Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Membangun Mental Para Orangtua

Membangun Mental Para Orang Tua

Sungguh sangat menggembirakan, bahwa dari hari ke hari, semakin besar perhatian para orangtua terhadap tumbuh kembang anak. Mereka semakin sadar bahwa anak-anak memerlukan sentuhan tersendiri yang bisa merangsang perkembangannya, sehingga diharapkan akan bisa mencetak sosok handal seperti yang didamba dan dicitakan.

Namun kiranya, seperti yang sudah dimaklumi bersama, bahwa perkara mencetak corak anak tidaklah semudah membalik kedua telapak tangan. Tak ada jaminan orang yang sukses bisa menghantarkan anaknya menaiki tangga kesuksesan. Meski si anak pun juga punya potensi untuk menuju ke sana; di mana ia mendapatkan didikan dan pengarahan yang bisa menggiringnya untuk mendekati tangga kesuksesan. Dan ini adalah modal bagus bagi seseorang.

Anak Cerminan Orangtua

Secara umum, orangtua biasanya menginginkan dua hal dari anaknya. Ia menginginkan agar anaknya bisa menjadi cerminan dari apa yang selama ini ia dambakan, ia citakan serta ia ingin agar anaknya bisa memberikan ketenangan kepadanya, bisa menjadi harapannya, menjadi kebanggaannya, dan bisa melihat anaknya bermanfaat bagi dirinya, dan bagi banyak orang. Karena itulah anak adalah termasuk salah satu perhiasan dunia.

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. (QS. Al-Kahfi: 46)

Yang kedua adalah bahwa ia mengharapkan agar anaknya menjadi anak yang sholih, yang bisa mengemban tugasnya sebagai hamba dalam memakmurkan bumi dengan tauhid. Dengan demikian, orangtua pun bisa ikut mencicipi aliran pahala yang merupakan jerih payahnya selama ini dalam menempa dan mendidiknya.

Mungkin tak dipungkiri bahwa banyak orang yang hanya memperhatikan tujuan yang pertama; agar anaknya bisa membuat orangtua bangga. Dan bangga di sini biasanya adalah kala anak sukses dan berhasil menjadi “orang”. Orangtua akan merasa besar hati kala melihat anaknya memperoleh kesuksesan dunia, memegang jabatan yang prestisius, dan hal-hal sejenisnya. Meski ini tidak selamanya salah, namun tak jarang bahwa mereka kurang peka terhadap sisi kegemilangan anak-anaknya secara ukhrowi; yang sebenarnya itulah patokan utamanya. Banyak orangtua yang tak ambil peduli dengan keadaan keislaman sang anak. Yang hanya dijadikan barometer sebagian orangtua hanyalah dunia, harta, jabatan dan yang sejenisnya. Mereka telah termakan racun dunia dan kilaunya. Dan ini termasuk dalam apa yang Allah Ta’ala firmankan di atas, bahwa anak termasuk perhiasan dunia; yang bila tidak disertai dengan penanaman islam dan iman dengan benar, maka itu akan membuat para orangtua menjadi terkecoh dan terbuai. Sehingga anak bukan lagi menjadi sarana untuk menggapai surga, namun justru menjadi sarana untuk mendekatkan pada adzab Allah Ta’ala, semoga Allah Ta’ala melindungi kita darinya.

Anak Aset Yang Tak Boleh Ditelantarkan

Anak adalah aset yang sangat berharga yang bisa menghantarkan orangtua untuk mendapatkan kedudukan tinggi di surga. Namun tidak berarti tanpa adanya upaya dan usaha dalam membentuk kepribadian keislamannya. Dengan memberikan pendidikan yang baik dan terarah, anak akan terpola dengan pola yang baik yang sesuai dengan yang dikehendaki Allah Ta’ala.

Dan sebagai hasil dari didikannya, maka orangtua pun akan ikut merasakan hasil dari anaknya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِي الْجَنَّةِ فَيَقُولُ يَا رَبِّ أَنَّى لِي هَذِهِ فَيَقُولُ بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ

Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla benar-benar mengangkat derajat seorang hamba yang sholih di surga, lalu ia berkata: wahai Robbi, dari mana aku mendapatkan ini? Allah Ta’ala menjawab: karena istighfar anakmu yang memintakan ampunan untukmu!”. (HR. Ahmad)

Maka anak merupakan nikmat besar yang harus dibina dan dipola sedemikian rupa, agar mereka bisa mengarungi hidup ini dengan baik dan dalam lajur jalan yang benar. Dengan demikian iapun akan senantiasa mendoakan orangtua yang bisa membuatnya menempati derajat tinggi di surga kelak.

