KESETARAAN ( KAFA’AH) DALAM PERNIKAHAN

Kesetaraan Dalam Pernikahan

KESETARAAN ( KAFA’AH) DALAM PERNIKAHAN

Ibnu qoyyim Rahimahullah mengatakan, Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya:Wahai manusia sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki- laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku- suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti (QS. Al- Hujarot: 13 )

Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

Artinya: Sesungguhnya orang- orang mukmin itu bersaudara (QS. Al-hujarot: 10 )

Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman:

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ

Artinya: Dan orang- orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain.” (QS. Attaubah: 71

Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman:

فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ

Artinya: Maka Rabb mereka memperkenankan permohonannya ( dengan berfirman ), “ Sesungguhnya Aku tidak menyia- nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki- laki maupun perempuan, karena sebagian kamu adalah keturunan dari sebagian yang lain.” (QS. Ali- imran: 195)

Nabi  صلى الله عليه  وسلمbersabda:

ألا إن ربكم واحد و إن أباكم واحد ألا لا فضل لعربي على أعجمي على عربي ولا لأحمر على أسود ولا أسود على أحمر إلا بالتقوى

Artinya: “Ketahilah bahwa Rabb kalian adalah satu dan bapak kalian satu. Ketahilah orang arab tidak memiliki kelebihan atas orang non arab dan tidak pula orang ajam memilki kelebihan atas orang arab, begitu pula orang berkulit merah tidak memilki kelebihan atas orang berkulit hitam dan tidak pula berkulit hitam memiliki kelebihan atas orang berkulit merah, kecuali dengan ketaqwaan”. ( HR. Ahmad, 5/411 )

Dalam riwayat at- Tirmidzi ( No 1085 ), dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:

إذا خطب إليكم من ترضون دينه وخلقه فزوجوه إلا تفعلوا تكن فتنة في الأرض وفساد عريض

Artinya: Jika ada orang yang kalian ridhoi agama dan akhlaknya meminang putri kalian, maka nikahkanlah ia. Jika kalian tidak melakukannya, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang benar. (HR. Tirmidzi dalam sunannya)

Nabi  صلى الله عليه  وسلمbersabda:

أنكحوا أباهند وأنكحوا إليه, وكان حجاما

Artinya: “Nikahkanlah Abu Hind dan nikahkanlah putri kalian kepadanya ( Abu Hind ) adalah tukang bekam” (QS. Al-baihaqi, 7/136 )

Nabi telah menikahkan zainab binti jahsy al- Quraisyiyyah dengan zainab bin haritsah maula Nabi, menikahkan fatimah binti Qais al- Fihriyyah al- Quraysiyyah dengan Usamah bin Za’id, dan menikahkan Bilal bin Rabbah dengan saudara perempuan Abdurrahman bin Auf. Allah berfirman: Dan wanita- wanita yang baik adalah untuk laki- laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita yang baik- baik pula (QS. Annur: 26 )

Dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala berfirman:

فَانْكِحُوا مَاطَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ

Artinya: Maka kawinkanlah wanita- wanita lain yang kamu senangi” (QS. An-nisa: 3)

Keputusan Nabi menunjukkan, agamalah yang di jadikan sebagai tolak ukur dalam kafa’ah ( kesetaraan ), sebagai prinsip maupun pelangkap. Tidak boleh wanita muslimah di nikahkan dengan laki- laki kafir. Atau wanita baik- baik dengan laki- laki durhaka. Al- qur’an dan Assunnah tidak menganggap itu sebagai standar kafa’ah. Karena wanita muslimah haram di nikahkan dengan pezina yang keji. Nasab, pekerjaan dan kekayaan dan status merdeka tidak di jadikan standar. Karena itu, hamba sahaya fakir boleh menikah dengan wanita merdeka yang bernasab lagi kaya, jika ia adalah laki- laki bukan Quraisy menikah dengan wanita Quraisy, laki- laki bukan dari bani hasyim boleh menikah wanita bani Hasyim, dan laki- laki fakir boleh menikah dengan wanita kaya.

Ahli fiqih berselisih tentang ktriteria kesetaraan ( kafa’ah ). Menurut Malik, dalam dzahir mazdhabnya, kafa’ah adalah agama. Dalam suatu riwayat darinya, kafa’ah ada 3 macam: agama, kemerdekaan, dan terbebas dari segala aib.

Menurut Abu Hanifah, kafa’ah adalah nasab dan agama. Menurut Ahmad dalam satu riwayat darinya, kafa’ah adalah agama dan nasab saja. Dalam riwayat lainnya ada lima: Agama, Nasab, Kemerdekaan, pekerjaan dan harta. Jika nasab di jadikan sebagai timbangan, maka ada dua riwayat dari Ahmad: pertama, bangsa arab memiliki kesetaraan satu sama lain. Kedua, orang quraysi hanya bisa di setarai dengan orang Quraysi, dan keturunan bani hasyim. Sementara pengikut ass- Syafi’i mempertimbangkan kafa’ah pada agama, nasab, kemerdekaan, pekerjaan dan terbebas dari ‘aib yang di jauhi.

Dalam hal kemapanan, mereka memiliki tiga pendapat yang di jadikan pertimbangan dan tidak di jadikan pertimbangan. Pertimbangan ini berlaku untuk penduduk kota ( menetap ) bukan penduduk nomaden ( bawadi ). Orang ajam, menurut mereka, tidak sekufu dengan orang Arab, laki- laki bukan Quraysi tidak sekufu dengan wanita Quraysi, laki- laki bukan bani Hasyim tidak setara dengan wanita Bani Hasyi, wanita yang tidak bernasab kepada ulama dan orang- orang shalih tidak sekufu dengan orang yang tidak bernasab kepada keduanya, laki- laki hamba sahaya tidak sekufu dengan wanita merdeka, laki- laki yang di merdekakakan tidak sekufu dengan wanita yang merdeka sejak lahir, dan laki- laki yang salah satu leluhurnya pernah merasakan perbudakan tidak sekufu dengan wanita yang tidak pernah merasakan pernudakan dan juga salah satu leluhurnya.

Mengenai pengaruh perbudakan ibu ( dalam hal kesetaraan ) ada dua pendapat. Demikian pula laki- laki yang memiliki aib yang bisa mengukuhkan pembatalan nikah tidak sekufu dengan wanita yang terbebas darinya. Jika tidak mengukuhkan pembatalan nikah tapi tidak di sukai, seperti buta, tubuhnya buntung dan fisiknya jelek, maka ada dua pendapat. Ar- Ruyani memilih bahwa orang tersebt tidak sekufu.

REFERENSI:

Diringkas oleh: Muslihan, bulan: Juli 2021, Judul: kesetraan dalam pernikahan

Judul buku: Mahkota pengantin, karya: Majdi bin Manshur

Baca juga artikel:

Hijrah dari Kemaksiatan dan Istiqomah dalam Ketaatan

Keutamaan Orang yang membantu Orang Lain

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.