MEMBACA TANDA-TANDA KEMATIAN (BAGIAN III)

membaca tanda-tanda kematian

Setinggi apa pun kedudukan para nabi, tidak ada satu pun dari mereka yang selamat dari sakaratul maut. Begitu pula Rasullah Menghadapi Sakaratul Maut.

SAKARATUL MAUT PARA NABI

Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Aisyah Radhiyallahu Anha berkata: “Di hadapan Rasulullah terdapat satu bejana kecil dari kulit yang berisi air. Beliau memasukan tangan ke dalamnya dan membasuh muka dengannya seraya berkata, ’Tiada Tuhan yang berhak sembah selain Allah. Sesungguhnya setiap kematian diiringi sakaratul maut.’ Beliau menegakkan tangannya dan berkata, “Menuju Kekasih Yang Mulia.” Lalu nyawa beliau tercabut dan tangannya melemas.”

Dalam Riwayat Imam Bukhari, Aisyah Radhiyallahu Anha berkata, “Nabi wafat dan saat itu beliau berada di antara dua tulang selangkanganku dan ujung  daguku. Maka aku tidak membenci sakitnya kematian seseorang setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”

Hikmah Sakaratul Maut Para Nabi

Imam Al-Qurthubi menjelaskan  bahawa sakitnya kematian yang dialami para nabi memiliki dua manfaat:

  1. Untuk meyempurnakan keutamaan mereka dan mengangkat derajat mereka. Ini bukan kekurangan atau bentuk siksa bagi mereka. Bahkan hal ini selaras dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad:

“Sesungguhnya manusia yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudia orang-orang setelahnya, lalu orang-orang setelahnya.”

  1. Agar makhluk mengetahui kadar sakitnya kematian, karena kematian itu masalah batin. Terkadang manusia kondisi orang yang meninggal, tetapi ia tidak dapat melihat gerakan maupun kegelisahannya. Dia melihat kemudahan keluarnya ruh. Ia mengira kematian adalah perkara mudah. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada orang yang meninggal. Jika sakaratul maut para nabi, rasul, dan orang saleh saja seperti ini, lalu bagaimana dengan sakaratul maut orang yang zalim? Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنْزِلُ مِثْلَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ ۗ وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ ۖ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ

Artinya: “Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakaratul maut, sedangapara malaikat memukul dengan tangannya, (sambal berkata), ‘ Keluarkanlah nyawamu ‘ di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu nyombingkan diri terhadap ayat-ayat-nya.” (QS. Al-An’am: 93).

Menurut Ibnu Katsir, maksud “Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakaratul maut,” artinya dalam sakaratul maut dan kepedihannya. “Para malaikat memukul dengan tangannya.” Akan tetapi banyak juga ulama yang mengatakan, “Sedang para malaikat memukul dengan tangannya,” maksudnya dengan siksaan. Hal ini sebagaimana ayat,

وَلَوْ تَرَىٰ إِذْ يَتَوَفَّى الَّذِينَ كَفَرُوا ۙ الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ

Artinya:  “Kalau kamu melihat Ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata), ‘Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar’ (tentulah kamu akan merasa ngeri).” (QS. Al-Anfal: 50).

Ketika orang kafir sekarat para malaikat memberikannya kabar gembira dengan siksaan, rantai, neraka jahanam, dan air yang mendidih. Bahkan Allah yang sebenarnya Maha Pengasih lagi Penyayang murka. Lalu, ruh pun tercerai berai dari jasadnya. Ia meronta dan enggan keluar. Kemudian para malaikat memukulnya hingga ruh keluar dari jasad mereka.

Artinya, pada hari itu mereka dihinakan dengan sehina-hinanya, sebagaimana mereka dulu mendustakan Allah, Menyombongkan diri dengan enggan mengikuti ayat-ayat-nya dang enggan tunduk kepada para rasu-nya. Banyak Riwayat hadits mutawatir yang menjelaskan tentang keadaan sakaratul maut orang-orang kafir.

Perbedaan Sakaratul Maut Orang Yang Saleh dan Ahli Maksiat

Apa perbedaan antara orang-orang bertakwa dan orang-orang celaka, antara orang saleh dan ahli maksiat bukanlah semuanya mengalami sakaratul maut. Jawabannya adalah keduanya tidak sama. Sakit yang dirasakan oleh orang kafir dan pendosa saat sakaratul maut jauh lebih besar dari pada dirasakan oleh orang mukmin. Hal ini dijelaskan dalam hadis di atas. Saking beratnya sakit yang mereka rasakan, sampai-sampai urat urat sarafnya terputus Bersama dengan keluarnya ruh.

Selain itu, sakaratul maut yang dirasakan orang kafir dan pendosa adalah bentuk ujian, penderitaan, dan siksaan. Sedangkan sakaratul maut yang dirasakan oleh seorang mukmin yang bertakwa adalah karunia, nikmat, dan rahmat karena dengannya dosa-dosanya diampuni atau derajatnya dinaikan.

