Menjawab Syubhat-SYubhat Perayaan Mauldi Nabi (Bagian ke-2)

MENJAWAB SYUBHAT-SYUBHAT MAULID (BAGIAN KE-2)

MENJAWAB SYUBHAT-SYUBHAT PERAYAAN MAULID NABI (Bagian Ke-2)

Oleh Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi hafidzohullah

Ditulis ulang / diringkas oleh : Abu Ghifar Supriadi

Staff TU Ponpes Darul Qur’an wal Hadits OKU Timur Sumatera Selatan

SYUBHAT KEEMPAT

Mereka berkata bahwa perayaan maulid telah dianggap baik oleh ulama dan kaum muslimin di berbagai negeri, maka perayaan ini sangat baik berdasarkan hadits Abdulloh bin Mas’ud Radhiyallahu Anhu:

مَا رَآهُ الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ وَمَا رَآهُ الْمُسْلِمُونَ سَيِّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ سَيِّنٌ

Artinya: “Sesuatu yang menurut kaum muslimin baik, maka hal itu baik di sisi Allah. Dan sesuatu yang dinilai buruk oleh kaum muslimin, maka buruk pula di sisi Allah.” (mauquf, atsar riwayat Imam Ahmad, dll)

Jawaban:

Sungguh termasuk keajaiban dunia, tatkala hadits ini dijadikan dalil oleh sebagian kalangan tentang adanya bid’ah hasanah dalam agama dengan alasan banyaknya orang yang melakukan. Namun perlu dicermati hal-hal berikut:

  1. Hadits ini mauquf, sebagaimana dalam HR Ahmad: 3600, ath-Thoyyalisi hlm. 23 dan Ibnul A’robi dalam Mu’jamnya: 2/84 dengan sanad hasan, sehingga tidak bisa dijadikan alasan untuk menentang dalil-dalil yang jelas menegaskan bahwa semua bid’ah adalah sesat sebagaimana telah shohih dari Nabi.
  2. Anggaplah hadits tersebut shohih, namun tetap tidak bisa diterapkan karena menentang dalil-dalil yang shohih, karena: Pertama, Maksud Ibnu Mas’ud dengan “kaum muslimin” adalah kesepakatan para sahabat. Hal ini diperkuat bahwa beliau berdalil dengannya dalam masalah kesepakatan para sahabat untuk memiliki Abu Bakr sebagai kholifah. Kedua, maksud “Muslimun” dalam ucapan beliau bukan setiap muslim walaupun dia tidak memiliki ilmu sama sekali, tetapi maksudnya adalah orang-orang yang memiliki ilmu di antara mereka dan tidak taklid buta dalam agama.

Kesimpulannya, hadits ini tidak bisa dijadikan pegangan oleh ahli bid’ah, apalagi kalau kita ingat bahwa sahabat Ibnu Mas’ud adalah seorang sahabat yang dikenal keras memerangi bid’ah, di antara ucapan beliau: “Ikutilah Nabi dan janganlah kalian berbuat bid’ah, karena kalian telah diberi kecukupan.”

Maka wajib bagi kalian wahai kaum muslimin untuk berpegang teguh dengan sunnah nabi kalian, niscaya kalian akan bahagia.”

Kemudian kami katakan: “Siapa di antara ulama dan muslim yang menganggap baik maulid ini? Apakah mereka sahabat Rosululloh? Tentu tidak! Apakah mereka para tabi’in? Tentu tidak! Apakah mereka para tabi’ut tabi’in? Tentu tidak! Apakah mereka ulama generasi utama? Juga tidak! Apakah mereka tokoh-tokoh Fathimiyyah Rofidhoh? Benar! Apakah mereka ahlul bid’ah? Ya, benar…..

