Rahasia Dibalik Berbakti Kepada Orangtua

Rahasia Dibalik Berbakti Kepada Orangtua

Rahasia Dibalik Berbakti Kepada Orangtua – Segala puji bagi Allah , Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi dan Rasul paling mulia, Nabi kita Muhammad, keluarga beliau dan para sahabat beliau seluruhnya. Amma ba’du.

Ini adalah kumpulan hadits, perkataan, dan fatwa para ulama besar dalam menjelaskan wajibnya berbakti dan taat kepada kedua orangtua, dan memperingatkan dari mendurhakai keduanya dan mengingkari jasa baik mereka. Diantaranya sebagai berikut:

Bagaimana Mewujudkan Berbakti Kepada Kedua Orangtua?

Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya tentang bagaimana berbakti kepada kedua orangtua diwujudkan? Apakah boleh menunaikan umrah sebagai pengganti salah satu dari keduanya meskipun dia sudah menunaikannya sebelumnnya?

Syaikh Ibnu Utsaimin menjawab, sesungguhnya berbakti kepada kedua orangtua yang dimaksudkannya adalah berbuat baik kepada keduanya dengan harta, kedudukan, dan kemanfaatan yang bersifat fisik. Hukumnya adalah wajib. Sedangkan mendurhakai keduanya termasuk dosa-dosa besar, yaitu menghalangi hak keduanya.

Berbuat baik kepada keduanya semasa hidupnya sudah diketahui, sebagaimana yang kami sebutkan di atas, yaitu dengan harta, kedudukan, dan manfaat yang bersifat fisik. Adapun berbuat baik kepada kedua orangtua sesudah mereka meninggal, maka dilakukan dengan mendoakan mereka, memohonkan ampun bagi mereka, menunaikan wasiat mereka setelah mereka meninggal, memuliakan teman mereka, menyambung hubungan kekerabatan yang anda tidak punya hubungan kekerabatan dengan mereka tanpa kedua orangtua anda.

Inilah lima perkara yang termasuk berbakti kepada bapak ibu sesudah mereka meninggal.

Tentang bersedekah atas nama orangtua, maka hal itu boleh, akan tetapi tidak perlu dikatakan kepada seorang anak, “Bersedekahlah atas nama bapak ibumu (yang sudah meninggal).” Akan tetapi (cukuplah) dikatakan, ‘Bila engkau hendak bersedekah, maka hal itu boleh, dan bila engkau tidak bersedekah, maka mendoakan keduanya itu lebih utama,” berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam,

إِذَماَتَ الإْنْسَانُ انْقَطَعَ َعَمَلُهُ إلاّ مِنْ ثَلاَثٍ: إِلاّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ, أْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ, أَوْ وَلَدٍ صَلِحٍ يَدْ عُلَهُ

Artinya: “Bila manusiaُ mati, maka terputuslah amalnya, kecuali dari tiga perkara: kecuali dari sedekah jariyah, atau ilmu yang diambil manfaatnya, atau anak shalih yang berdoa untuknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Nabi menyebutkan doa di dalam konteks pembicaraan tentang amal, maka ini merupakan dalil bahwa berdoa untuk bapak ibu setelah mereka meningggal adalah lebih utama dibandingkan bersedekah atas nama mereka, lebih utama daripada umrah untuk mereka,lebih utama daripada membaca al-Qur’an untuk mereka, lebih utama dibandingkan shalat untuk mereka, karena tidak mungkin Nabi berpaling dari amal yang lebih utama (afdhal), berpindah kepada amal yang mafhul[1], bahkan beliau harus menjelaskan amal apa yang lebih utama dan menjelaskan bolehnya amal yang mafdhul. Dan di dalam hadits ini telah diterangkan amal apa yang paling utama.

Tentang penjelasan dibolehkannya amal yang mafdhul, maka ia hadir dalam hadits Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu, manakla dia meminta izn kepada Nabi untuk bersedekah atas nama ibunya, maka beliau mengizinkannya. Demikian juga laki-laki yang berkata,

يَا رَسُوْلُ اللهِ, إِنّ أُمّيْ افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا – أَيْ مَا تَتْ بَغْتَةً -, وَ أَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ لَتَصَدَّقَتْ, فَهَلْ أَتـَصَّدَقَ عَنْهَا؟ قَالَ:نَعَمْ

Artinya: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku nyawanya diambil secara tiba-tiba, yakni meninggal dunia mendadak. Dan aku menduga seandainya dia mampu berbicara, niscaya dia (berwasiat untuk) bersedekah. Apakah aku boleh bersedekah atas namanya?” Beliau menjawab, “Ya.”

