Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Upah Sebagai Aktor

UPAH SEBAGAI AKTOR

Upah Sebagai Aktor

Sebelum menjelaskan hukum upah kontrak yang didapat dari akting dalam sebuah produk hiburan, harus dijelaskan terlebih dahulu tinjauan Islam terhadap seni peran, apakah dibolehkan atau tidak? Seni peran sejatinya hanyalah sarana untuk menyampaikan sebuah ide ataupun misi. Seni peran merupakan sarana yang paling ampuh dalam hal ini, seni peran dapat menyampaikan sebuah makna yang tidak dapat disampaikan melalui sarana lain, seperti: tulisan dan lisan. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah menggunakan sarana ini untuk mengajarkan kepada sahabatnya tentang cara shalat. Beliau berdiri di atas mimbarnya lalu memerankan cara shalat dan disaksikan langsung oleh para sahabatnya, Sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari, Namun, karena seni ini digarap dan dikembangkan oleh orang-orang kafir, maka mereka memanfaatkannya untuk menyebarkan misinya kepada umat manusia. Maka produk tontonan yang mereka hasilkan bertentangan dengan nilai-nilai Islam, tidak terlepas dari memperlihatkan aurat wanita, mempertunjukkan adegan-adegan yang membangkitkan syahwat seolah-olah penontonnya menyaksikan dua orang yang berzina di tengah jalanan umum, juga tersisip adegan minum khamar, atau adegan ritual kesyirikan: menyembah patung, mendatangi para tukang ramal dan tukang sihir, mempertunjukkan aksi kekerasan, kejahatan, pembunuhan, perampokan, pencurian dan lainnya.

Jika kita meninjau semua hal-hal yang bertentangan dengan ajaran syariat tadi, maka seorang muslim harus mencegahnya dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar agar kerusakan tersebut tidak menjalar ke pribadi-pribadi lainnya, akan tetapi karena terjadi di balik layar maka hanya menjadi sebuah tontonan. Di antara dampak menonton kemaksiatan di layar kaca, jika suatu saat pribadi yang telah terbiasa menonton hal-hal maksiat tersebut menghadapinya di alam nyata maka ia tidak akan tergugah untuk merubahnya, malah menikmatinya sebagaimana ia menikmati tontonan yang serupa di layar kaca. Maka muncullah generasi yang menjalani hidupnya seperti apa yang ditontonnya, jauh dari tuntunan Rabb yang telah menciptakannya, mereka menganggap remeh perbuatan dosa, tidak ambil peduli dengan kerusakan masyarakat di sekitarnya.

Kaidah yang Allah berikan dalam al-Qur’an:

ولا تعاونوا على الإثم والعدوان

Artinya: “Janganlah kalian tolong-menolong dalam dosa dan tindakan melampaui batas (aturan Allah)”.[1]

Sementara semua penghasilan yang diperoleh dari hasil melanggar larangan syariat, adalah penghasilan yang haram. “Ulama sepakat mengenai haramnya upah para artis penyanyi.” (Syarh Shahih Muslim, 10/231). Keterangan lain disampaikan oleh Ibnu Abidin, termasuk harta haram, penghasilan dari pemusik, termasuk juga penghasilan artis dari menyanyi. Sebagaimana dinyatakan dalam kitab al-Mujtaba. (Hasyiyah Ibnu Abidin, 6/424). Di masa mereka belum ada artis pemain sinetron, artis pengumbar aurat di TV. Tapi sudah ada artis penyanyi, meskipun suasana pakaiannya tidak separah di zaman sekarang. Tapi bisa kita lihat, semua ulama sepakat bahwa itu haram. Untuk penghasilan artis sinetron, tidak berbeda dengan artis penyanyi. Sudah menjadi rahasia umum, yang namanya artis sinetron dibayar untuk maksiat. Menjual aurat dan mengajak masyarakat membangkitkan syahwat.

Bagaimana jika sebagian telah disedekahkan?

Harta haram tidak bisa jadi suci dan jadi halal, hanya dengan disedekahkan sebagian. Orang yang korupsi 10 juta misalnya, tidak kemudian hasil korupsinya menjadi halal, karena yang 2 juta disedekahkan. Karena sedekah dari harta haram, tidak diterima.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لا تقبل صلاة بغير طهور ولا صدقة من غلول

Artinya: “Shalat tidak akan diterima tanpa bersuci, dan tidak pula sedekah dari harta ghulul.” [2]

Karena Allah hanya menerima zakat maupun sedekah dari harta yang baik dan halal. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Siapa yang bersedekah dengan sebiji korma yang berasal dari  usahanya yang halal lagi baik, Allah tidak menerima kecuali dari yang halal lagi baik, maka sesungguhnya Allah menerima sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya kemudian Allah menjaga dan memeliharnya untuk pemiliknya seperti seseorang di antara kalian yang menjaga dan memelihara anak kudanya. Hingga sedekah tersebut menjadi sebesar gunung.[3]

Muhammad Musa dalam thesisnya yang berjudul “Ahkam at-tamtsil fil fiqh Islami” menyimpulkan bahwa para ulama kontemporer sepakat mengharamkan akting yang mengandung kerusakan akhlak, mempertontonkan hal-hal yang mengundang syahwat, adegan porno, anjuran mengikuti cara hidup orang kafir: dari sisi berpakaian dan adat istiada mengucapkan kata-kata yang mengandung kemusyrikan dan kekafiran, merendahkan derajat kaum muslimin dan melecehkan para ulama, tersirat ajakan melakukan kejahatan, kekerasan dan pemikiran-pemikaran yang menyesatkan. Para ulama juga sepakat mengharamkan peran sebagai seorang malaikat,memerankan sosok para Nabi dan para sahabat.

