Problematika Rumah Tangga (Bagian 4)

problematika rumah tangga 4

Problematika Rumah Tangga (Bagian 4) – Berikut ini adalah pembahasan terakhir ringkasan dari bab “Problematika rumah tangga”.

  • Istri Hobi Keluyuran

Pengaruh gazwul fikri dan westernisasi sangat tampak pada masyarakat secara umum dan kaum Muslimin secara khusus, terutama kaum wanita. Mereka menjadi target utama karena posisinya yang sangat strategis, sebagai pendidik generasi dan penjaga gawang umat. Sehingga maju atau tidaknya umat sangat bergantung pula pada baik dan tidaknya kaum wanita. Bila akidah dan moral kaum wanita hancur dan kepribadian mereka lebur, maka semua aspek kehidupan akan rusak, dan musibah merata akan menimpa umat.

Diantara pengaruh gerakan gazwul fikri dan westernisasi yang jelas dampaknya adalah; banyak kaum wanita yang kurang betah tinggal di rumah, apalagi wanita karier. Akhirnya tugas rumah tangga terlantar, pendidikan anak terbengkalai dan keluarga menjadi korban. Menurut syariat Islam, kaum wanita dianjurkan untuk tetap tinggal di rumah, dan tidak keluar kecuali untuk suatu keperluan yang mendesak dan atas seizin suaminya. Karena pada prinsipnya, tempat utama wanita adalah rumah. Seperti firman Allahﷻ,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّحَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

Dan hendaklah anda tetap di rumahmu dan janganlah anda berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33).

Menurut Imam al-Qurtubi, bahwa maksud ayat di atas ialah, semua wanita diperintahkan tetap tinggal di rumah, walaupun pada mulanya firman ini ditujukan kepada para istri Nabi, tetapi semua kaum wanita yang bukan istri beliau juga termasuk dalam pengertian dan hukum ini.[1]

Kaum wanita hanya sekedar tinggal di rumah saja sudah mendapat keutamaan, apalagi jika ditambah dengan ibadah, menunaikan tugas rumah tangga, mengasuh anak-anak dan melayani suami, jelas pahalanya lebih besar dan berlipat ganda. Karena keberadaan kaum wanita di rumah dan kemauan mereka tinggal di rumahnya menjadi benteng utama bagi masyarakat dan mengandung tujuan yang mulia dalam pandangan agama, sebab syariat tidak melarang suatu perbuatan kecuali pasti mengandung mudharat.

Dengan demikian, wanita tidak boleh keluar rumah, apalagi hanya sekedar keluyuran tanpa seizin suaminya, meskipun untuk menghadiri ceramah agama, pertemuan keluarga, silaturrahmi kepada orang tua dan lain sebagainya. Kecuali untuk tujuan darurat, untuk suatu kebutuhan yang mendesak, seperti mencari nafkah di kala suaminya mengalami kesulitan bekerja, atau pergi ke dokter untuk berobat, atau keluar rumah untuk bertanya kepada seorang ulama tentang hukum agama, apabila suaminya tidak mampu menjawab pertanyaannya atau keluar untuk shalat jamaah, demikian itu diperbolehkan, Rasulullahﷺ bersabda,

قَدْ أُذِنَ أَنْ تَخْرُجْنَ فِي حَاجَتِكُنَّ.

Atinya: “Kalian telah diizinkan keluar untuk keperluan kalian. “[2]

Apabila wanita sudah berilmu yang cukup untuk menegakkan ibadahnya atau suaminya cukup memadai untuk menjawab persoalan agama, umpamanya setiap kali ditanya dia pasti bisa menjawab, atau suaminya yang menanyakan kepada orang lain, kemudian hasilnya disampaikan kepadanya sehingga semua kebutuhan wanita tersebut untuk mengetahui hukum agama terpenuhi, dan tidak boleh keluar tanpa seizin suaminya, kalau bukan karena alasan-alasan tersebut di atas. Wallahu A’lam.

