Moroqobah Adalah Amal Terbaik disisi Allah

MUROQOBAH ADALAH AMALAN TERBAIK

Muroqobah adalah Amal Terbaik di sisi Allah

  • Muraqobah, Menuju Amal Terbaik

Muqorobah adalah keyakinan seseorang hambah bahwa Allah maha mengawasi gerak-geriknya maha mengetahui segala sesuatu tentang dia baik lahir maupun batin.

Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata: “Muraqabah ialah keyakinan serta pengetahuan kuat yang dimiliki seorang hamba bahwa dia selalu berada dalam pengawasan Allah, baik dalam hal yang diketahui dan dapat dilihat oleh manusia maupun yang dirahasiakan dari mereka.”

Kalau seorang hamba benar-benar meyakini bahwa Allah Maha Melihat lagi Maha Mendengar semua yang dia lakukan, niscaya keyakinan itu akan menjelma menjadi perasaan selalu berada dalam pengawasan-Nya, di mana dan kapan pun juga. Perasaan demikian yang pada gilirannya akan mengantarkan hamba tersebut untuk menghadirkan amal-amal yang terbaik dalam kehidupannya. Bukankah salah satu hikmah di balik penciptaan manusia adalah untuk menguji siapakah di antara mereka yang paling baik dan paling berkualitas amalnya?

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًاۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُۙ

Artinya: “Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk [67]; 2).

Dan, Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَهُوَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ وَّكَانَ عَرْشُه عَلَى الْمَاۤءِ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا

Artinya: “Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan Arsy-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya….” (QS. Hud [11]: 7)

Lihatlah, Allah tidak mengatakan: “Siapa di antara mereka yang paling banyak amalnya,” tetapi “Siapa di antara mereka yang lebih baik amalnya.” Jelaslah bahwa ujian di balik penciptaan manusia lebih ditujukan kepada kualitas amal mereka, bukan kuantitasnya semata. Dengan merasa selalu dalam pengawasan Allah akan lahir pula pada diri seorang hamba sifat ihsan, yaitu selalu merasakan kehadiran-Nya sa dalam setiap ibadahnya, sehingga hanya kepada-Nya difokuskan amalnya.

  • Allah Tidak Pernah Lengah

Di antara nama Allah adalah ar-Raqib, yang artinya Maha Mengawasi. Dari artinya, nama ini menunjukkan Dia tidak pernah absen dalam mengawasi semua ciptaan-Nya. Ya, tidak ada satu makhluk pun yang luput dari penjagaan serta pengawasan-Nya. Dia Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ مَا فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوْهُ ۚوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ حَلِيْمٌ…

Artinya: “… Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah [2]: 235)

Dalam ayat lain:

يَعْلَمُ خَاۤئنَةَ الْاَعْيُنِ وَمَا تُخْفِى الصُّدُوْرُ

Artinya: “Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang tersembunyi dalam dada.” (QS. Al-Mu’min [40]: 19).

Ingatlah, wahai saudaraku. Allah Maha Mengetahui isi hati setiap hamba-Nya, Maha Mengetahui rahasia alam semesta yang terpendam, Maha Mengetahui setiap jengkal gerakan manusia, dan Allah menjaga setiap jiwa terhadap apa yang mereka perbuat. Bagi-Nya, setiap batin dan rahasia hati sama jelasnya dengan apa yang ditampakkan (lahiriah) hamba.

Oleh sebab itu, saudaraku seiman, kita wajib menjadikan Allah sebagai satu-satunya pengawas setiap ucapan dan tindakan kita. Waspadalah; karena orang yang takut kepada selain-Nya ketika berbuat suatu amal, berarti dia menjadikan sesuatu yang ditakuti itu sebagai pengawasnya. Seperti itulah ihwal orang-orang munafik dahulu.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

اَلَآ اِنَّهُمْ يَثْنُوْنَ صُدُوْرَهُمْ لِيَسْتَخْفُوْا مِنْهُۗ  اَلَا حِيْنَ يَسْتَغْشُوْنَ ثِيَابَهُمْ ۙيَعْلَمُ مَا يُسِرُّوْنَ وَمَا يُعْلِنُوْنَۚ اِنَّه عَلِيْمٌ ۢ بِذَاتِ الصُّدُوْرِ

Artinya: “Ingatlah, sesungguhnya (orang munafik itu) memalingkan dada mereka untuk menyembunyikan diri dari dia (Muhammad). Ingatlah, di waktu mereka menyelimuti dirinya dengan kain, Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka nyatakan; sesungguhnya Allah Maha mengetahui (segala) isi hati.” (QS. Hud [11]: 5).