Yang penting, saya menyarankan kepada saudara penanya agar memperbanyak doa untuk bapak ibunya sebagai ganti dari menunaikan umrah atau bersedekah atau yang sepertinya, karena inilah yang ditunjukkan oleh Nabi, dan bersama ini, kami tidak memungkirinya bila dia ingin bersedekah atau menunaikan umrah atau shalat atau membaca al-Qur’an, dan menjadikan (pahala)nya untuk kedua orangtuanya atau salah satu dari keduanya.

Adapun bilamana keduanya belum menunaikan haji atau umrah, maka bisa dikatakan bahwa menunaikan ibadah fardhu untuk keduanya adalah lebih utama daripada berdoa. Wallahu a’lam.

Syaikh Ibnu Utsaimin juga berkata, Sesungguhnya hak kedua orangtua yang harus kamu tunaikan adalah hendaknya engkau berbakti kepada mereka, hal itu dengan berbuat baik kepada mereka, melalui perkataan dan perbuatan, dengan harta dan fisik, menaati perintah mereka selama bukan dalam rangka bermaksiat kepada Allah dan bukan pada perkara yang di dalamnya terkandung kemudaratan atasmu. Engkau melembutkan perkataan kepada mereka, melayani mereka menurut standar kepatutan bagi mereka, tidak berkeluh kesah kepada mereka saat mereka berusia lanjut atau sakit atau saat lemah, dan kamu tidak merasa terbebani oleh mereka, karena engkau pun akan mencapai usia lanjut di sisi anak-anakmu (dalam tanggungan mereka) bila Allah menakdirkan umur panjang bagimu, sebagaimana mereka telah mencapai usia lanjut di sisimu (menjadi tanggunganmu).

Suatu saat engkau akan membutuhkan bakti dari anak-anakmu sebagaimana kedua orangtuamu saat ini memerlukan baktimu. Bila engkau telah berbakti kepada keduanya, maka berbahagialah dengan pahala besar dan balasan semisal. Barangsiapa berbakti kepada kedua orangtuanya, maka anak-anaknya akan berbakti kepadanya. Demikian juga barangsiapa mendurhakai bapak ibunya, maka anaknya akan mendurhakainya. Balasan dari suatu amal adalah sejenis dengan amal itu sendiri, sebagaimana engkau berbuat, seperti itu pula engkau akan dibalas.

Kemudian Ibumu

Yang mulia Syaikh Abdullah bin Jibrin ditanya, mengapa Allah lebih mengutamakan ibu darai pada bapak, dan mengpapa Rasulullah mengkhususkan ibuk tiga kali, sementara bapak hanya sekali?

Yang mulia Syaikh Abdullah bin Jabrin menjawab, Telah tsabit dalam ash –Shahih dari hadits Abu Hurairah, yang artinya sebagai berikut:

Bahwa seorang laki-laki berkata, ’wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak saya perlakukan dengan sebaik-baiknya? ‘Beliau menjawab ‘ Ibumu’. Dia bertanya, ‘kemudian siapa?  ‘Beliau menjawab, ‘Ibumu’. Dia bertanya, ‘kemudian siapa? ‘Beliau menjawab, ‘Ibumu’. Dia bertanya,  ‘kemudian siapa? ‘Beliau menjawab, ‘Bapakmu’.”

Dan dalam sebuah riwayat, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

أُمُّكَ, ثُمَ أُمُّكَ, ثُمَّ أُمُّكَ, ثُمَّ أَبُوْكَ ثُمَّ أَدْنُكَ أَدْنُكَ

Artinya: “Ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu,kemudian bapakmu, kemudian kerabat terdekatmu, kemudian yang dekat denganmu.”         

Di dalam hadits ini terkandung betapa besarnya hak ibu dibandingkan bapak, di mana beliau demi anak, mendapati berbagai kesulitan di dalam (masa) mengandung, melahirkan, menyusui, menyapih, mengasuh, dan mendidik (dengan pendidikan) yang khusus dimana semua itu tidak dijalani oleh bapak. Nabi    menetapkan satu hak bagi bapak sebagai imbalan atas nafkah, pendidikan, dan pengajaran, serta apa yang berkenaan dengannya. Wallahu a’lam.(Fatawa islamiyah).

