Tafsir Surat Al-Kahfi Ayat 20-21

tafsir surat al-kahfi 20-21

Surat al-Kahfi termasuk surat makiyyah yaitu surat yang diturunkan sebelum hijrah, yang diantara cirinya adalah tentang tauhid, serta pelajaran dari kisah-kisah umat terdahulu. Surat ini dinamakan al-Kahfi karena terdapat kisah tentang sekelompok pemuda yang tertidur di dalam gua.

Tafsir ini disusun merujuk kepada beberapa kitab tafsir karya ulama klasik maupun kontemporer seperti tafsir ibnu katsir, tafsir al-qurtubi, tafsir ‘surat al-Kahfi’ dr bilal philips, serta kitab-kitab tafsir lainnya.

PEMBAHASAN

1. Tafsir Surat al-Kahfi Ayat 20

Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman:

إِنَّهُمْ إِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِي مِلَّتِهِمْ وَلَنْ تُفْلِحُوا إِذًا أَبَدًا

Artinya: “Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama lamanya (QS. al-Kahfi: 20)

Ayat ini merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya yang menceritakan tentang dibangkitkannya para pemuda yang mendiami gua dari tidurnya yang panjang, mereka sama sekali tidak mengetahui berapa lama mereka tertidur hingga mereka saling bertanya-tanya. Kemudian salah seorang mereka diutus untuk keluar dalam rangka mencari makanan terbaik di daerah tersebut dan diingatkan agar menjaga adab dan tutur bicara serta merahasiakan keadan mereka dari orang luar agar mereka tetap aman dan selamat di dalam gua.

Kemudian pada ayat ini disebutkan alasan mengapa mereka harus merahasiakan keadaan mereka agar jangan sampai diketahui penduduk kota, setidaknya ada dua alasan yang disebutkan dalam ayat ini, yang pertama yaitu agar terhindar dari siksaan yang mungkin akan menimpa mereka, sebagaimana yang Allah hikayatkan tentang ucapkan mereka: “Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu,” 

Kata يرجموكم ditafsirkan oleh sebagian ulama sebagai celaan atau gangguan dengan perkataan, sebagaimana yang dinukilkan dari ibnu juraij. Ada juga yang berpendapat bahwa artinya akan membunuh mereka, juga dikatakan bahwa termasuk kebiasaan mereka adalah membunuh dengan cara melempari batu, dan itu merupakan cara terburuk untuk membunuh seseorang (Al-Baghawi, 2000). Berbagai tafsiran ini juga disebutkan oleh imam al-Qurtubi dalam tafsirnya, hanya saja beliau lebih menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa penduduk kota akan membunuh mereka dengan cara melempari batu, dan hal ini dikuatkan dengan kisah sebelumnya bahwa penduduk kota memang memiliki tekad untuk membunuh mereka karena tidak mau mengikuti agama mereka. Dan inilah yang menjadi sebab kedua mengapa tempat mereka harus dirahasiakan yaitu agar mereka tidak dipaksa untuk kembali kepada agama kesyirikan. Sebagaimana firman-Nya “atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama lamanya

Dalam tafsir ibnu kasir, kata ganti mereka dalam ayat ini merujuk kepada para pengikut Daqyanus. Karena apabila tempat mereka diketahui, para pengikut raja Daqyanus ini akan selalu menyiksa mereka terus-menurus hingga para pemuda ini kembali kepada kekafiran, dan akan membunuh mereka apabila mereka terus menolak. Dan apabila mereka kembali kepada kekafiran niscaya mereka tidak akan pernah beruntung selama-lamanya baik di dunia maupun di akhirat (Ibnu Katsir, 2005).

Doctor Philips (2004) menyebutkan kesimpulan para ulama yang menyatakan bahwa umat terdahulu tidak memiliki toleransi atau ampunan atas perbuatan maksiat yang dilakukan secara terpaksa, dan toleransi ini merupakan kekhususan untuk umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam saja. Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan dalam sabdanya; “Sesungguhnya Allah memaafkan dari umatku sesuatu yang dilakukan karena salah, lupa dan sesuatu yang dipaksakan kepadanya.” (HR. Ibnu Majah dalam sunannya).

Sabda beliau Shallallahu Alaihi Wasallam: “Sesungguhnya Allah memaafkan dari umatku”, mengindikasikan bentuk kekhususan untuk umat ini, dan tidak pada umat sebelumnya.