Kemudian siapakah kaum muslimin yang dimaksud dalam atsar Ibnu Mas’ud tersebut untuk menimbang kebaikan dan kejelekan? Apakah mereka orang Rofidhoh dan thoriqot-thoriqot yang rusak akainya, sehingga baik dianggap jelek dan yang jelek dianggap baik? Maka datangkanlah kepada kami perkataan dan perbuatan dari para salaf. tabi’in, tabi’ut tabi’in, ahlul hadits, ahlul fiqh, dan lainnya yang mendukung perayaan maulid nabi ini…. Sesungguhnya kami menunggu.”

Kalau ada yang berkata: “Bukankah di antara yang menganggap baik perayaan maulid nabi adalah sebagian ulama seperti as-Suyuthi, Ibnu Hajar, Abu Syamah dan lain sebagainya?!” Kami katakan: “Benar, memang mereka menganggap ulama pasti ada ketergelincirannya, kita dituntut untuk mengikuti dalil, bukan mengikuti kesalahan ulama.” Hal ini telah diperingatkan secara keras oleh para ulama kita, di antaranya:

  • Sulaiman at-Taimi rohimahullah mengatakan: “Apabila engkau mengambil setiap ketergelinciran ulama maka telah berkumpul pada dirimu seluruh kejelekan.”
  • Ibnu Abdil Barr rohimahullah berkomentar: “Ini adalah ijma, saya tidak mendapati perselisihan ulama tentangnya.”
  • Al-Auza’i rohimahullah berkata: “Barangsiapa memungut keganjilan-keganjilan ulama, maka dia akan keluar dari Islam.”
  • Hasan al-Bashri rohimahullah berkata: “Sejelek-jelek hamba Alloh adalah mereka yang memungut masalah-masalah ganjil untuk menipu para hamba Alloh.”
  • Abdurrohman bin Mahdi rohmahullah berkata: “Seorang tidaklah disebut alim bila dia menceritakan pendapat pendapat yang ganjil.”
  • Imam Ahmad menegaskan bahwa orang yang mencari-cari pendapat ganjil adalah seorang yang fasiq

Bahkan Imam Ibnu Hazm rohimahullah menceritakan ijma’ (kesepakatan ulama) bahwa orang yang men- cari-cari keringanan mazhab tanpa bersandar pada dalil merupakan kefasikan dan tidak halal.”

SYUBHAT KELIMA

Mereka mengatakan bahwa perayaan maulid nabi termasuk konsekuensi cinta kepada Nabi

Jawaban:

  1. Perkataan ini dusta, tidak berdasar dalil sedikit- pun. Sebab maulid nabi tidak termasuk kon sekuensi cinta terhadap Nabi Cinta Nabi adalah dengan ketaatan, bukan dengan kemaksiatan dan kebid’ahan seperti halnya maulid nabi “
  2. Sesungguhnya mencintai Nabi bagi kaum muslimin adalah kewajiban setiap hari, bahkan setiap waktu, bukan mengingat Nabi hanya ketika perayaan maulid saja yang hilang setelah usai perayaan tersebut, semua itu akan merusak lebih banyak daripada memperbaiki, sebab tidak ada suatu bid’ah pun kecuali akan mematikan sunnah.
  3. Para sahabat adalah orang yang lebih cinta kepada Nabi daripada kita, lebih berilmu, lebih mengagungkan Nabi, lebih bersemangat dalam kebaikan. Sekalipun demikian, mereka tidak merayakan maulid. Seandainya merayakan maulid termasuk konsekuensi cinta kepada Nabi tentu mereka adalah orang yang paling bersemangat melakukannya.

SYUBHAT KEENAM

Mereka mengatakan: “Sesungguhnya perayaan maulid merupakan dakwah, amar ma’ruf nahi mungkar dan syiar Islam. Tidak ragu lagi semua itu sangatlah dianjurkan, dan dalam perayaan ini terdapat amalan-amalan utama seperti pembacaan al- Qur’an, sholawat kepada Nabi, mendengar siroh Nabi dan lain sebagainya.