Tidak diragukan bahwa berbakti kepada ibu termasuk ketakwaan, kecuali bila ibu tersebut bukan orang yang berpegang teguh kepada agama, sedangkan wanita yang kamu lamar termasuk orang yang berpegang teguh kepada agama dan bertakwa, maka bila faktanya sebagaimana yang kami jelaskan di atas, maka engkau tidak wajib menaati ibumu di dalam masalah tersebut, berdasarkan sabda nabi,

إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي المَعْرُوْفِ

Artinya: “Sesungguhnya ketaatan itu hanyalah dalam kebaikan.”

Semoga Allah memberikan taufik kepada semua kaum muaslimin kepada apa yang mengandung keridhaanNya. Dan semoga Allah memudahkan untukmu kepada apa yang mengadung kebaikanmu, keselamatan dunia dan agamamu. (Fatawa islamiyah).

Berbakti Kepada Bapak Ibu Lebih Didahulukan Daripada Jihad dan Hijrah

Dari Abu HurairahRadhiyallahu Anhu, dia berkata,

جَاءَ رَجُلٌ إِلَ النَّبِيِّ يَسْتَأْذِنُهُ فِي الجِهَادِ, فَقَالَ: أَحَيٌّ وَلِدُكَ؟ قَالَ: نَعَمْ, قَالَ: فَفِيْهِمَا فَجَاهَدَ

Artinya: “Seorang laki-laki datang kepada Nabi  meminta izin untuk berjihad, maka beliau bertanya, ‘ Apakah kedua orangtuamu masih hidup? ‘ Dia menjawab, ‘ ya. ‘ Beliau bersabda, ‘ Berjihadlah dalam melayani keduanya’.” Diriwayatkan oleh muslim.

Dari Abdullah bin Amr bin al-ash, dia berkata, yang artinya sebagai berikut:

Artinya: “Seorang laki-laki menghadap Nabi Allah lalu dia berkata, ‘Saya berba’at kepada andauntuk berjihad dan berjihad demi mencari pahala dari Allah.’ Beliau bertanya, ‘ Apakah salah seorang dari kedua orangtuamu masih hidup?’ Dia menjawab, ‘ya, bahkan keduanya.’ Maka beliau bersabda, ‘ (Apakah kamu akan berjihad dengan meninggalkan kedua orangtuamu) lalu kamu mencari pahala dari Allah? ‘ Dia menjawab, ‘ya.’ Beliau bersabda, ‘kalau begitu pulanglah kepada kedua orangtuamu dan pergaulilah keduanya dengan baik’.” Diriwayatkan oleh muslim.

Menaati Bapak Ibu Selama Tidak Dalam Kemaksiatan Kepada Allah

Yang mulia, Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya, “Bila bapak ibuku memerintahkanku untuk meninggalkan teman-teman yang baik dan rekan-rekan yang shahih, dan agar aku tidak melakukan perjalanan dengan mereka untuk menunaikan umrah. perlu diketahui bahwa aku di dalam perjalanan berusaha untuk memegang ajaran agama dengan teguh. Apakah wajib atasku menaati keduanya dalam keadaan ini ?”

Maka Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjawab, “Engkau tidak wajib mematuhi keduanya dalam kemaksiatan kepada Allah dan tidak wajib pula di dalam urusan yang membahayakanmu, siapa saja yang melarangmu berkawan dengan orang-orang baik, maka engkau tidak boleh mematuhinya, tidak bapak ibuk dan tidak pula selain keduanya.

Demikian juga engkau tidak boleh mematuhi siapa pun yang memerintahkanmu berkawan dengan orang-orang jahat, akan tetapi engkau harus tetap berbicara dengan kedua orangtuamu dengan perkataan yang baik dan dengan cara yang lebih baik, seperti engkau berkata, ‘wahai bapakku, begini. Wahai ibukku, begini. Mereka adalah orang-orang baik, aku banyak mendapatkan faidah dan manfaat darti mereka. Bersama mereka, hatiku menjadi lunak, aku belajar dari mereka dan menimba ilmu dari mereka.’ Jadi, engkau nebjawab kata-kata kedua orangtuamu dengan jawaban yang baik dan tutur kata yang baik pula, bukan dengan kasar dan keras.

Bila keduanya melarangmu, maka janganlah engkau memberitahu mereka berdua bahwa kamu berkawan dengan orang-orang baik dan berhubungan dengan mereka. Jangan beritahu keduanya bahwa engkau pergi bersama mereka bila keduanya tidak merestuinya, akan tetapi engkau tetap jangan mematuhi keduanya kecuali keduanya kecuali dalam kebaikandan ketaatan kepada Allah. Bila keduanya memerintahkanmumerokok atau minum khamar atau berzina atau kemaksiatan-kemaksiatan yang lain, maka jangan menaati keduanya dalam hal ini.