  1. Tafsir Surat Al-Kahfi ayat 21

وَكَذَلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِمْ بُنْيَانًا رَبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا

Artinya: “Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: “Dirikan sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka”. Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya”. (QS. Al-Kahfi:  21)

Ayat ini menjelaskan tentang kebenaran janji Allah tentang kebangkitan manusia pada hari kiamat sebagaimana Allah membangkitkan ashhabul kahfi yang tertidur dalam waktu yang sangat lama kemudian mempertemukan dengan manusia yang hidup pada zaman jauh setelah mereka. Ini sebagai mu’jizat atau tanda yang Allah tunjukkan kepada manusia di zaman itu. Para ulama salaf menyebutkan, karena pada zaman itu telah banyak muncul keraguan akan hari kiamat, oleh karenanya Allah berfirman, “Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka,” maksudnya adalah berselisih tentang urusan pada hari kiamat, ada yang percaya dan ada juga yang tidak percaya. Maka peristiwa ashabul kahfi ini sebagai hujjah yang menguatkan orang-orang yang mempercayainya, dan bantahan bagi orang-orang yang mengingkarinya (Ibnu Katsir, 2005). Imam Al-Qurthubi menyebutkan bahwa perselisihan yang terjadi antara mereka adalah tentang apakah kelak mereka akan dibangkitkan dalam bentuk ruh sekaligus jasad atau hanya ruh saja, karena jasad sudah termakan oleh tanah. Maka Allah pertemukan mereka dengan pemuda yang menghuni gua sebagai tanda dan hujjah bahwa kiamat itu benar dan manusia akan dibangkitan ruh bersama jasadnya, seperti yang Allah lakukan terhadap ashabul kahfi.

Setelah para pemuda itu dipertemukan dengan orang-orang pada zaman itu sebagai tanda dan hujjah untuk mereka, disebutkan bahwa tak lama setelah itu para pemuda tersebut diwafatkan oleh Allah Subhanahu wata’ala. Maka orang-orang pun berkata ““Dirikan sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka.”  Maksudnya adalah dengan menutup pintu gua tersebut dan meninggalkan mereka dalam keadaan seperti itu, kemudian Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: “Sesungguhnya Kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya.”  Para ulama berselisih pendapat tentang siapa yang mengatakan ini, ada yang berpendapat mereka adalah orang-orang shalih, ada juga yang mengatakan mereka adalah orang-orang kafir (Ibnu Katsir, 2005). Allahu a’lam.

Mengenai hukum membanun masjid di atas kuburan, maka hal ini termasuk yang dilarangkan dalam sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dari sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma ia berkata:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَوَّارَاتِ الْقُبُورِ وَالْمُتَّخِذِينَ عَلَيْهَا الْمَسَاجِدَ وَالسُّرُجَ

Artinya: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat wanita yang terlalu sering berziarah kubur, dan orang-orang yang mendirikan di atasnya (kuburran -pent) masjid-masjid dan lampu-lampu penerang.” (HR. Abu Dawud, dll)

KESIMPULAN

Pada ayat ke-20 dan 21 dalam surat al-Kahfi ini masih berkaitan dengan ayat sebelumnya yakni tentang para pemuda yang tertidur di dalam gua kemudian dibangkitkan kembali dalam kurun waktu yang sangat lama karena ingin berlindung dari kekufuran. Peristiwa ini merupakan tanda atau hujjah yang Allah berikan kepada orang-orang yang ragu atau bahkan mengingkari hari kiamat dan juga mengingkari peristiwa dibangkitkannya manusia dari kuburnya serta dikumpulkan di padang mahsyar dalam bentuk ruh serta jasadnya. Allah menunjukkan bahwa hal tersebut adalah mudah bagi Allah sebagaimana Dia membuat pemuda tersebut tidur di dalam gua dalam kurun waktu yang sangat lama, kemudian selama kurun waktu tersebut Alah jaga jasad mereka dan membangkitkan mereka dari tidur dalam keadaan seperti semula.

 

Disusun Oleh Sahl Suyono (Staff Pengajar Ponpes DQH).

 

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim.

Al-Baghawi, H.M. (2000). Tafsir Al-Baghawi. Beirut, Daar Ihya at-Turats al-’Arabi

Al-Qurtubi, M.A. (1994) Tafsir Al Qurthubi. Kairo, Daar Kutub Al-Mishriyah.

Katsir, Ibnu. (2005). Tafsir Ibnu Katsir Jilid 5 Cetakan 4. Bogor. Penerbit Pustaka Imam Syaf’i

Philips, Bilal. (2004) Tafsir Surat Al-Kahfi. Qatar. Islamic Online University.

 

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.