
Khauf dan Raja’ (Takut dan Harap bagian 1) – Segala puji bagi Allah yang selalu diharap kelembutan dan balasan-Nya. Yang ditakuti makar dan siksa-Nya. Yang memakmurkan hati para kekasih-Nya dengan ruh raja kepada-Nya sehingga dengan kelembutan nikmat-nikmat- Nya Dia menggiring mereka untuk singgah di pelataran-Nya dan beralih dari tempat cobaan-Nya, yaitu tempat tinggal para musuh-Nya.
Dia memukulkan cemeti peringatan yang keras kepada orang-orang yang berpaling dari pintu-Nya menuju tempat pahala dan kemulian-Nya, dan mencegah mereka dari melawan para pemimpin-Nya dan menentang nikmat-Nya. Khauf dan raja’ menuntut beragam makhluk dengan rantai paksaan dan kuatnya kelembutan menuju surga-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu terlimpahkan kepada pimpinan nabi dan sebaik-baik makhluk-Nya, para keluarga, sahabat dan anak cucunya.
Amma ba’du
Raja’ dan khauf ibarat dua sayap yang dipergunakan terbang oleh muqarrabûn (orang-orang yang didekatkan kepada Allah) menuju setiap tingkatan yang terpuji. Keduanya bagai dua binatang tunggangan yang mereka pergunakan melesat ke akhirat dengan menembus setiap aral dan rintangan.
Tidak ada yang mampu mendekatkan kepada Ar-Rahman dan Rühul Jinan karena tempatnya yang begitu jauh, beban yang berat, hati yang sarat dengan benci, dan anggota tubuh yang payah, melainkan orang yang kuat raja’nya. Tidaklah bisa menghindar dari api neraka yang panas, siksa yang pedih, karena kondisinya yang sarat dengan kelembutan syahwat, dan kesenangan-kesenangan yang memikat, melainkan orang yang luluh karena kerasnya peringatan.
Berangkat dari inilah, sekiranya perlu ada penjelasan mengenai hakikat khauf dan raja, keutamaannya, dan cara menghimpun keduanya. Hanya Allah sebagai pembimbing ke jalan kebaikan dan penunjuk menuju tingkatan yang paling tinggi.
Khauf
Khauf merupakan cemeti Allah untuk menggiring para hamba-Nya menuju ilmu dan amal agar bisa mendekatkan diri kepada-Nya. Khauf adalah ungkapan dari pedih dan terbakarnya hati karena takut terjadi sesuatu yang menyakitkan kelak pada masa depan (akhirat).
Khauf adalah sesuatu yang mencegah anggota tubuh dari perbuatan maksiat dan mengikatnya dengan ketatan. Perasaan khauf yang minim menyebabkan kelalaian mengikatnya dengukan dosa, sedangkan perasaan khauf yang berlebihan bisa menyebabkan putus asa.
Faktor khauf (takut) kepada Allah adakalanya karena mengetahui Allah dan mengetahui sifat-sifat-Nya dan bila Dia menghancurkan alam semesta, maka Dia tak peduli dan tak seorang pun yang mampu mencegah-Nya.
Namun, ada kalanya faktornya adalah karena seorang hamba banyak melakukan kejahatan dengan berbuat maksiat. Atau juga karena kedua-faktor tersebut.
Kekuatan khauf seorang hamba bergantung pada pengetahuannya terhadap aib diri sendiri, pengetahuan akan keagungan Allah, dan kekayaan-Nya. Yakni Dia tidak akan ditanya tentang apa yang Dia kerjakan, dan justru merekalah yang kelak akan ditanya.
Oleh sebab itu, manusia yang paling takut kepada Rabb-nya ialah mereka yang paling banyak mengetahui dirinya sendiri dan Rabb-nya. Nabi bersabda:
وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُهُمْ بِاللَّهِ وَأَشَدُّهُمْ لَهُ خَشْيَةٌ
Artinya: “Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling mengetahui Allah dan paling takut kepada-Nya di antara mereka. “[1]
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
… إِنَّمَا تَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء
Artinya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Fåthir: 28).
Ibnu Mas’ud mengatakan, “Cukuplah takut kepada Allah sebagai ilmu, dan keterpedayaan sebagai kebodohan.”
Tingkatan Khauf
Perasaan khauf adakalanya bersifat kurang, berlebihan, dan pertengahan. Khauf yang terpuji ialah khauf yang pas dan pertengahan.
Perasaan khauf yang bersifat kurang adalah seperti yang terjadi pada kelembutan para wanita, yang menggetarkan hati ketika mendengar bacaan ayat Al-Qur’an sehingga menyebabkan tangis dan derai air mata. Begitu pula ketika menyaksikan sebab yang menakutkan. Namun, apabila sebab tersebut hilang dari perasaan, hati pun kembali lalai. Inilah khauf yang bersifat kurang dan sedikit sekali manfaatnya.