Yang mulia, Syaikh Abdul Aziz bin Baz juga ditanya, “Bapakku merokok, beliau menyuruhku ke pasar untuk membelikannya rokok. Apakah aku boleh mematuhinya? Bila aku mematuhinya, apakah aku berdosa? perlu diketahui bilaaku tidak mematuhinya, maska muncul masalah antara diriku dengan bapakku. Mohon jawabnya, semoga Allah membalasd anda dengan kebaikan.”

Yang mulia, Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjawab, “Wajib atas bapakmu meninggalkan rokok, karena ia mengandung banyak bahaya. Rokok termasuk khaba’its (hal-hak yang buruk) yang Allah haramkan dalam firman-Nya tentang Nabi-Nya,

وَيُحِلُ لَهُمْ الطَّيِّبَتْ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمْ الْخَبَئِثِ

Artinya: “Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (Al-a’raf: 157).

Allah hanya menghalalkan yang baik-baik bagi hamba-hambaNya sebagaimana di dalam ayat yang mulia ini, dan sebagaimana di dalam firman-Nya pada surat al-Ma’idah,

يَسْئَلُوْنَكَ مَاذَآ أُحِلَّ لَهُمْ قَلَا أُحِلَّ لَاكُمْ الَّطيِّبَتْ

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (wahai nabi), tentang apa yang dihalalkan bagi mereka. Katakanlah, ‘yang dihalalkan bagi kalian (dalam makanan) yang baik-baik.” (QS. Al-Ma’idah: 4).

Allah menjelaskan bahwa dia tidak menghalalkan bagi hamba-hambaNya kecuali yang baik-baik saja, dan rokok bukan termasuk yang baik-baik, bahkan sebaliknya, ia termasuk khaba’its yang berbahaya. Maka bapakmu dan perokok yang lainnya tenggelam di dalamnya wajib bertaubat kepada Allah ﷻ dengan meninggalkan rokok, tidak bergaul dengan para pecandu perokok. Engkau tidak boleh membantu bapakmu untuk membelikannya rokok dan tidak boleh pula membantunya di dalam kemaksiatan lainnya, berdasarkan firman Allah,

وَتَعَا وَنُوْا عَلَى البِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَ الِإثْمِ وَالعُدْوَن وَتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيْدُ العِقَاب

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras siksaNya.”(QS. Al- ma’idah).

Aku memohon kepada Allah agar membimbing bapakmu kepada kebaikan, membantunya untuk bertaubat dari kemaksiatan ini dan lainnya, dan menjadikanmu sebagai penolongnya dalam kebaikan. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha mendekat.

Renungkanlah…

Ibnu Umar melihat seorang laki-laki menggendonng ibunya di atas pundaknya dalam keadaan berthawaf di ka’bah. Dia berkata, “ Wahai Ibnu Umar, menurutmu apakah kau sudah membalas kebaikan ibuku ? “Tidak, bahkan tidak satu putaran pun dari putaran-putarannya.[2] Namun kamu telah berbuat baik, dan Allah membalas banyak atas (amalmu) yang sedikit.”

Sufyan bin Uyainah berkata, “ Seorang laki-laki pulang dari safar, lalu dia mendapati ibunya sedang bediri shalat, maka dia tidak ingin duduk sementara ibunya masih berdiri, manakala ibunya mengetahui apa yang anaknya inginkan, dia memanjangkan berdirinya agar anaknya mendapatkan pahala yang lebih banyak.

Demikian artikel ini saya buat. Semoga kita semua dapat mengambil faedah dan manfaat dari tulisan ini. jika ada kesalahan ana mohon maaf dan kepada Allah ana mohon ampun dan bertaubat. Karena ana hanya manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kehilafan serta bukan manuisa yang sempurna.

*****

Referensi:

Diringkas dari buku : Rahasia Dibalik Berbakti Kepada Kedua Orangtua

Penulis : Dr. Khalid bin Abdurrahman asy-Syayi’

Penerbit : Darul Haq cetakan 1, Sya’ban 1437 H

Diringkas oleh : Bella Nopita Sari (Pengabdian Ponpes Darul-Qur’an wal-Hadits OKU Timur)

[1] Amal yang keutamaannya diungguli oleh amal yang lain

[2] Maksnya, bahkan tidak sedikit pun dapat membalas kebaikannya. Ed. T.

 

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.