Jawaban:

  1. Sesungguhnya Nabi telah berdakwah kepada Islam dengan perkataan, perbuatan dan jihad di jalan Alloh. Beliau orang yang paling mengerti tentang metode dakwah dan syiar Islam. Tetapi tidak ada petunjuk beliau dalam berdakwah dan syiar Islam dengan perayaan maulid atau Isro’ Mi’roj. Demikian pula para sahabat, mereka mencontoh Nabi dalam berdakwah, tetapi mereka tidak merayakan maulid atas Nabi atau peringatan lainnya. Perayaan tersebut juga tidak dikenal bersumber dari imam-imam kaum muslimin yang muktabar, Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Sebaliknya perayaan tersebut hanya dikenal dari ahli bid’ah seperti Rofidhoh, Syi’ah, dan kelompok-kelompok menyimpang yang sehaluan dengan mereka, yang sedikit ilmunya tentang agama. Kesimpulannya, perayaan di atas adalah bid’ah munkaroh, menyelisihi petunjuk Nabi, Khulafa’ur-Rosyidin dan imam- imam salafush sholih pada tiga generasi terbaik umat ini.
  2. Amalan-amalan tersebut seperti membaca al- Qur’an, sholawat dan sebagainya tidak ragu ter- masuk amalan sholih apabila dikerjakan sesuai tuntunan, bukan karena niat maulid. Jadi, yang diingkari adalah mengkhususkan perkumpulan dengan cara dan waktu tertentu yang tidak ada dalilnya.

Perhatikanlah atsar berikut: Dari Sa’id bin Musayyib, ia melihat seorang laki-laki menunaikan sholat setelah fajar lebih dari dua roka’at, ia memanjangkan ruku’ dan sujudnya. Akhirnya Sa’id bin Musayyib pun melarangnya. Orang itu berkata: “Wahai Abu Muhammad, apakah Alloh akan menyiksaku dengan sebab sholat?” Beliau menjawab: “Tidak, tetapi Alloh akan menyiksamu karena menyelisihi as-Sunnah”

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani mengomentari atsar ini: “Ini adalah jawaban Sa’id bin Musayyib yang sangat indah. Dan merupakan senjata pamungkas terhadap para ahlul bid’ah yang menganggap baik kebanyakan bid’ah dengan alasan dzikir dan sholat, kemudian membantai Ahlus Sunnah dan menuduh bahwa mereka (Ahlu Sunnah) mengingkari dzikir dan sholat! Padahal sebenarnya yang mereka ingkari adalah penyelewengan ahlu bid’ah dari tuntunan Rosul dalam dzikir, sholat dan lain-lain.”

SYUBHAT KETUJUH

Ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah:

فَتَعْظِيمُ الْمَوْلِدِ، وَاتِّخَادُهُ مَوْسِمًا، قَدْ يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ، وَيَكُونُ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ عَظِيمٌ لِحُسْنِ قَصْدِهِ،

وَتَعْظِيْمِهِ لِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم

Terjemahannya: “Mengagungkan maulid dan menjadikannya sebagai perayaan, bisa jadi dilakukan oleh sebagian manusia dan dia mendapatkan pahala yang besar karena niatnya yang baik dan pengagungannya kepada Rosululloh”

Mereka mengatakan dengan nada mengejek: “Inilah Syaikhul Islamnya kaum Wahhabi, dia sendiri membolehkan perayaan maulid dan mengatakan bahwa perayaan tersebut berpahala!!”  Seperti dilakukan oleh pengelola blog sesat “Salafytobat” dalam artikel mereka Ibnu Taimiyyah Membungkam Walthabi

Jawaban:

  1. Hendaknya diketahui oleh semua bahwa sikap Salafiyyun, Ahlus Sunnah terhadap Ibnu Taimi yyah sama halnya seperti sikap mereka terhadap para ulama lainnya, “Mereka tidak taklid terhadap seorang pun dalam beragama seperti halnya perbuatan ahli bid’ah, mereka tidak mendahulukan pendapat seorang ulama pun sekalipun ilmunya tinggi apabila memang telah jelas bagi mereka kebenaran, mereka melihat kepada ucapan bukan orang yang mengucapkan, kepada dalil bukan taklid, mereka selalu mengingat ucapan Imam Malik bin Anas “Setiap orang dapat diterima dan ditolak pendapatnya kecuali penghuni kubur ini (Nabi Muhammad).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah sendiri berkata: “Adapun masalah keyakinan, maka tidaklah diambil dariku atau orang yang lebih besar dariku, tetapi diambil dari Alloh, rosul-Nya dan kesepakatan salaf umat ini, keyakinan dari al-Qur’an harus diyakini, demikian juga dari hadits-hadits yang shohih.”

  1. Memahami ucapan Ibnu Taimiyyah di atas. harus dengan lengkap dari awal hingga akhir pembahasan, jangan hanya diambil sepenggal saja sehingga menjadikan kita salah paham:

وَكَمْ مِنْ عَائِبٍ قَوْلاً صَحِيحًا وَآفَتُهُ مِنَ الْفَهْمِ السَّقِيمِ

Terjemahannya: “Betapa banyak pencela ucapan yang benar Sisi cacatnya adalah pemahaman yang dangkal

Ibnu Taimiyyah Rohimahullah berkata: “Kesalahan itu apabila karena jeleknya pemahaman pendengar bukan karena kecerobohan pengucap bukanlah termasuk dosa bagi pembicara, para ulama tidak mensyaratkan apabila mereka berbicara agar tidak ada seorangpun yang salah paham terhadap ucapan mereka, bahkan manusia senantiasa memahami salah ucapan orang lain tidak sesuai dengan keinginan mereka.”

  1. Bagaimana dikatakan Ibnu Taimiyyah Rohimahullah mendukung dan membolehkan perayaan maulid, sedangkan beliau sendiri yang mengatakan: “Adapun menjadikan suatu perayaan selain perayaan-perayaan yang disyariatkan seperti sebagian malam bulan Robi’ul Awal yang disebut malam kelahiran Nabi atau sebagian malam Rojab atau tanggal delapan Dzulhijjah atau awal Jum’at bulan Rojab atau delapan Syawwal yang disebut oleh orang-orang jahil sebagai ‘Id al- Abror, semua itu termasuk bid’ah yang tidak dianjurkan oleh salafush sholih dan tidak mereka lakukan.”
  2. Maksud Ibnu Taimiyyah Rohimahullah dalam ucapannya di atas bukan berarti membolehkan perayaan maulid, tetapi hanya mengatakan bahwa bisa jadi orang yang merayakan maulid itu diberi pahala karena niatnya yang bagus yaitu mencintai Nabi. Baiklah agar kita memahami ucapan Ibnu Taimiyyah dengan bagus, kami akan nukilkan teksnya berikut terjemahannya:

وَكَذَلِكَ مَا يُحْدِتُهُ بَعْضُ النَّاسِ، إِمَّا مُضَاهَاةً

لِلنَّصَارَى فِي مِبْلَادِ عِيسَى ، وَإِمَّا مَحَبَّةٌ الي ، وَتَعْظِيمًا. وَاللَّهُ قَدْ يُنيَّهُمْ عَلَى هَذِهِ الْمَحَيَّةِ وَالاجْتِهَادِ، لَا عَلَى الْبِدَعِ مِنِ اتِّخَادِ مَوْلِدِ النبي صلى الله عليه وسلم عِبْدًا مَعَ اخْتِلافِ النَّاسِ فِي مَوْلِدِهِ فَإِنَّ وَكَمْ = هَذَا لَمْ يَفْعَلْهُ السَّلَفُ، مَعَ قِيَامِ الْمُقْتَضِيْ لَهُ وَعَدَمِ

الْمَائِعِ مِنْهُ لَوْ كَانَ خَيْرًا وَلَوْ كَانَ هَذَا خَيْرًا

مَحْضًا أَوْ رَاجِحًا لَكَانَ السَّلْفُ لهم أَحَقَّ بِهِ مِنا ، فَإِنَّهُمْ كَانُوا أَشَدَّ مَحَبَّةً لِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَتَعْظِيمًا

لَهُ مِنَّا، وَهُمْ عَلَى الْخَيْرِ أَحْرَص.