  • Bila Istri Merokok

Budaya dan tradisi merokok sudah sangat akrab dengan bangsa Indonesia, hingga pengaruhnya berimbas kepada kaum wanita dan kalangan anak-anak. Indonesia ibarat surga bagi kaum perokok dan neraka penuh siksa buat orang yang tidak merokok. Bahkan, para kyai dan ustadz pun katanya tidak lancar berceramah agama kecuali harus dikatrol dengan rokok, sehingga rokok sudah menjadi berhala baru bagi bangsa Indonesia, terutama kaum Muslimin.

Islam melarang bahkan mengharamkan segala bentuk bahaya atau menimbulkan bahaya bagi diri sendiri dan orang lain sebagaimana sabda Nabiﷺ,

لَا ضَرَرَ وَلَا ضررَارَ.

Artinya: “Tidak boleh menimbulkan bahaya dengan tidak sengaja, dan tidak boleh membalas bahaya dengan sengaja”.[3]

Ketahuilah bahwa setiap satu batang rokok yang dinyalakan mengandung lebih 4 800 bahan kimia beracun yang membahayakan dan mematikan. Di antara kandungan asap rokok, bahan radioaktif (polonium-201), bahan cat (acetone), pencuci lantai (ammonia), ubat gegat (naphthalene), racun serangga (DDT), racun anai-anai (arsenic), gas beracun (hydrogen cyanide) yang digunakan di “kamar gas maut” bagi penjahat yang menjalani hukuman mati, namun, racun paling penting adalah Tar, Nikotin dan Karbon Monoksida.

Mahkamah konstitusi telah mengeluarkan fatwa bahwa rokok termasuk zat aditif yang berarti rokok termasuk zat yang dapat menimbulkan ketagihan sampai pada ketergantungan”, sehingga rokok bisa masuk dalam katagori NAZA atau NARKOBA, bahkan ROKOK bisa menjadi gerbang utama menuju narkoba.

Bersikap tegas, tulus dan dengan akhlak mulia, harus dilakukan untuk merubah kebiasan sang istri.Tunjukkan sikap kepemimpinan yang berwibawa dan disegani, sehingga anda akan berhasil dalam merubah istrimu. Jelaskan kepada istri bahaya dan dampak dari merokok, serta berusaha sekuat tenaga untuk memisahkannya dari rokok, karena Allahﷻ berfirman:

وَأَنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

Artinya; “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah anda menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al- Baqarah: 195).

Apabila nasihat dengan lemah lembut tidak berguna, anda boleh memberi peringatan dengan keras dan menjatuhkan sanksi untuk memberi efek jera dan shock terapi. Karena apabila kelembutan tidak bermanfaat, maka metode penjatuhan sanksi barangkali manjur. Berapa banyak dalam berbagai kasus dibuktikan, bahwa orang yang tidak bisa dinasihati dengan isyarat dan lemah lembut, justru bisa berhasil ketika dinasihati dengan keras dan tegas.

  • Istri Malas Shalat

Ada sebagian wanita malas menunaikan shalat, maka dia harus segera bertaubat, Allah ﷻ berfirman:

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ

Artinya: “Dan bersegeralah anda kepada ampunan dari Tuhanmu.” (QS. Ali Imran: 133).

Di zaman sekarang ini banyak di antara kaum Muslimin yang meremehkan shalat dan meninggalkan shalat dianggap hal yang biasa bukan suatu pelanggaran besar. Shalat merupakan pondasi agama paling dasar dan pilar syariat paling penting seperti yang telah ditegaskan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dalam sabdanya:

رَأْسُ الْأَمْرِ الإِسْلَامُ وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ.

Artinya: “Pokok urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya jihad”.[4]

Seorang suami merupakan kepala rumah tangga dan orang yang paling bertanggung jawab atas segala penyimpangan yang terjadi di tengah keluarganya. Suami harus mampu membina istri dan anak-anaknya dalam urusan shalat secara disip lin dan benar. Karena dia akan ditanya tentang tanggung jawab tersebut di hadapan Allahﷻ .

