Aisyah yang mendapatkan haid ketika dalam keadaan ihram untuk umrah:

“Lakukanlah apa yang dilakukan jamaah haji, hanya saja jangan melakukan tawaf di Ka’bah sebelum kamu suci.”

Aisyah berkata, “Setelah masuk Hari Raya Kurban, barulah aku suci.”

Dalam Shahih Bukhari, diriwayatkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda kepada Aisyah, “Tunggulah. Jika kamu telah suci, keluarlah ke Tan’im.”

Dalam hadits ini yang dijadikan Nabi صلى الله عليه وسلم sebagai batasan akhir larangan adalah kesucian, bukan suatu masa tertentu. Ini menunjukkan bahwa hukum tersebut berkaitan dengan darah haid, yakni ada dan tidaknya.

  1. Ibadah Bagi Wanita Haid
  • Solat

Wanita tidak boleh mengerjakan sholat dan meng qoqodha sholat yang ditinggalkannya pada saat haid. Sabab Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda dalam sebuah hadits yang panjang (yang di takhrij oleh Muslim), “Bukankah jika haid dia tidak solat dan tidak puasa?”

Demikian pula yang dijelaskan oleh Syaikh Al-Utsamin ketika ditanya tentang hukum seorang wanita yang haid setelah masuk waktu solat. Apakah wanita yang haid itu harus meng qodha solat yang ditinggalkannya sebelum haid?

2)    Puasa

Puasa Ramadhan adalah kewajiban umat Islam yang beriman. Namun, ketika mengalami haid, seorang wanita diharamkan menjalankan ibadah puasa. Mulai dari ibadah puasa wajib di bulan Ramadhan, puasa sunnah, maupun puasa pengganti puasa bulan Ramadhan. Barulah ketika waktu haidnya berakhir, ia wajib mengganti ibadah puasa wajib tersebut.

Dari Aisyah Radhiallahuanha:

“Dahulu, kami pernah mengalami haid di masa Rasulullah, kami diperintahkan untuk mengganti puasa, akan tetapi kami tidak diperintahkan untuk mengganti solat.” (Muttafaq Alaih).

3)    Haji

Haji adalah rukun islam yang kelima atau rukun islam yang terakhir. Jika seorang wanita mendapat haid ketika ia sedang pergi haji, ada beberapa ketentuan dalam pelaksanaan ibadah yang perlu diperhatikan. Misalnya, ketika ia sedang menjalani tawaf.

Hukum tawaf bagi wanita haid sama dengan solat.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga bersabda kepada Aisyah ketika ia sedang dalam masa haid:

“Lakukan apa yang dilakukan oleh para jamaah haji lainnya, dengan syarat engkau tidak boleh melakukan tawaf sebelum suci dari haid.” (H.R. Muslim).

DAFTAR PUSTAKA

Ardhia, Flos dan Azhar, Tera. 2007. Segala Hal Tentang Haid, Nifas, dan Istihadah. Bandung:Grasindo.

Muhammad, Ihsan Sukha’. 2018. Al-Qur’an. Bandung:PT. Madina Raihan Makmur.

Salim, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid. 2010. Fiqih Sunnah Wanita. Jakarta:Griya Ilmu.

Penyusun: Siti Haryani (Pengajar Ponpes Darul Qur’an Wal-Hadits)

[1]      Al-Utsaimin, Darah Kebiasaan Wanita hal. 1

[2]      Fiqih Sunnah Wanita, hal. 58

[3]      Dikutip dari Fiqih Sunnah Wanita, hal. 58. Diriwayatkan oleh Malik hal. 59, al-Bukhari secara mu’allaq (1/420-fath), Abdurrazaq (1/302) dengan sanad yang daif, namun memiliki penguat dari riwayat ad-Darimi (1/214) dan al-Baihaqi (1/337) hingga hadits tersebut sahih karenanya. Wallahu a’lam

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.