“Bahwa kedudukan Nabi shallallahu alaihi wasallam di sisi Allah subhanahu wata’ala merupakan kedudukan yang mulia, begitu Juga di hoti umat Islam Allah telah mengangkat namanya, meninggikan derajatnya, para malaikat bershalawat kepadanya, dan Allah juga memerintahkan umat Islam bershalawat kepadanya. Telah menjadi kewajiban umat Islam menghormati, memuliakan, mengagungkan serta menempatkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam pada tempat selayaknya. Maka apapun bentuk penghinaan dan merendahkan derajatnya merupakan perbuatan kafir serta murtad dari ajaran Islam nauzubillah. Dan mengilustrasikan sosok Nabi dengan gambar, film kartun dan film hukumnya adalah haram, tidak dibolehkan agama, tidak boleh dibiarkan dengan tujuan apapun atau alasan apapun dan jika terniat menghinakan Nabi maka pelakunya dihukumi kafir. Hal itu dikarenakan mengandung kerusakan yang besar dan berbahaya. Maka para pemerintah, khususnya para pejabat di seluruh kementrian penerangan dan pihak yang bertanggung jawab terhadap penyiaran wajib melarang penampakan sosok Nabi shallallahu alaihi wa sallam melalui gambar ataupun film pada media cetak dan visual, dalam bentuk film, pementasan drama, buku, novel dan lainnya. Serta wajib hukum mengingkarinya serta memusnahkannya Begitu halnya para sahabat Nabi, mereka memiliki kemuliaan dalam bentuk pembelaan kepada Nabi, berjuang bersama beliau, membela agama, membawa risalah Islam kepada kita. Dengan demikian telah sepantasnya untuk memuliakan serta menghormati mereka. Oleh karena itu, dewan menyatakan haram mengilustrasikan dalam bentuk gambar siapapun dari orang yang telah disebutkan di atas dan wajib untuk dicegah jika seni peran terbebas dari hal-hal haram yang disebutkan di atas.

Bagaimanakah hukum memerankan sosok orang lain dalam sebuah produk hiburan? Para ulama kontemporer berbeda pendapat tentang hukum berakting (memainkan sebuah peran) yang terbebas dari hal-hal yang diharamkan. Akting hukumnya haram, pendapat ini didukung oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Al-Albani. Syaikh Shalih Al Fauzan dan Syaikh Bakr Abu Zaid. Dalil pendapat ini bahwa asas akting adalah bohong dusta serta tipuan mata, karena seluruh yang terjadi dalam sebuah drama adalah bohong, pelaku, tempat dan waktu seluruhnya bukanlah yang sebenarnya. Dan bohong hukumnya jelas diharamkan. Tanggapan:Dalil ini tidak terlalu kuat. Dalil ini disanggah oleh Syaikh Al Utsaimin, ia berkata, “Memerankan sosok orang lain dalam seni peran tidaklah termasuk dusta, karena pemerannya tidak mengatakan bahwa saya adalah zat orang yang diperankan, akan tetapi pemeranhanyalah menirukan serta melakonkan sosok orang yang diperankan dan para penontonpun tahu hal itu. Akting yang disertai hal-hal yang haram terkadang memang dilakukan langsung oleh aktor/aktris, seperti: tidak menutup aurat, adegan setengah perzinahan, mengucapkan kata yang mengandung kesyirikan, mengucapkan kata kufur, adegan melakukan ibadah kepada selain Allah, dan lain-lainnya. Maka hukum upah atas peran ini termasuk uang haram. Berdasarkan dalil-dalil berikut:

  1. Firman Allah subhanahu wata’ala,

يا أيها الذين آمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil“.[4]

Dalam ayat di atas Allah melarang memakan harta orang lain dengan cara yang batil. Dan mengambil upah dari akting perbuatan haram termasuk memakan harta dengan cara yang batil, karena dia mendapatkan uang dengan cara melakukan akting yang haram yang jelas merupakan perbuatan batil.

  1. Hadis Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

إن الله تعالى إذا حرم شيئا حرم ثمنه

Artinya: “Sesungguhnya Allah bila mengharamkan sesuatu, berarti Allah mengharamkan juga uang hasilnya”.[5]

Hadis di atas tegas menyatakan haram upah dari perbuatan yang haram. Terkadang pemeran tidak langsung melakukan hal-hal yang haram dalam peran yang ia lakonkan, akan tetapi misi utama film tersebut adalah hal-hal yang diharamkan, seperti menyudutkan umat Islam. Maka upah dari peran yang la mainkan sekalipun pada boleh akan tetapi keberadaannya dalam film tersebut turut melengkapi hal yang diharamkan, maka hukumnya juga menjadi dasarnya haram.

Allahu a’lam, semoga kita terhindar dari perbuatan memakan harta haram serta menjadikan hal yang terpenting dari sebuah profesi adalah dari segi kehalalannya bukan dari segi kuantitas besar ataupun kecilnya.

Referensi:

Tarmizi, Erwandi. 2020. Harta Haram Muamalat Kontemporer. Bogor: PT. Berkat Muliainsani.

Diringkas oleh:

Shofwah (Pengajar Ponpes Darul Quran Wal Hadits OKU Timur)

[1] QS. al-Maidah: 2

[2] HR. Muslim 224, Nasai 139, dan yang lainnya

[3] Muttafaq ’alaih

[4] An Nisaa’ 29

[5] HR. Ibnu Hibban dan Daruquthni. Hadis ini dishahihkan oleh Ar Nauth

Baca juga artikel:

Jerat Pinjaman Online

Donasi Pembangunan Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.