25 BAHAYA BID’AH DALAM AGAMA
Ketika manusia menganggap bid’ah perkara biasa, padahal ini merupakan sebab binasa, maka wajib bagi kaum muslimin untuk memeringatkan saudaranya, agar tidak jatuh ke dalam nerakaNya. Pada beberapa baris artikel yang tidak begitu banyak ini, in-syaa Allah kami paparkan sedikit perkara kejelekan bid’ah yang wajib dicegah sejak dini. Kemudian kami sarikan pada risalah ringkas ini, dari dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang murni. Dan inilah ciri khas dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dalam menyebarkan ilmu kepada ummah. Semoga Allah memberikan berkah dari amalan kita, dan bermanfaat bagi diri kita sendiri dan kaum muslimin secara umum.
Pertama : Bid’ah adalah kesesatan
Dari ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu mengatakan, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Hati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan, setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” [HR. Ahmad (no.17144) dll dan dishohihkan Al-Albani rahimahulloh]
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan:
اتَّبِعُوا، وَلَا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Ikutilah, dan janganlah kalian membuat perkara bid’ah, karena kalian sudah cukup, dan setiap kebid’ahan adalah kesesatan.” [Lihat “Al-Ibanah” oleh Ibnu Bathoh (no.175)]
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan:
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
“Setiap bid’ah adalah kesesatan, walaupun orang-orang menganggap baik.” [Lihat “Al-Ibanah” (no.205)]
Kedua : Bid’ah adalah sebab laknat dari Allah dan Malaikat.
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: المَدِينَةُ حَرَمٌ مِنْ كَذَا إِلَى كَذَا، لاَ يُقْطَعُ شَجَرُهَا، وَلاَ يُحْدَثُ فِيهَا حَدَثٌ، مَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Dari Anas bin Malik radhiyaAllahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Madinah itu harom dari sini sampai situ, tidak boleh dipotong pohonnya dan berbuat di dalamnya perbuatan muhdats, maka barang siapa melakukan sesuatu perbuatan muhdats (bid’ah) maka baginya laknat Allah, Malaikat dan seluruh manusia.” [HR. Al-Bukhari (1867) Muslim (no.1366)]
Ketiga : Bid’ah sebab diusir dari Haudh Nabi.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengatakan:
وَأَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى الْحَوْضِ، أَلَا لَيُذَادَنَّ رِجَالٌ عَنْ حَوْضِي كَمَا يُذَادُ الْبَعِيرُ الضَّالُّ، أُنَادِيهِمْ أَلَا هَلُمَّ، فَيُقَالَ: إِنَّهُمْ قَدْ أَحْدَثُوا بَعْدَكَ، وَأَقُولُ سُحْقًا، سُحْقًا
“Aku mendahului mereka di Haudh. Maka ketahuilah akan digiring sekelompok orang dari Haudhku sebagaimana digiringnya Unta yang hilang, seraya aku memanggil mereka: “Marilah ke sini.” Maka ada yang mengatakan: “Sesungguhnya mereka telah membuat perkara baru setelahmu.” Maka aku pun katakan: “Menjauhlah, menjauhlah.” [Muttafaqun ‘alaih]
Keempat : Bid’ah adalah kebinasaan
Dari Abud Darda’ radhiyallahu ‘anhu berkata:
كُنْ عَالِمًا، أَوْ مُتَعَلِّمًا، أَوْ مُسْتَمِعًا، أَوْ مُحِبًّا، وَلَا تَكُنِ الْخَامِسَةَ فَتَهْلَكَ. قَالَ: فَقُلْتُ لِلْحَسَنِ: مَنِ الْخَامِسَةُ؟ قَالَ: الْمُبْتَدِعُ
“Jadilah engkau orang yang ber’ilmu, atau belajar ‘ilmu, atau mendengarkan ‘ilmu atau pecinta ‘ilmu, dan janganlah menjadi yang kelima, maka kau pun akan binasa.” Maka aku (Humaid) berkata kepada Al-Hasan (Al-Bashri): “Siapakah yang kelima?” beliau menjawab: “Mubtadi’.” [Lihat “Al-Ibanah” (no.210)]
Kelima : Bid’ah merupakan sebab tidak diberikan taufiq kepada pelakunya untuk bertaubat
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ؛ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللهَ احْتَجَزَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ .
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Allah menghalangi taubat dari setiap pelaku bid’ah.” [HR. Ad-Diyanwuri (no.2816)]
‘Atho Al-Khurosani mengatakan:
أَبَى اللهُ أَنْ يَأْذَنَ لِصَاحِبِ بِدْعَةٍ بِتَوْبَةٍ
“Allah enggan untuk menghendaki taubat kepada pelaku kebid’ahan.” [Lihat “Hilyatul Auliya” (5/198)]
Keenam : Bid’ah sebab tertolak amalannya
عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Dari ‘Aisyah berkata bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barang siapa beramal dengan amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka (amalan) itu adalah tertolak.” [Muslim (no.1718)]
Fudhoil bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan:
لَا يَرْتَفِعُ لِصَاحِبِ بِدْعَةٍ إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ عَمَلٌ
“Tidaklah akan naik amalan pelaku bid’ah kepada Allah azza wa jalla.” [Lihat “Hilyatul Auliya” (8/103)]
‘Abdurrohman bin ‘Umar berkata:
ذُكِرَ عِنْدَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَهْدِيٍّ قَوْمٌ مِنْ أَهْلِ الْبِدَعِ، وَاجْتِهَادُهُمْ فِي الْعِبَادَةِ فَقَالَ: لَا يَقْبَلُ اللَّهُ إِلَّا مَا كَانَ عَلَى الْأَمْرِ وَالسُّنَّةِ. ثُمَّ قَرَأَ: {وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ} [الحديد: 27] فَلَمْ يَقْبَلْ ذَلِكَ مِنْهُمْ، وَوَبَّخَهُمْ عَلَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: الْزَمِ الطَّرِيقَ وَالسُّنَّةَ
Disebutkan di sisi ‘Abdurrohman bin Mahdi tentang keadaan suatu kaum dari Ahlul Bid’ah serta kesungguhan mereka dalam beribadah, maka beliau berkata: “Allah tidaklah akan menerima suatu amalan kecuali apa yang sesuai diatas perintah dan sunnah.” Kemudian beliau membaca ayat: _(Dan para pemuka-pemuka agama (mereka) mengada-ngadakan suatu perkara yang tidaklah ditetapkan kepada mereka.)_ Maka tidaklah diterima hal tersebut dari mereka dan mereka pun dicela dengan hal itu, kemudian beliau berkata: “Tetapilah jalan ini dan Sunnah ini.” [Lihat “Hilyatul Auliya” (9/8)]
Ketujuh : Bid’ah adalah perkara yang paling dibenci oleh Allah
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu mengatakan:
إِنَّ أَبْغَضَ الْأُمُورِ إِلَى اللهِ الْبِدَعُ
“Sesungguhnya perkara yang paling dibenci oleh Allah adalah bid’ah.” [Lihat “Sunan Kubro” oleh Al-Baihaqi (no.8573)]
Kedelapan : Bid’ah termasuk bentuk menuduh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhianat dalam penyampaikan risalah.
Imam Malik rahimahullah mengatakan:
مَنِ ابْتَدَعَ فِي الْإِسْلَامِ بِدْعَةً يَرَاهَا حَسَنَةً، زَعَمَ أَنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَانَ الرِّسَالَةَ، لِأَنَّ اللَّهَ يَقُولُ: {الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ} [المائدة: 3]، فَمَا لَمْ يَكُنْ يَوْمَئِذٍ دِينًا، فَلَا يَكُونُ الْيَوْمَ دِينًا.