Seorang istri harus mentaati perintah suami, terutama dalam masalah shalat. Karena meninggalkan shalat dengan sengaja termasuk kekufuran yang besar. Ini menurut pendapat yang paling kuat di antara dua

pendapat para ulama, dengan syarat masih mengakui kewajibannya. Jika ia tidak mengakui kewajiban shalat, maka ia kafir menurut ijma ulama tanpa pengecualian, berdasarkan beberapa sabda Nabi ﷺ:

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشَّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ

Sesungguhnya (pembatas) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat. “[5]

Syaikh Ibnu Baz berkata, “Orang yang mengingkari kewajiban shalat berarti ia telah mendustakan Allahﷻ dan Rasul- Nya serta ijma’ ahli ilmu dan keimanan, maka kekufurannya lebih besar dari pada yang meninggalkan, karena meremehkan. Wajib atas penguasa kaum Muslimin untuk menyuruh bertaubat kepada orang yang meninggalkan shalat. Jika me nolak, maka harus dibunuh, hal ini berdasarkan dalil-dalil yang menunjukkan hal ini. Dan selama masa diperintahkan untuk bertaubat, harus mengasingkan orang yang meninggalkan shalat dan tidak berhubungan dengannya serta tidak memenuhi undangannya sampai ia bertaubat kepada Allahﷻ dari perbuatannya. Namun di samping itu harus tetap menasihatinya dan mengajaknya kepada kebenaran, serta memperingatkannya terhadap akibat-akibat buruk meninggalkan shalat, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Dengan demikian, ia diharapkan mau bertaubat sehingga Allahﷻ menerima taubatnya.

Wanita memang tidak wajib shalat jamaah, namun seyogyanya bila mendengar adzan, segera bangun dengan semangat dan tekad yang kuat untuk menunaikan ibadah, disertai hati gembira. Karena, bersegera dan bergegas kepada kebaikan adalah kebaikan tersendiri, dan berarti melaksanakan perintah Allahﷻ, sementara ancaman meninggalkan sangat berat baik di dunia maupun di akhirat sebagaimana firman Allahﷻ:

مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ۞ قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ

Artinya: “Apakah yang memasukkan anda ke dalam Sagar (neraka)?” Mereka menjawab, “Kami dahulu tidak Termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat.” (QS. Al-Mudatstsir: 42-43).

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata, “Jika keluarganya tidak mau melaksanakan shalat selamanya, berarti mereka kafir, murtad, keluar dari Islam, dan tidak boleh tinggal bersamanya. Namun demikian ia wajib mendakwahi mereka dan terus menerus mengajak mereka, mudah-mudahan Allahﷻ memberi mereka petunjuk. Karena orang yang meninggalkan shalat hukumnya kafir berdasarkan dalil dari al-Kitab dan as-Sunnah serta pendapat para sahabat dan pandangan yang benar. Allahﷻ berfirman:

فَإِن تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَوَةَ وَمَاتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ

Artinya: “Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (QS. At-Taubah: 11).

Berarti jika mereka tidak melakukan itu, mereka bukanlah saudara-saudara kita. Memang persaudaraan agama tidak gugur karena perbuatan maksiat walaupun besar, namun persaudaraan itu akan gugur ketika keluar dari Islam.

  • Istri Tekun Shalat, Enggan Berhijab

Ada seorang laki-laki menikah dengan wanita Muslimah, tetapi wanita tersebut tidak mau berhijab yaitu memakai pakaian yang menutup aurat secara sempurna. Sang suami tetap bersabar menasihatinya supaya melaksanakan syariat Allah, terutama urusan hijab. Wanita tersebut melaksanakan sebagian perintah Allahﷻ, namun tetap keras kepala tidak mau mengenakan hijab.

Sang suami bingung harus bersikap apa? Apakah harus menceraikanya atau tidak? Kalau tidak menceraikan, apakah laki-laki tersebut menanggung dosa tabaruj dari istrinya atau tidak, terutama karena kami mendengar, manusia akan dihisab karena perbuatannya saja?

Memang setiap kaum lelaki bertanggung jawab atas agama dan moral istri dan anak-anaknya, karena Allahﷻ menegaskan,

يا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At-Tahrim: 6).

Menutup aurat secara sempurna bagi seorang wanita berhukum wajib berdasarkan firman Allahﷻ,

يَأَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Artinya: “Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang Mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. Al-Ahzab: 59).