Khauf macam ini seperti sebatang kayu lembek yang digunakan untuk memukul seekor hewan yang kuat. Kayu tersebut tidak mampu menyakitinya sehingga tidak bisa menggiringnya menuju tujuan dan memperbaiki perilakunya. Itulah khauf mayoritas manusia selain para ulama dan orang arif.
Al-Fudhail bin Iyadh berkata, “Bila kamu ditanya, ‘Apakah kamu takut kepada Allah?” maka diamlah! Karena jika kamu jawab tidak, maka kamu kafir. Jika kamu jawab ya, maka kamu bohong.”
Penjelasan di atas mensinyalir bahwa khauf adalah mencegah anggota tubuh dari perbuatan maksiat dan mengikatnya dengan ketaatan. Ada yang berpendapat bahwa orang yang takut bukanlah orang yang menangis dan mengusap kedua matanya. Tetapi, yang dinamakan orang yang takut ialah orang yang takut meninggalkan amal yang menyebabkannya disiksa Allah.
Ada lagi yang berpendapat bahwa barangsiapa takut pada sesuatu, maka ia akan lari darinya. Namun, barangsiapa takut kepada Allah maka ia akan lari kepada-Nya.
Ditanyakan kepada sebagian ulama, “Kapan seorang hamba takut?” Ia menjawab, “Ketika ia memposisikan diri sebagai orang sakit yang minta perlindungam karena takut sakitnya menahun.”
Khauf mampu membakar syahwat yang dilarang, hingga maksiat-maksiat yang dicintainya berubah menjadi dibenci. Seperti madu yang disukai berubah menjadi dibenci oleh orang yang menginginkannya manakala ia tahu bahwa di dalamnya mengandung racun.
Oleh sebab itu, khauf bisa membakar syahwat, mendidik anggota tubuh, menyebabkan hati khusyu’, rendah, tenang, menjauhkannya dari sifat sombong, iri, dan dengki. Bahkan perhatiannya terhadap khauf semakin dalam, dan memandang bahaya yang ditimbulkan. Maka dari itu, hendaklah seorang hamba tidak meluangkan hati untuk selain-Nya, dan hendaklah ia hanya menyibukkan diri dengan muraqabah (perasaan selalu diawasi oleh Allah), introspeksi diri, tekun beribadah, bakhil pada hembusan nafas dan waktu untuk berbuat dosa, serta mengecam nafsu dengan bahaya, langkah-langkah, dan kata-kata.
Kondisinya seperti orang yang berada dalam cengkeraman binatang buas yang ganas, la tidak tahu akankah ia bisa terlepas atau malah dimangsa oleh binatang tadi lalu celaka. Bisa dipastikan, dalam kondisi seperti ini zhahir dan batinnya sibuk takut pada binatang tersebut. Tak ada kesempatan sedetik pun baginya untuk memikirkan yang lain. Beginilah kondisi orang yang dikuasai perasaan khauf.
Khauf yang berlebihan ialah khauf yang melampaui batas pertengahan, sehingga membuatnya putus asa. Khauf semacam ini juga tercela, karena ia menghalangi seseorang dari amal.
Keutamaan Khauf
Allah menghimpun petunjuk, rahmat, ilmu, dan ridha bagi orang-orang yang takut. Itulah kumpulan tingkatan penduduk surga. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
… وَفِي نُسْخَتِهَا هُدًى وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ هُمْ لِرَبِّهِمْ يَرْهَبُونَ
Artinya: “Dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Rabb-nya.” (QS. Al-A’raf: 154)
Dia Subhanahu Wata’ala berfirman:
… إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء
Artinya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Fâthir: 28).
Dia Subhanahu Wata’ala berfirman:
…. رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ …
Artinya: “Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepadanya.” (QS. Al-Bayyinah: 8).
Setiap yang menunjukkan keutamaan ilmu, juga menunjukkan keutamaan khauf. Karena khauf adalah buah dari ilmu, Allah berfirman:
وَخَافُونِ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
Artinya: “Tetapi takutlah kepadaku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Ali Imrân: 175).
Dalam ayat ini Allah memerintahkan khauf dan mewajibkannya serta sebagai prasyarat iman. Karena itu, tidak bisa dibayangkan kalau ada orang mukmin terlepas dari khauf meskipun imannya lemah. Kelemahan khaufnya tergantung pada kelemahan ilmu dan imannya. Allah ﷻ berfirman:
… وَإِيَّنَي فَأَرْهَبُونِ
Artinya: “Dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk).” (QS. Al-Baqarah: 40).
Maksudnya, takutlah kalian kepada-Ku disertai penjagaan terhadap apa-apa yang kalian kerjakan dan kalian tinggalkan. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa orang mukmin tidak akan takut kepada seorang pun selain Allah.