Seperti halnya aset yang terus diupayakan agar terus berkembang, maka demikian pula anak. Ia harus selalu dikembangkan, agar tumbuh dalam balutan iman, dalam pagar Islam, sehingga ia akan bisa menjaga diri dari murka Allah Ta’ala. Ketika itulah ia telah menginvestasikan anaknya untuk kemudian ia ikut meraup keuntungannya kelak di akhirat dengan izin Allah Ta’ala.

Dan makna inipun bisa dirasakan oleh si anak. Ketika ia tumbuh dalam didikan ketaatan kepada Allah Ta’ala dari orangtuanya, maka iapun akan senantiasa berbakti kepada orangtua, karena ia yakin bahwa orangtua adalah pintu menuju surga-Nya. Sehingga tidak heran, kalau Iyas Bin Muawiyah menangis saat ibundanya meninggal. Saat ditanya, iapun menjawab: “Dulunya aku mempunyai dua pintu menuju surga yang terbuka. Namun sekarang salah satu pintu itu sudah tertutup.”

Pendidikan Anak Adalah Kewajiban Orangtua

Anak adalah amanah yang sangat agung yang dipikul oleh dua orangtua. Dan mereka akan ditanya kelak di hari kiamat tentang apa yang mereka lakukan terhadap anak-anak mereka. Dan anak punya hak atas orangtua mereka; di mana hak terbesar dan terpenting adalah memberikan didikan kepada mereka dengan pendidikan Islam yang benar. Mendidik anak tidaklah terbatas pada tujuan untuk sekedar memenuhi segala kebutuhan mereka; berupa papan, pangan, sandang, dan lainnya. Karena tujuan materiil seperti ini tentu juga ada pada jenis makhluk yang lain. Kewajiban ini adalah kewajiban yang sifatnya umum, baik si kafir maupun mukmin, orang yang bertakwa maupun si pendosa; bahkan hewan pun turut serta dalam hal ini. namun bagi muslim, maka pola mengasuh dan mendidik mereka tidakla sama. Karena ia tahu bahwa sejatinya manusia diciptakan dalam rangka untuk beribadah kepada Allah Ta’ala semata.

Orangtua harus selalu mengupayakan agar si anak tetap tumbuh dalam fitrah sucinya. Jangan sampai hal ini tergusur dan digantikan dengan tabiat hewani yang hanya mementingkan pemenuhan kebutuhan pribadinya.

Maka iapun harus terus mengupayakan pendidikan ini yang haruslah dimulai sejak dini. Justru ketika anak masih kecil, itu akan memberikan pembiasaan yang baik kepada si anak. Sehingga ia pun sudah terbiasa dengan amalan ketaatan, dan tidak merasakan berat dan payah. Orangtua pun dengan begitu sabar memperlakukan sang anak dalam menempa dan mendidik si anak.

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَّحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan sholat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa”. (QS. Thaha: 132)

Dan bagaimanapun hasil ia melak ukan pendidikan, maka ia hanyalah memohon dan pasrah kepada Allah Ta’ala. karena Allah Ta’ala lah yang membukakan hati si anak. Orangtua hanyalah sebagai sarana yang mengarahkan arah petunjuk yang benar. Adapun hasil finalnya, hanya Allah Ta’ala saja Yang tahu. Namun yang perlu diingat, bahwa hal itu juga dipengaruhi oleh unsur didikan dan tempaan terhadap anak sejak kecil. Kalau unsur ini diabaikan, maka anak akan menjadi lebih berpotensi untuk hidup tanpa mengindahkan norma dan aturan Ilahiyah, meski ia bisa meraih dan merengkuh gemerlap dunia.

Dan menilik pada keadaan sekarang ini, maka sudah seyogyanya kalau para orangtua memilihkan lembaga pendidikan yang cocok, yang bisa menumbuhkan kesadarannya dalam menjalankan agama Allah Ta’ala. Hal ini termasuk modal yang bagus, mengingat banyak orangtua yang lalai dari masalah ini, sehingga ia hanya mengejar sekolah-sekolah yang prestisius namun tidak memberikan pembekalan Islam yang mapan. Padahal anak sangat dipengaruhi oleh unsur lingkungan di mana ia tumbuh dan berkembang.

Mengenalkan Kepada Anak Halal & Haram Sejak Dini

Anak memang tidak diberi taklif (dibebani dengan syariat) bila memang belum sampai umurnya. Namun bukan berarti ia dibiarkan begitu saja tanpa mengenalkan hal-hal yang harus ia ketahui. Bahkan penerapan Islam haruslah dibina semenjak belia, sehingga ia pun akan tumbuh dengan nuansa islami dan sudah tumbuh dalam dirinya kesadaran untuk menerapkannya. Dan inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Lihatlah bagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan cucu beliau agar selalu menjaga diri dengan meninggalkan hal-hal yang membuat ragu. Ini adalah pengajaran yang sungguh berharga kepada cucu beliau. Hasan Bin Ali berkata: “Aku hafal dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam (ucapan beliau): tinggalkanlah apa-apa yang membuatmu ragu menuju hal yang tidak membuatmu ragu”. (HR. Turmudzi dan Ahmad).