Dalam ayat ini diterangkan bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat disembunyikan oleh manusia dari hadapan-Nya. Bagi-Nya, apa yang mereka sembunyikan itu sama nyatanya dengan apa yang telah mereka tampakkan, bahkan lebih nyata dari penglihatan manusia itu sendiri. Betapa tidak demikian? Dialah Yang Maha Mengetahui isi hati.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِه نَفْسُه ۖ وَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ

Artinya: “Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui ng dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya apa yang a daripada urat lehernya.” (QS. Qaf [50]: 16)

Jadi, sebelum berbuat sesuatu hendaknya terlebih dahulu kita mengoreksi niat dan juga motivasi pribadi; apakah yang mendorong kita melakukannya semata-mata karena Allah, ataukah karena dorongan nafsu semata?

Kalau ternyata faktor pendorongnya adalah nafsu belaka, maka sedapat mungkin kita harus menahan diri untuk tidak melanjutkan niat tersebut. Akan tetapi, jika pendorongnya adalah semata-mata karena Allah, hendaklah kita bersegera merealisasikannya.

Demikianlah esensi muraqabah, sikap mendekatkan diri dalam ketaatan kepada-Nya.

  • Jagalah Allah, Sebagaimana Nabi Menjaga-Nya

Muraqabatullah; selalu merasa dalam pengawasan Allah merupakan akhlak Rasulullah yang wajib kita teladani. Beliau pun, dalam banyak kesempatan, selalu memotivasi kita supaya senantiasa menghadirkan akhlak ini dalam seluruh aktivitas keseharian.

Perhatikanlah bagaimana beliau mengajarkan kita, umat Islam, supaya selalu merasakan pengawasan Allah pada setiap diam dan gerak, juga pada setiap ucapan serta perbuatan kita. Hendaknya pengawasan tersebut kita rasakan, di mana pun dan bagaimanapun keadaannya, hingga kita terus terdorong untuk berbuat ketaatan dan menjauhi perbuatan dosa.

Nabi juga menjelaskan bahwa ketiadaan muraqabah pada diri seorang insan akan menyebabkan dia berani melanggar pagar larangan Allah ketika sendiri, jauh dari mata manusia. Perilaku ini menjadikan amalnya tidak bernilai di sisi-Nya.

Suatu ketika Tsauban sedang bersama Rasulullah, dan dia mendengar beliau bersabda: “Akan kuberi tahu kalian; Pada hari Kiamat, segolongan dari umatku akan datang dengan membawa amal kebajikan setinggi Gunung Tihamah. Namun demikian, Allah menjadikan amal-amal tersebut bagaikan debu yang beterbangan.”

Demikianlah ulasan singkat perihal urgensi muraqabah. Hendaklah seorang hamba menjadikan Allah sebagai pengawas ketika dalam kesendirian ataupun ketika berada di tengah keramaian, kapan pun dan di mana pun.

  • Ingatlah Ketika Tubuh Bersaksi

Banyak manusia yang merasa aman dalam berbuat sesuatu sekehendak hati ketika jauh dari pandangan manusia. Iman yang lemah mendorong dirinya untuk menghalalkan perbuatan perbuatan dosa.Dalam kondisi begitu, nafsu dan syahwat yang berkuasa. Mata, telinga, lidah, tangan, dan kaki tidak bisa berbuat apa-apa: mereka pun diharuskan pasrah melaksanakan semua perintah hawa nafsu.Mari kita renungkan bersama keadaan di hari saat anggota tubuh kita akan bersaksi atas segala kelalaian pribadi.