Zaid bin Aslam hamba sahaya dari Umar Khathab berkata, “Apabila seorang mukmin masih memiliki beberapa derajat di dunia yang tidak mampu digapai oleh amalannya maka sakaratul maut dijadikan berat agar meningkatkan derajatnya di surga kelak, adapun orang kafir memiliki amal di dunia ini maka sakaratul maut dimudahkan untuknya agar lengkap rahmat-nya kepadanya, lalu ia dimasukkan ke dalam api neraka.” (HR Ibnu Abi Dunya dalam Dzikrul Maut)

Ruh Naik Ke Langit

Tidak diragukan, momen kematian dan keluarnya ruh dari tubuh adalah detik-detik paling penting dalam perjalanan hidup manusia. Hal ini disebabkan beberap factor:

  1. Kematian adalah awal perpindahan manusia, perpindahan alam nyata yang bisa dilihat oleh panca indera. Prosesnya diawali dengan kematian jasad. Di alam barzakh, manusia akan merasakan beberapa hal yang berbeda dengan alam dunia untuk pertama kalinya.
  2. Saat maut nyongsong, manusia akan melihat para malaikat dan mendengar perkataan meraka yang turun dari sisi Allah. Kalimat yang terdengar pun berbeda beda, ada yang mendapat kabar gembira dan ada kabar kesengsaraan abadi.
  • Kematian adalah waktu pemutus usia kita.

Meski seseorang berumur Panjang, akan tetapi tidak ada yang melebihi umur 150 tahun. Dan usia kita menjadi angka nol jika disbanding dengan:

  • Ribuan tahun di dalam kubur
  • Lima puluh tahun di padang Mahsyar, dan
  • Tempat yang abadi lagi tidak berkunjung; kenikmatan yang tak terbayarkan yaitu (Surga) atau kesengsaraan yang tidak tergambarkan yaitu (Neraka).

Tidak seluruh usia kita di dunia menentukan tempat kembali di akhirat. Masa penentuannya terbatas beberapa tahun saja. Terkadang beberapa hari, satu jam atau bahkan kurang. Pada saat itu manusia bertobat, menyesali semua dosanya, tunduk kepada Tuhannya, melepaskan diri dari perbuatan buruknya. Alangkah bahagianya ia mendapatkan jaminan masa depan yang abadi hanya karena beberap detik yang menentukan. Maha benar Allah yang berfirman,

سَیَذَّكَّرُ مَنْ یَّخْشٰىۙ(۱۰) وَ یَتَجَنَّبُهَا الْاَشْقَىۙ(۱۱) الَّذِیْ یَصْلَى النَّارَ الْكُبْرٰىۚ(۱۲) ثُمَّ لَا یَمُوْتُ فِیْهَا وَ لَا یَحْیٰى (۱۳) قَدْ اَفْلَحَ مَنْ تَزَكّٰىۙ

Artinya: “Orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran, dan orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya. (Yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka). Kemudian dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.” (QS. Al-A’la: 10-13).

Secara fisik semua manusia di dunia sama, baik mukmin maupun kafir, baik saleh maupun ahli maksiat. Mereka semua mendapat rezeki, dating dan pergi. Akan tetapi, saat kematian dating, keadan orang mukmin dan kafir tidaklah sama, begitu juga dengan orang baik dan orang buruk. Tampaklah perbedaan saat keluarnya ruh. Dua kelompok ini memiliki nasib sendiri-sendiri.

Ketika ruh orang mukmin keluar, semua kebaikannya berkumpul. Kondisi ini tidak akan ia lupakan walau setelah  ia masuk surga. Sebagian ulama salaf mengakatakan “Sesungguhnya seorang  hamba beriman akan bergelimang kenikmatan. Dia berada dalam kenikmatan surga. Sedangkan seorang pendosa dan kafir akan mengalami kondisi yang sebaliknya.

Maha Benar Allah ketika berfirman,

أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ اجْتَرَحُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ نَجْعَلَهُمْ كَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَوَاءً مَحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ ۚ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ

Artinya: “Apakah orang- orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.” (QS. Al-Jatsiyah: 21)

MALAM PERTAMA DI ALAM KUBUR

Suatu Ketika Umar bin Abdul Aziz berkata kepada beberapa kawan majelisnya, “Wahai fulan, engkau telah melewati satu malam. Apakah pernah kau berpikir tentang kubur dan penghuninya?’’

Mereka berkata, “Kalau kau tahu keadaan alam kubur sebenarnya, pasti kau tidak akan berani mendekat. Kau akan mendapati sebuah rumah yang diliputi rasa resah dan nanah yang mengalir di dalamnya. Binatang tanah akan mengerumuni mayat sehingga berubah baunya. Kain kafan pun terkoyak rapuh, setelah sebelumnya beraroma harum, berbentuk bagus, dan berpakaian bersih.”

Tak lama kemudian, beliau menangis dan tersungkur pingsan. Benarkan ungkapan Umar bin Abdul Aziz, “Seandainya engkau melihat kondisi dalam kubur, niscaya engkau akan melihat sebuah pemandangan yang mengerikan. Daging yang terpotong-potong, darah dan nanah yang mengalir,tulang yang berserakan. Dan cacing yang berjalan di atas jasad manusia. Sungguh pemandangan yang membuat tubuh merinding!”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya: “Aku tidak pernah melihat pemandangan yang lebih mengerikan dan menakutkan dari kubur.” (HR At-Tirmizi dalam sunannya)

 

Referensi:

Disusun oleh: Ustadz Abu Khalid Abdurrahman dari Buku Membaca Tanda-Tanda Kematian (Part III)

Diringkas oleh: Bima Yoga Prasetiyo (Pegawai Ponpes Darul Qur’an Wal Hadist OKU Timur)

 

BACA JUGA:

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.