Dan inilah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tatkala melihat ada sebuah kurma dari kurma sedekah yang ada di mulut Hasan bin Ali, sedangkan sedekah tidaklah halal bagi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak juga bagi keluarga Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau pun mengeluarkannya dari mulut Hasan. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Hasan Bin Ali mengambil sebuah kurma dari kurma sedekah; lalu ia masukkan ke mulutnya. Lantas Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Kikh, kikh (ucapan agar ia membuangnya); tidakkah engkau tahu bahwa kita ini tidak boleh makan dari sedekah?!” (HR. Bukhari & Muslim).

Ini adalah pendidikan yang baik, dan pembiasaan atas ketaatan; dengan mendidik anak agar tumbuh atas dasar yang halal. Karena itulah jadilah Hasan Bin Ali segagai pemimpin para pemuda ahli surga bersama saudaranya Husain.

Al-Hafizh menyebutkan di antara faidah yang didapat dari hadits tersebut adalah: bolehnya memasukkan anak-anak ke masjid, memberi pengajaran kepada mereka tentang hal yang bermanfaat bagi mereka dan mencegah mereka dari hal yang membahayakan mereka, juga mencegah mereka untuk memakan apa yang diharamkan, meskipun mereka masih belum mukallaf; agar mereka bisa berlatih dengan hal tersebut.

Dan alangkah bagusnya bila pembiasaan ini dibarengi dengan memberikan pemahaman yang bisa memuaskan sang anak; tentunya dengan cara dan metode yang sesuai dengan usia mereka dan secara bertahap sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas menjelaskan kepada cucunya bahwa sedekah tidaklah halal bagi keluarga Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Maka bila hal-hal seperti itu diterapkan, diharapkan si anak tidak hanya menampakkan cerminan islam dalam bentuk lahiriahnya saja, namun sudah dibarengi dengan pemahaman yang membuatnya sadar akan kewajibannya.

Anak Bisa Menjadi Benturan fitnah

Anak memang perhiasan dunia. Seperti halnya perhiasan, yang bisa saja melalaikan dan meninabobokkan; demikian pula anak. Ia bisa menjadi fitnah, bisa menjadi sandungan hidup yang membuatnya lalai dari Robbnya, lalai dari apa yang diperintahkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam . Kecintaan kepada anak bisa mengalahkan kewajiban yang semestinya harus ia lakukan; bisa menjerumuskannya sehingga ia pun bisa berlaku khianat terhadap Allah Ta’ala dan Rosul-Nya dikarenakan anak dan harta. Allah Ta’ala berfirman yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah Ta’ala dan Rosul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah Ta’ala lah pahala yang besar”. (QS. Al-Anfal: 27-28)

Maka karena hamba diuji dengan harta dan anaknya, maka bisa saja kecintaan kepada harta dan anak membuatnya lebih mendahulukan hawa nafsunya daripada untuk menunaikan amanah yang dibebankan Allah Ta’ala. Jadi, Allah Ta’ala akan melihat, apakah harta dan anak akan menjerumuskanmu ke dalam khianat, ataukah harta dan anak akan menjadi pendukungmu dalam memenuhi perintah Allah Ta’ala dan Rosul-Nya. Sehingga tidak heran bila Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan dengan sabdanya:

أَيُّهَا النَّاسُ ، إِنَّ الْوَلَدَ مَبْخَلَةٌ مَجْبَنَةٌ

Wahai manusia, sesungguhnya anak itu bisa membuat bakhil dan pengecut”. (HR. Ibnu Majah & Thabrani).

Bekal Ilmu Untuk Pendidikan dan Teladan Bagi Anak

Dan tidak kalah penting juga, bahwa sebelum orangtua memberikan pengajaran kepada anak, maka ia harus mencari bekal yang cukup untuk bisa memberikan didikan yang sesuai, dan bisa menjadi suri tauladan yang baik. Banyak media yang bisa digali seseorang dalam mencari ilmu dan bekal untuk mendidik anak. Ini sangat diperlukan karena pendidikan tak akan membuahkan hasilnya yang bagus bila seseorang tidak mempunyai bekal yang cukup, dan tidak dibarengi dengan suri tauladan yang nyata dalam kesehariannya.

Semoga kita diberi kekuatan untuk bisa mengemban tugas sebagai orangtua, sehingga bisa membentuk anak dalam karakter yang diridhai Allah Ta’ala dan Rosul-Nya. Amin.


Sumber: Majalah Lentera Qolbu tahun ke-4 edisi ke-8

Sumber gambar: madedony.wordpress.com

Be the first to comment

Ajukan Pertanyaan atau Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.