Allah berfirman menceritakan keadaan penghuni surga-yang terjemahannya: “Dan sebagian mereka berhadap-hadapan satu sama lain saling bertegur sapa. Mereka berkata, “Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab). Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka. Sesungguhnya kami menyembah-Nya sejak dahulu. Dia-lah Yang Maha Melimpahkan Kebaikan lagi Yang Maha Penyayang.” (QS. Ath-Thûr. 25-28).
Maksud firman Allah ‘musyfiqina’ ialah takut melakukan kedurhakaan kepada Allah dan selalu menajaga berbuat taat kepada-Nya.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُم بِالْغَيْبِ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Rabb-nya yang tidak tampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Mulk: 12)
Allah Subhanahu Wata’ala berfiman, “Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Rabb mereka. Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Rabb mereka. Dan orang- orang yang tidak mempersekutukan dengan Rabb mereka (sesuatu apa pun). Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka. Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al- Mu’minûn: 57-61).
Tirmidzi meriwayatkan di dalam Jami’-nya bahwa Aisyah menuturkan, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah mengenai ayat ini. Aku bertanya, ‘Apakah mereka orang-orang yang minum khamr, berzina, dan mencuri?’ Beliau menjawab, ‘Bukan wahai putri Ash-Shiddiq, mereka adalah orang-orang yang berpuasa, shalat, dan bersedekah, tetapi mereka takut kalau amal-amal mereka tidak diterima. Mereka itulah orang-orang yang bersegera berbuat kebaikan-kebaikan”[2]
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Seseorang sedang sekarat, ketika ia merasa tidak ada harapan hidup maka ia berwasiat kepada keluarganya, ‘Nanti setelah aku mati, kumpulkanlah kayu bakar dan nyalakankah api untuk membakar tubuhku. Ketika api tersebut sudah membakar dagingku dan melepaskan tulang-tulangku sehingga seluruh tubuhku terbakar habis, maka ambillah dan lumatlah. Lalu, tunggulah suatu hari yang berangin dan buanglah (abu jenazahku) ke laut.” Keluarganya pun melaksanakan wasiat tersebut. Allah kemudian mengumpulkan kembali Seraya bertanya kepadanya, ‘Mengapa engkau melakukan semua ini?” Ia menjatoab, “Karena takut kepada-Mu. Akhirnya, Allah mengampuni dosa-dosanya,”[3]
Abu Hurairah pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ خَافَ أَدْلَجَ وَمَنْ أَدْلَجَ بَلَغَ الْمَنْزِلَ أَلَا إِنَّ سِلْعَةَ اللَّهِ غَالِيَةٌ أَلَا إِنَّ سِلْعَةَ اللَّهِ الْجَنَّةُ
Artinya: “Barangsiapa yang takut maka ia akan berjalan di malam hari, barangsiapa yang berjalan di malam hari maka ia akan segera sampai di rumah. Ingat, sesungguhnya barang dagangan Allah itu mahal. Ingat pula bahwa barang dagangan Allah ialah surga. “[4]
Sabda beliau, “Adlaja” artinya berjalan di awal malam. Arti hadits ini adalah, barangsiapa yang takut kepada Allah, maka rasa takut tersebut akan mendorongnya berjalan menuju akhirat dan bersegera dalam berbuat kebaikan karena takut dari aral dan rintangan.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, “Sesungguhnya orang-orang beriman adalah kaum yang demi Allah, merendahkan pendengaran, penglihatan, dan anggota tubuh mereka sehingga orang bodoh mengira bahwa mereka orang-orang yang sedang sakit. Padahal, demi Allah, mereka adalah orang-orang yang sehat.
Tetapi, rasa takut telah merasuki mereka sebelum dirasuki oleh yang lain. Pengetahuan mereka pada akhirat telah menghalangi mereka dari dunia. Lalu, mereka berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan segala kesedihan dari kami. Demi Allah, mereka tidak akan sedih oleh apa yang menyebabkan manusia sedih. Tidak ada sesuatu yang besar di dalam hati mereka yang mereka cari selain surga.
Sungguh, barangsiapa yang tidak terhibur oleh hiburan Allah, maka jiwanya akan terpotong-potong di dunia karena banyak penyesalan. Barangsiapa yang tidak bisa melihat nikmat Allah pada selain makanan dan minuman, sungguh sedikit sekali ilmunya dan telah datang azabnya.”
Bersambung ke bagian 2 In Syaa Allah…
REFERENSI:
Diambil dari buku Tazkiaatun Nafs (Penyucian Jiwa dalam Islam) terjemahan kitab Al-bahru Raiq fiz zuhdi war raqaaiq karya Dr. Ahmad Farid – Jakarta: Ummul Qura, 2012.
Oleh: Sahl Suyono (Staff Pengajar Ponpes Darul-Qur’an wal Hadis OKU Timur)
[1] HR. Al-Bukhari dan Muslim
[2] HR. At-Tirmdzi
[3] HR. Al-Bukhari dan Muslim
[4] HR. At-Tirmdzi
BACA JUGA :
Leave a Reply