وَإِنَّمَا كَمَالُ مَحَبَّتِهِ وَتَعْظِيْمِهِ فِي مُتَابَعَتِهِ وَطَاعَتِهِ وَاتَّبَاعِ أَمْرِهِ، وَإِحْيَاءِ سُنَّتِهِ بَاطِئًا وَظَاهِرًا، وَنَشْرِ مَا بُعِثَ بِهِ، وَالْجِهَادِ عَلَى ذَلِكَ بِالْقَلْبِ وَالْيَدِ وَالنِّسَانِ. فَإِنَّ هَذِهِ طَرِيْقَةُ السَّابِقِيْنَ الْأَوَّلِينَ، مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنْصَارِ، وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ

Terjemahannya: “Demikian pula apa yang diada-adakan oleh sebagian manusia, bisa jadi untuk menyerupai orang-orang nashoro dalam kelahiran Isa dan bisa jadi karena cinta kepada Nabi dan pengagungan kepada beliau. Dan Alloh bisa jadi memberikan pahala kepada mereka karena sebab kecintaan dan semangat, bukan karena bid’ah menjadikan kelahiran Nabi sebagai perayaan padahal alama telah berselisih tentang (tanggal) kela- hirannya. Semua ini tidak pernah dikerjakan oleh generasi salaf (Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in), karena seandainya hal itu baik, tentu para salaf lebih berhak mengerjakannya daripada kita. Karena mereka jauh lebih cinta kepada Nabi, dan mereka lebih ber semangat dalam melaksanakan kebaikan. Sesungguh nya cinta Rosul adalah dengan mengikuti beliau menjalankan perintahnya, menghidupkan sunnahnya secara zhohir dan batin, menyebarkan ajarannya dan berjihad untuk itu semua, baik dengan hati, tangan, ataupun lisan. Karena inilah jalan para generasi utama dari kalangan Muhajirin dan Anshor dan orang- orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan.”

Ini adalah penjelasan gamblang dari Ibnu Taimiyyah rohimahullah bahwa pahala orang yang merayakan maulid karena niatnya yang baik yaitu cintai kepada Nabi bukan berarti bahwa maulid itu disyariatkan, sebab seandainya itu disyariatkan tentu akan dilakukan oleh para salaf yang lebih cinta kepada Nabi daripada kita. Beliau mengatakan: Kebanyakan mereka yang bersemangat melakukan bid’ah-bid’ah seperti ini sekalipun niat dan tujuan mereka baik yang diharapkan dengan niatnya tersebut mereka diberi pahala, engkau dapati mereka malas dalam menjalankan perintah Nabi mereka seperti seorang yang menghiasi mushaf tetapi tidak membacanya, atau membaca tapi tidak mengikuti isi kandungannya, atau tak ubahnya seperti orang yang menghiasi masjid tetapi tidak sholat di dalamnya atau sholat tapi jarang.

Dengan demikian, jelaslah bagi orang yang memiliki pandangan kesalahan orang yang menjadikan ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahullah di atas untuk mendukung perayaan maulid nabi.”

Sumber :

Majalah Al-Furqon Edisi. 7 Tahun ke 9

Shofar 1431 H (Januari/Februari 2010)

Baca juga artikel:

Kesalahan-Kesalahan Ketika Buang Hajat (Bagian 3)

Jalan Golongan Orang Yang Selamat

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.