Pada hari Kiamat Allah menjadikan mata, telinga, tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya bersaksi terkait dosa-dosa pemiliknya selama di dunia. Kesaksian tersebut pasti menjadi hujah yang memberatkan dirinya. Sungguh, di situ tidak ada seorang pun yang mampu mengingkari kesalahannya.

  • Manisnya Muraqabah

Tidaklah ada satu ketaatan pun di dalam Islam melainkan Allah pasti memberikan kebaikan bagi pelakunya. Begitu pula halnya dengan muraqabah. Berkaitan dengan amal-amal yang hukumnya wajib atau yang sunnah, sifat muraqabah mendorong kita agar bersegera mengerjakannya dengan penuh keikhlasan. Perasaan senantiasa berada dalam pengawasan Allah menjadikan kita sosok yang tegar dalam menghadapi segala rintangan syar’i pada waktu beribadah kepada-Nya.

Terkait hal-hal yang diharamkan ataupun dimakruhkan, apabila muraqabah senantiasa memenuhi hati kita, niscaya dengan sendirinya kita akan merasa takut kepada Allah. Kita akan senantiasa merasa tidak aman dari murka-Nya jika berani berbuat kemaksiatan dan kenistaan, sekalipun jauh dari penglihatan manusia. Dan apabila kita terlanjur melakukan kekeliruan, muraqabahlah yang akan mendorong kita untuk segera bertaubat, menyesal, dan tidak kembali kepada jurang kemaksiatan untuk yang kesekian kalinya.

Sementara terkait sesuatu yang mubah, muraqabah akan mendorong kita untuk senantiasa menjaga adab-adab dalam melakukannya dan selalu mensyukurinya. Sebab, panggung kehidupan ini tidak terlepas dari nikmat yang wajib agar kita syukuri dan ujian yang harus kita hadapi dengan kesabaran serta sikap tawakal kepada-Nya. Amal yang mubah, pada hakikatnya ia merupakan nikmat Allah kepada para hamba.

Jika hamba selalu berbuat kebaikan dalam tiap keadaan, dan sikap ini lahir dari sikap muraqabah, maka niscaya Allah melimpahkan rahmat kepadanya.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ…

Artinya: “… Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Al-A’raf [7]: 56).

Ibnul Qayyim Rahimahullah menerangkan: “Di dalam ayat ini,Allah menyebutkan bahwasanya rahmat-Nya sangat dekat -secara khusus dengan orang-orang yang selalu melakukan kebaikan. Hal ini merupakan bentuk kebaikan Rabb Yang Maha Penyayang kepada hamba tersebut.

Wajar saja balasan demikian hanya dikaruniakan kepada orang-orang yang senantiasa berbuat baik, karena balasan-Nya selalu sesuai dengan jenis perbuatan hamba itu sendiri. Jika perbuatan itu baik maka balasan yang tepat adalah kebaikan, sedangkan jika ia buruk maka balasan yang sesuai dengannya adalah kesengsaraan.

Jadi, seluruhnya bergerak di atas roda keadilan. Mereka yang berbuat baik niscaya akan mendapat limpahan rahmat Nya. Sedangkan orang yang berbuat keburukan niscaya akan dijauhkan dari rahmat-Nya.”[1]

Allah menyediakan balasan yang besar bagi siapa saja yang hatinya dipenuhi sifat muraqabah, yang dengannya dia terbimbing untuk selalu berbuat taat dalam setiap keadaan, dalam situasi dan kondisi bagaimanapun.

Salah satunya adalah jaminan mendapat naungan pada hari Kiamat, yaitu hari pada saat tidak ada lagi naungan bagi umat manusia selain naungan-Nya.

REFERENSI:

Diringkas dari buku: Ensiklopedi Akhlak Salaf.

Karya: Ummu Ihsan dan Abu Ihsan al-Atsari.

Diringkas oleh: LIA MAULANA (pengajar ponpes Darul Qur’an Wal-Hadits OKUTimur).

[1] Tafsir Ibnul Qayyim (hlm.258).

Baca juga artikel:

Amalan-Amalan Penggur Dosa

Ummi

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.