“Barang siapa melakukan suatu kebid’ahan dalam Islam dengan kebid’ahan yang ia pandang adalah suatu yang baik, maka sungguh ia telah menuduh Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam telah berkhianat dalam (menyampaikan) risalah, karena Allah telah berfirman: _(Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian)_ [QS. Al-Maidah:3] maka yang pada hari itu bukan termasuk agama, maka pada hari ini juga bukanlah termasuk dari agama.” [Lihat “Al-I’tisham” (1/65)]
Kesembilan : Bid’ah mematikan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Ibnu ‘Abbas mengatakan:
مَا يَأْتِي عَلَى النَّاسِ عَامٌ إِلَّا أَحْدَثُوا فِيهِ بِدْعَةً، وَأَمَاتُوا فِيهِ سُنَّةً، حَتَّى تَحْيَا الْبِدَعُ، وَتَمُوتَ السُّنَنُ
“Tidaklah akan datang kepada manusia suatu tahun yang kecuali di situ mereka hidupkan padanya bid’ah dan mematikan padanya sunnah. Sampai tumbuh subur kebid’ahan dan matilah sunnah-sunnah.” [Lihat “Al-Ibanah” (no.11) oleh Ibnu Bathoh]
Hassan bin ‘Athiyyah rahimahullah mengatakan:
مَا ابْتَدَعَ قَوْمٌ بِدْعَةً فِي دِينِهِمْ إِلَّا نَزَعَ اللهُ مِنْ سُنَّتِهِمْ مِثْلَهَا وَلَا يُعِيدُهَا إِلَيْهِمْ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ
“Tidaklah suatu kaum berbuat kebid’ahan dalam agama mereka kecuali Allah akan cabut dari sunnah (ajaran) mereka semisal yang dengannya, dan tidaklah akan pernah kembali lagi kepada mereka sampai hari kiamat.” [Lihat “Al-Ibanah” (no.228) “Hilyatul Auliya” (6/73)]
Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan:
وَلَا تَجِدُ صَاحِبَ بِدْعَةٍ إلَّا تَرَكَ شَيْئًا مِنْ السُّنَّة
“Tidaklah engkau dapati pelaku bid’ah kecuali ia telah meninggalkan sesuatu dari Sunnah.” [Lihat “Majmu Fatawa” (7/173)]
Kesepuluh : Bid’ah membuat buta hati
Fudhoil bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan:
مَنْ وَقَّرَ صَاحِبَ بِدْعَةٍ؛ أَوْرَثَهُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى الْعَمَى قَبْلَ مَوْتِهِ.
“Barang siapa memuliakan pelaku bid’ah, maka Allah tabaroka wa ta’ala akan mewariskan (menjadikan) kepadanya kebutaan (hati) sebelum ia meninggal dunia.” [Lihat “Al-Mujalasah” (no.113)]
Kesebelas : Bid’ah sebab kehinaan bagi pelakunya.
Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah mengatakan:
لَيْسَ فِي الْأَرْضِ صَاحِبُ بِدْعَةٍ إِلَّا وَهُوَ يَجِدُ ذِلَّةً تَغْشَاهُ, قَالَ: وَهِيَ فِي كِتَابِ اللهِ , قَالُوا: وَأَيْنَ هِيَ مِنْ كِتَابِ اللهِ؟ قَالَ: أَمَا سَمِعْتُمْ قَوْلَهُ تَعَالَى {إِنَّ الَّذِينَ اتَّخَذُوا الْعِجْلَ سَيَنَالُهُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَذِلَّةٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا} [الأعراف: 152] قَالُوا: يَا أَبَا مُحَمَّدٍ , هَذِهِ لِأَصْحَابِ الْعِجْلِ خَاصَّةً قَالَ: كَلَّا اتْلُوا مَا بَعْدَهَا {وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُفْتَرِينَ} [الأعراف: 152] فَهِيَ لِكُلِّ مُفْتَرٍ، وَمُبْتَدِعٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Tidaklah ada di atas muka bumi ini pelaku bid’ah kecuali ia didapati dalam liputan kehinaan, yang hal tersebut terdapat dalam Kitabulloh.” Orang-orang pada bertanya: “Di mana hal tersebut dari Kitabulloh?” belliau menjawab: “Apakah engkau tidak mendengar firman Allah ta’ala: _(Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak Sapi sebagai sesembahan, kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Robb mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia)_ Orang-orang seraya menimpali: “Wahai Abu Muhammad, ini (ayat) khusus untuk orang-orang yang menjadikan anak Sapi sebagai sesembahan?” beliau menjawab: “Tidak sekali-kali, bacalah ayat setelahnya: _(Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat kebohongan.)_ [QS. Al-A’raf:152] maka ayat ini untuk siapa saja yang membuat kebohongan dan (setiap) pelaku bid’ah sampai hari kiamat.” [Lihat “Hilyatul Auliya” (7/280)]
Asy-Syathibi rahimahullah mengatakan:
كُلُّ مَنِ ابْتَدَعَ فِي دِينِ اللَّهِ، فَهُوَ ذَلِيلٌ حَقِيرٌ بِسَبَبِ بِدْعَتِهِ
“Setiap orang yang melakukan kebid’ahan dalam agama Allah, maka ia adalah orang yang hina lagi rendahan dengan sebab kebid’ahannya.” [Lihat “Al-I’tishom” (1/167)]
Ke duabelas : Bid’ah memecah belah kaum muslimin.
