KHAUF (RASA TAKUT)
Takut atau gundah, yaitu reaksi munculnya kekhawatiran akan terjadi sesuatau yang membahayakan, menghancurkan atau menyakitkan. Allah melarang takut terhadap pengikut setan dan memerintahkan hanya takut kepadaNya.
Takut ada tiga macam:
Pertama :Takut alamiah (Khauf thabi’i) seperti takutnya seseorang terhadap binatang buas, api, tenggelam dan lain-lain. Hal ini wajar bagi setiap manusia. Allah berfirman menceritakan tentang Nabi Musa ,
فَاَصْبَحَ فِى الْمَدِيْنَةِ خائِفًا يَّتَرَقَّبُ فَاِذَا الَّذِى اسْتَنْصَرَه بِالْاَمْسِ يَسْتَصْرِخُه ۗ قَالَ لَه مُوْسٰى اِنَّكَ لَغَوِيٌّ مُّبِيْنٌ
Artinya: “Karena itu, dia (Musa) menjadi ketakutan berada di kota itu sambil menunggu akibat perbuatannya, Ketika Musa menolong orang kemarin yang minta pertolongannya, dan orang itu berkata kepadanya: engkau sungguh, orang yang nyata-nyata sesat.” (QS. Al-Qashas: 18)
Tapi jika perasaan takut tersebut menyebabkan seseorang meninggalkan kewajiban atau melakukan hal yang diharamkan maka hal tersebut menjadi haram, karena sesuatu yang menjadi sebab meninggalkan kewajiban atau mengerjakan yang di haramkan maka haram pula hukumnya.
Dalilnya Firman Allah Subhanahu Wata’ala,
اِنَّمَا ذٰلِكُمُ الشَّيْطٰنُ يُخَوِّفُ اَوْلِيَاۤءَه فَلَا تَخَافُوْهُمْ وَخَافُوْنِ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
Artinya: “Sesungguhnya mereka hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan teman-teman setianya, karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu orang-orang beriman.” (QS. Ali Imran : 175).
Takut kepada Allah adakalanya terpuji dan ada pula tidak terpuji. Terpuji jika akhirnya membawa seseorang bisa menghindari dari maksiat, mengerjakan yang wajib dan meninggalkan yang haram. Jika takut tersebut menghasilkan sikap seperti itu maka hati merasa tenang, tentram dan gembira dengan nikmat Allah serta berharap akan pahalanya. Takut yang tidak terpuji adalah yang jika akhirnya menyebabkan timbulnya sikap putus asa terhadap rahmat Allah dan patah semangat dari seseorang, sehingga dia tenggelam dalam kesedihan atau bahkan dalam kemaksiatan karena keputusasaan yang mendalam.
Kedua : yang bernilai ibadah (khauf ibadah), yakni perasaan takut kepada yang di sembah dan ini hanya milik Allah, jika di palingkan kepada yang selainNya, berarti seseorang telah melakukan syirik besar.
Ketiga : Takut yang bersifat tersembunyi (khauf as-Sirri) seperti takut terhadap penghuni kubur atau wali yang jauh darinya yang tidak ada pengaruh apa-apa baginya, hal ini menurut ulama termasuk syirik juga.
(Mengharap) adalah keinginan seseorang terhadap sesuatu yang mungkin diperolehnya dalam waktu dekat atau jauh tapi diposisikan sebagai sesuatu yang dekat. Raja mengandung sikap menyerah dan merendah, dan hal ini hanya untuk Allah. Siapa yang memalingkanya kepada selain Allah maka bisa mengakibatkan syirik kecil atau besar tergantung hati orang yang mengharapkannya.
Ketahuilah, raja’ (pengharapan) yang terpuji hanya bagi yang mau taat kepada Allah dan mengharapkan pahalanya, atau mau bertaubat dari segala dosanya dan mengharap akan diterima taubatnya. Adapun pengharapan yang tidak disertai amal dan usaha maka ia hanyalah lamunan dan angan-angan yang tercela.
Tawakal kepada sesuatu artinya bergantung dan bersandar kepadanya. Tawakal kepada Allah artinya bergantung dan bersandar kepada Allah dalam segala keperluan dan merasa cukup dengan yang ada pada Allah, baik dalam mendapatkan kemanfaatan atau menghindarkan diri dari kemudaratan. Dan(dalil) bahwa tawakal merupakan bagian dari kesempurnaan iman seseorang dan tanda keberadaannya pada diri seseorang dan tanda keberadaannya pada diri seseorang adalah Firman Allah Subhanahu Wata’ala, Artinya: “Berkatalah dua orang laki-laki di antara mereka yang bertakwa, yang telah diberi nikmat oleh Allah, “Serbulah mereka melalui pintu gerbang (negeri) itu. Jika kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang beriman.” (QS. Al-Ma’idah: 23).
Jika seseorang jujur kepada Allah dalam bertawakal, niscaya Allah akan mencukupkan keperluanya. Allah berfirman, Artinya: “Dan dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu. “ (QS. Ath-Thalaq: 3).
Maka tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi kehendakNya.
Ketahuilah, tawakal ada bermacam-macam:
Pertama:Tawakal kepada Allah. Ini merupakan salah satu tanda dan bukti kesempurnaan dan kejujuran iman seseorang. Tawakal macam ini hukumnya wajib. Dan iman seseorang tidak dikatakan sempurna sebelum tawakalnya kepada Allah sempurna, sesuai dengan dalil di atas.
Kedua:Tawakal sirr, yaitu bersandar kepada yang mati dalam mendapatkan sesuatu yang bermanfaat atau menyingkirkan sesuatu yang manfaat atau menyingkirkan sesuatu yang membahayakan, ini jelas kemusyrikan besar, karena ia tidak dilakukan kecuali oleh orang yang menyakini bahwa mayat tersebut memiliki kekuatan yang luar biasa di alam semesta, tidak ada bedanya baik yang itu seorang Nabi, wali atau thaughut musuh Allah.
Ketiga:Tawakal kepada orang yang mampu melaksanakan suatu perbuatan dengan dibarengi rasa segan karena tingginya martabat yang ia miliki dan rendahnya derajat orang yang bertawakal tersebut. Seperti menyandarkan diri kepadanya dalam mendapatkan rizki atau semisalnya. Perbuatan ini termasuk syirik kecil, karena kuatnya ketergantungan hati pada sesuatu. Jika bergantungnya itu hanya sekedar sebagai sebab dan Allah yang menentukanya, maka hal tersebut bukan masalah, disamping pula jika orang tempat ia bertawakal benar-benar memiliki pengaruh kuat dalam menyelesaikan masalah.
Keempat: Tawakal kepada seseorang yang mampu melaksanakan kepentingannya seperti mewakilkan sesuatu kepada yang lain dalam perkara yang bisa diganti oleh orang lain. Hal ini juga diperbolehkan berdasarkan dari dalil al-Qur’an, hadist, dan ijma’. Allah berfirman menceritakan ucapan Ya’kub kepada anaknya, lihat surat Yusuf, ayat: 87.
REFERENSI:
Di Tulis Oleh: Syaikh Muhamad bin Shalih al Utsaimin
Diringkas oleh: Usman
Di ambil dari Buku: Ulasan tentang 3 prinsip poko (Siapa Rabb Mu, Apa Agamamu, Siapa Nabimu).
Baca juga artikel:
Leave a Reply