Oleh karena itu, suami harus menyuruh istrinya berhijab dan harus mampu mengatasi istrinya hingga berhasil, karena lelaki adalah pemimpin di rumahnya dan harus bertanggung jawab tentang apa yang dipimpinnya, terutama istrinya. Dia harus bersikap sabar dalam membimbing keluarganya hingga tumbuh kesadaran untuk mengenakan jilbab yang syar’i, niscaya Allahﷻ akan memudahkan urusannya dan memberkahi usahanya sebagaimana, firman Allahﷻ:

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا

Artinya: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. Ath-Thalaq: 4).

Ketahuilah wahai suadariku, menjadi wanita shalihah tidak cukup hanya dengan rajin shalat bahkan wanita dituntut untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah termasuk mengenakan jilbab. Sebab ancaman Allah sangat berat terhadap wanita yang tidak mau menutup aurat dengan jilbab yang sempurna.

  • Mencuri Uang Suami untuk Ditabung

Ada salah seorang akhwat menuturkan masalahnya, “Saya telah bersuami, sudah mempunyai rumah dan anak-anak dan alhamdulillah atas hal itu. Saya InsyaAllahﷻ juga termasuk orang yang rajin shalat, berpuasa dan menunaikan perkara fardhu yang diwajibkan Allah atasku.

Saya menyimpan sebagian uang belanja rumah tangga tanpa sepengetahuan suamiku. Begitu pula saya sering meng ambil uang dari kantong suamiku tanpa sepengetahuannya. Tapi demi Allahﷻ, saya tidak gunakan uang tersebut untuk hal- hal yang dimurka Allahﷻ, tapi saya tabung. Karena saya tidak tahu keadaan yang bakal terjadi, dan saya khawatir terhadap suamiku dan anak-anakku. Apakah perbuatanku itu mendatangkan dosa untukku, saya benar-benar takut kepada Allahﷻ dan khawatir mendapat siksanya.”

Rasulullahﷺ bersabda:

وَلَا تُنْفِقُ المَرْأَةُ شَيْئًا مِنْ بَيْتِهَا إِلَّا بِإِذْنِ زَوْجِهَا فَقِيلَ: يَارَسُوْلَ اللَّهِ وَلَا الطَّعَامُ؟ قَالَ: ذَاكَ أَفْضَلُ أَمْوَالِنَا.

Artinya: “Tidak boleh wanita menginfagkan sesuatu dari rumah suaminya kecuali atas seizinnya. Sebagian mereka bertanya, Wahai Rasulullah bagaimana dengan makanan? Beliau bersabda, ‘Demikian itu harta kekayaan paling berharga’. “[6]

Kesimpulan, bila seorang istri bersedekah tanpa seizin suami baik secara global maupun rinci, implisit maupun eksplisit, atau menurut adat demikian itu dibolehkan tetapi sang istri tidak mendapat pahala bahkan berdosa.

Mengambil uang dari kantong suami tanpa sepengetahuannya adalah tidak boleh, sekalipun tujuannya untuk ditabung, selagi suami tidak kikir memberi nafkah yang pantas, sebagaimana yang dialami seorang wanita pada masa Rasulullahﷺ sehingga beliau Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

خُذِي مَا يَكْفِيكَ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوْفِ.

Artinya: “Ambillah hartanya secukupnya untuk kebutuhanmu dan kebutuhan anakmu secara ma’ruf. “[7]

Seorang istri harus memberitahukan kepada suami berapa uang simpanannya, dan sang istri harus meminta izin suami ketika membelanjakannya.

  • Pakai Jasa Dukun

Salah seorang akhwat bercerita, sebelum dia mendapat kan hidayah dan petunjuk kepada ajaran Islam yang lurus, pernah pergi kepada paranormal atau dukun supaya akur de ngan suami. Sang dukun menyuruhnya menjerat leher seekor ayam sebagai tumbal untuk mengikat dirinya dengan suami nya, karena sebelumnya selalu terjadi pertengkaran dan percekcokan di antara keduanya. Saran paranormal atau dukun tersebut, benar-benar dilakukan untuk tujuan yang diinginkan. Dia jerat seekor ayam dengan tangan hingga mati.