Abul ‘Aliyah rahimahullah mengatakan:
وَإِيَّاكُمْ وَهَذِهِ الْأَهْوَاءَ الَّتِي تُلْقِي بَيْنَ النَّاسِ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ
“Hati-hatilah kalian dari bid’ah-bid’ah ini yang menjadikan permusuhan dan kebencian di antara manusia.” [Lihat “Al-Ibanah” oleh Ibnu Bathoh (1/299)]
Ketiga belas : Bid’ah membuat pelakunya semakin jauh dari jalan Allah.
Ayyub As-Sakhtiyani rahimahullah mengatakan:
مَا ازْدَادَ صَاحِبُ بِدْعَةٍ اجْتِهَادًا إِلَّا ازْدَادَ مِنَ اللهِ بُعْدًا
“Tidaklah semakin pelaku bid’ah menambah semangat (dalam kebid’ahannya) kecuali semakin tambah jauh dari Allah.” [Lihat “Hilyatul Auliya” (3/9)]
Keempat belas : Bid’ah menjadi sebab pelakunya menghalalkan memberontak
Abu Qilabah rahimahullah mengatakan:
مَا ابْتَدَعَ رَجُلٌ بِدْعَةً إِلَّا اسْتَحَلَّ السَّيْفَ
“Tidaklah seseorang melakukan kebid’ahan kecuali ia akan menghalalkan memberontak.” [Lihat “Hilyatul Auliya” (2/287))]
Kelima belas : Bid’ah termasuk ikut andil dalam menghancurkan kemurnian agama Islam
Fudhoil bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan:
مَنْ أَعَانَ صَاحِبَ بِدْعَةٍ فَقَدْ أَعَانَ عَلَى هَدْمِ الْإِسْلَامِ.
“Barang siapa membantu pelaku bid’ah, maka sungguh ia telah membantu untuk menghancurkan Islam.” [Lihat “Hilyatul Auliya” (8/103)]
Keenam belas : Bid’ah termasuk dari alamat kemunafikan.
Fudhoil bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan:
عَلَامَةُ النِّفَاقِ أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ وَيَقْعُدَ مَعَ صَاحِبِ بِدْعَة وَأَدْرَكْتُ خِيَارَ النَّاسِ كُلُّهُمْ أَصْحَابُ سُنَّةٍ وَهُمْ يَنْهَوْنَ عَنْ أَصْحَابِ الْبِدْعَةِ
“Alamat kemunafikan adalah seseorang bangkit serta duduknya bersama pelaku kebid’ahan. Dan aku telah mendapati sebaik-baik manusia secara keseluruhan adalah orang-orang yang memegang Sunnah, semauannya mereka melarang dari pelaku kebid’ahan.” [Lihat “Hilatul Auliya” (8/104)]
Ketujuh belas : Bid’ah adalah alamat bencana pada diri seseorang.
Fudhoil bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan:
مِنْ عَلَامَةِ الْبَلَاءِ أَنْ يَكُونَ الرَّجُلُ صَاحِبَ بِدْعَةٍ
“Termasuk dari alamat bencana adalah seseorang menajdi pelaku kebid’ahan.” [Lihat “Hilyatul Auliya” (8/108)]
Kedelapan belas : Bid’ah merusak manusia
Ahmad bin Sinan rahiimahullah mengatakan:
وَالْمُبْتَدِعُ يُفْسِدُ النَّاسَ, وَالْجِيرَانَ , وَالْأَحْدَاثَ
“Seorang Mubtadi’ akan merusak manusia, tetangga dan keadaan.” [Lihat “Al-Ibânah” (no.473)]
Kesembilanbelas : Bid’ah adalah sebab membenci hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Ahmad bin Sinan rahiimahullah mengatakan:
لَيْسَ، فِي الدُّنْيَا مُبْتَدِعٌ إِلاَّ يُبْغِضُ أَصْحَابَ الحَدِيْثِ، وَإِذَا ابْتَدَعَ الرَّجُلُ بِدْعَةً نُزِعَتْ حَلاَوَةُ الحَدِيْثِ مِنْ قَلْبِهِ.