Banyak masyarakat Indonesia yang tidak berpegang kepada aqidah yang benar, menjadikan orang pintar, paranormal, dukun, tabib dan sebangsanya menjadi tempat bertanya, tempat mengadu, tempat mencurahkan segala keluh kesah dan tempat bersandar termasuk dalam menyelesaikan masalah rumah tangga. Sehingga mereka menjadi mangsa setan sebagaimana firman Allahﷻ,

هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَى مَن تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ تَنَزَّلُ عَلَى كُلِّ أَفَاكِ أَثِيمٍ يُلْقُونَ السَّمْعَ وَأَكْثَرُهُمْ كَذِبُونَ

Artinya: “Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa setan-setan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi ya ng banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada setan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta.” (QS. Asy-Syu’ara: 221-223).

Semua wangsit yang datang dari setan pasti berlumuran dengan kedustaan dan kejahatan dalam bentuk apapun kerjasamanya.

Tidak jarang mereka justru menjadi pihak yang lebih dipercaya petuah-petuahnya, lebih dipatuhi titahnya daripada syari’at Islam dan orang tuanya sendiri. Demikian itu mencakup segala persoalan, mulai dari masalah rumah tangga, kesehatan, jodoh, pangkat, peluang rezeki hingga pada masalah santet dan tenung.

Saat orang sakit parah dan dokter sudah angkat tangan, pergi ke dukun. Orang ingin cepat mendapat jodoh atau pasangan hidup juga datang kepada paranormal.

Perbuatan para dukun adalah syirik, dan pengaruh sihirnya bisa membahayakan sesama hamba Allahﷻ. Pergi dukun hukumnya haram dan mempercayainya dosa besar, bahkan menjadikan pelakunya kafir terhadap ajaran Nabi Muhammad ﷺ berdasarkan sabda beliau :

مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ.

Artinya “Barangsiapa mendatangi dukun atau peramal dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad. “[8]

Adapun cerita di atas, bahwa sang istri tersebut telah menjerat leher ayam, adalah dosa lain lagi, karena hal itu termasuk penyiksaan terhadap binatang dan membunuhnya tanpa alasan yang benar. Sementara bertaqarub kepada selain Allahﷻ dengan melakukan perbuatan tersebut adalah syirik.

Para ulama memasukkan sihir sebagai salah satu pembatal keislaman seperti yang disebutkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab at-Tamimi dalam kitab beliau “Nawaqidlul Islam (Pembatal-pembatal Islam). Berdasarkan firman Allah Ta’ala :

وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ

Artinya: “Dan keduanya (Harut dan Marut) tidak mengajari seseorang (ilmu sihir) kecuali setelah mengatakan kepadanya, “Sesungguhnya kami ini hanyalah cobaan (buatmu), maka janganlah anda menjadi kafir.” (QS. Al-Baqarah: 102).

Maka sang istri tersebut harus bertaubat kepada Allahﷻ dengan taubatan nasuhah hingga Allah mengampuni dosa-dosanya. Allahﷻ akan menerima taubat siapapun yang bertaubat, dan anda tidak boleh mengulangi untuk selamanya.

Kaum Muslimin tidak boleh membiarkan tukang sihir menjalankan prakteknya dikalangan kaum Muslimin. Mereka wajib diingkari dan dicegah. Dan menjadi kewajiban pemerintah kaum Muslimin menghukum mati tukang-tukang sihir dan menyelamatkan kaum Muslimin dari kejahatan mereka.

Demikianlah pembahasan masalah problematika rumah tangga, semoga kita semua bisa mengambil faedah atau Pelajaran dari artikel ini dalam kehidupan sehari-hari.

REFERENSI:

Dari “ Dr. Zaenal Abidin, Lc., M.M., Problem Solving Rumah Tangga,( Problematika Rumah Tangga, bagian 4), PT Rumah Media Imam Bonjol”.

Diringkas oleh: Nurul Latifah


[1] Tafsir Ahkamul Qur’an, Imam al-Qurthubi, 14/117

[2] HARI. Bukhari, no. 147 dan Muslim, no. 2170

[3] Diriwytkan oleh Imam Malik dalam Muwatho’nya, no. 33

[4] HARI. Imam at-Tarmidzi, dalam sunannya no. 2616

[5] HR. Imam Muslim, no. 82

[6] HR. Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya, no. 670

[7] HR. Imam Bukhari, no. 2211, Imam Muslim, no. 1714

[8] HR. Abu Daud

BACA JUGA :

Be the first to comment

Ajukan Pertanyaan atau Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.