“Tidak ada di Dunia ini seorang mubtadi’ pun kecuali ia membenci Ashabul Hadits. Dan apabila seseorang melakukan kebid’ahan, maka akan dicabut dari hatinya manisnya hadits.” [Lihat “Siyar A’lamin Nubala” (9/569)]
Keduapuluh : Bid’ah adalah sebab berpaling dari kebenaran
Bundar bin Husain rahimahullah mengatakan:
صُحْبَةُ أَهْلِ البِدَعِ تورِّث الإِعرَاضَ عَنِ الحَقِّ.
“Berteman dengan Ahlul Bid’ah menyebabkan berpaling dari kebenaran.” [Lihat “Siyar A’lamin Nubala” (12/193)]
Ke duapuluh satu : Bid’ah adalah sebab hilangnya waro’ (sikap kehati-hatian) pada seseorang.
Al-Auza’i rahimahullah mengatakan:
مَا ابْتَدَعَ رَجُلٌ بِدْعَةً، إِلاَّ سُلِبَ الوَرَعَ
“Tidaklah seseorang melakukan suatu kebid’ahan kecuali dihilangkan (darinya) sikap waro’.” [Lihat “Siyar A’lamin Nubala” (7/125)]
Ke duapuluh dua : Bid’ah adalah sebab tidak mendapatkan keberuntungan.
Ibrahim Al-Harbi rahimahullah mengatakan:
إِيَّاكُم أَنْ تَجْلِسُوا إِلَى أَهْلِ البِدَعِ، فَإِنَّ الرَّجُلَ إِذَا أَقبَلَ بَبِدْعَةٍ لَيْسَ يُفْلِح.
“Hati-hatilah kalian dari bermujalasah dengan ahlul bid’ah. Karena sesungguhnya seseorang apabila giat dalam suatu kebid’ahan, maka ia tidaklah akan pernah beruntung.” [Lihat “Siyar A’lamin Nubala” (12/358)]
Ke duapuluh tiga : Bid’ah adalah sebab perpecahan.
Asy-Syathibi rahimahullah mengatakan:
وَالْفُرْقَةُ مِنْ أَخَسِّ أَوْصَافِ الْمُبْتَدِعَةِ
“Perpecahan adalah (tanda) sifat yang paling jelek dari para mubtadi’.” [Lihat “Al-I’tisham” (1/150)]
Ke duapuluh empat : Bid’ah menjauhkan manusia dari syari’at Islam yang murni.
Asy-Syathibi rahimahullah mengatakan:
كُلُّ مَنِ ابْتَدَعَ بِدْعَةً، فَإِنَّ مِنْ شَأْنِهِمْ أَنْ يُثَبِّطُوا النَّاسَ عَنِ اتِّبَاعِ الشَّرِيعَةِ
“Setiap orang yang melakukan kebid’ahan, maka termasuk dari perkaranya mereka adalah menjauhkan manusia dari mengikuti syari’at.” [Lihat “Al-I’tisham” (1/157)]
Ke duapuluh lima : Bid’ah menjadikan seseorang mendahulukan hawa nafsu dari pada hidayah dari Rabbnya.
Asy-Syathibi rahimahullah mengatakan:
وَالْمُبْتَدِعُ قَدَّمَ هَوَى نَفْسِهِ عَلَى هُدَى رَبِّهِ، فَكَانَ أَضَلَّ النَّاسِ، وَهُوَ يَظُنُّ أَنَّهُ عَلَى هُدًى.
“Seorang mubtadi’ ia telah mendahulukan hawa nafsunya daripada hidayah dari Robbnya, maka hal itu menjadikannya menajdi orang yang paling sesat, dan menganggap dirinya diatas hidayah.” [Lihat “Al-I’tishom” (1/68)]
Referensi:
- “Al-I’tishom” lil Imam Asy-Syathibi
- “Siyar A’lamin Nubala” Lil Imam Adz-Dzahabi
- Hilyatul Auliya” Li Abi Nu’aim Al-Ashbahani, dll
Diringkas: Abu Abdillah/Abu Hamzah Ahmad Tri Aminuddin
28 Rabi’ul Awwal 1441 Hijriyyah.
Baca Juga Artikel:
Leave a Reply