Oleh: Said Yai bin Imanul Huda
Dibahas pada tulisan ini tentang cara beragama yang benar dan apakah boleh mengikuti sebagian besar kaum muslimin sekarang ini. Silakan membaca
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ (116) إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ مَنْ يَضِلُّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (117)
“(116) Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja. (117) Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al-An’am: 116-117)
TAFSIR RINGKAS
Ketahuilah Ya Rasulullah, sesungguhnya “jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah,” maksudnya adalah seandainya kamu mendengarkan mereka dan mengambil pendapat-pendapat mereka dan mengikuti saran-saran mereka, maka mereka akan menyesatkanmu secara nyata dari jalan Allah. Dan alasannya adalah sebagian besar dari mereka tidak memiliki pengetahuan dan ilmu yang haq. Seluruh apa yang mereka katakan adalah berasal dari hawa nafsu dan bisikan setan.
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja.” Sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti perkataan-perkataan yang berasal dari prasangka-prasangka mereka. Tidaklah mereka berbicara kecuali hanya dengan mengira-ngira saja dan berdusta.
“Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk.” Cukuplah bagimu pengetahuan Allah tentang mereka dan Dia-lah yang Maha Mengetahui siapa yang tersesat dari jalannya dan siapa yang mendapatkan petunjuk.1
PENJABARAN AYAT
Firman Allah ta’ala:
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.”
Pada ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada Nabi-Nya dan perintah ini berlaku juga kepada seluruh pengikutnya agar tidak mengikuti kebanyakan manusia yang ada di muka bumi ini, karena kebanyakan mereka adalah orang-orang yang berada di dalam kesesatan. Jika seseorang tetap mengikuti mereka maka ini akan menyebabkannya menjadi seorang yang tersesat dari jalan Allah.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Allah ta’ala mengabarkan tentang keadaan sebagian besar penduduk bumi dari anak keturunan Adam bahwasanya mereka berada dalam kesesatan.”2
Kebanyakan manusia tidak mengikuti ajaran yang murni datangnya dari Allah. Ajaran mereka anut adalah ajaran-ajaran yang menyimpang, amalan-amalan mereka bercampur dengan hal-hal baru yang mereka ada-adakan sendiri tanpa adanya petunjuk dari Allah ta’ala dan Rasulnya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syaikh As-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya sebagian besar dari mereka telah menyimpang di dalam agama-agama, amalan-amalan dan ilmu-ilmu mereka; Agama-agama mereka telah rusak; Amalan-amalan mereka mengikut hawa-hawa mereka; dan ilmu-ilmu mereka tidak didasarkan atas penelitian untuk mencari kebenaran dan tidak bisa mendapatkan jalan yang lurus.”3
Kita tidak bisa menjadikan apa yang dipegang oleh kebanyakan manusia sebagai suatu kebenaran jika mereka berada di dalam kesesatan. Berkembangnya gaya hidup menyimpang, menyebarnya kemaksiatan dan merajalelanya kesesatan jangan sampai membuat kita terlena dan terpengaruh dengannya. Sebagian kaum muslimin merasa tidak enak jika menyelisihi kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat di dunia ini. Dan ini salah. Sebagai seorang muslim kita harus berpegang kepada kebenaran yang diturunkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya jumlah yang banyak bisa menjadi suatu kesesatan. Allah ta’ala berfirman, “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” Dan di lain sisi dengan jumlah yang banyak seorang manusia bisa tertipu dengannya dan dia menyangka bahwa dia tidak akan dikalahkan dan pasti ditolong. Ini juga termasuk sebab dari kesesatan. Dan jumlah yang banyak jika kita lihat kepada sebagian besar penduduk bumi, maka kebanyakan mereka sesat dan janganlah kamu tertipu dengan mereka. Janganlah kamu katakan, ‘Sesungguhnya manusia telah berpegang pada ini, bagaimana mungkin saya menyelisihi mereka?’.”4
Pesan yang sangat indah disampaikan oleh Imam Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah, beliau pernah mengatakanَ
“Ikutilah jalan-jalan petunjuk dan sedikitnya orang yang mengikutinya tidak akan berbahaya bagimu. Dan jauhilah jalan-jalan kesesatan dan janganlah tertipu dengan banyaknya jumlah orang yang binasa (terjerumus di sana).”5
Ayat-ayat yang semisal dengan lafaz di atas
Ada beberapa ayat di dalam Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa kita tidak boleh mengikuti kebanyakan manusia di muka bumi ini, di antaranya adalah firman Allah ta’ala:
وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ
“Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman – walaupun kamu sangat menginginkannya-.” (QS Yusuf: 103)
Begitu juga firman Allah:
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللهِ إِلاَّ وَهُمْ مُشْرِكُونَ
“Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” (QS Yusuf: 106)
Dan juga firman-Nya:
فَأَبَى أَكْثَرُ النَّاسِ إِلَّا كُفُورًا
“Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulang kepada manusia dalam Al Quran ini tiap-tiap macam perumpamaan, tapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali mengingkari (nya).” (QS Al-Isra’: 89)
Dan juga firman-Nya:
وَمَا وَجَدْنَا لِأَكْثَرِهِمْ مِنْ عَهْدٍ وَإِنْ وَجَدْنَا أَكْثَرَهُمْ لَفَاسِقِينَ
“Dan Kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi janji. Sesungguhnya Kami mendapati kebanyakan mereka orang-orang yang fasik.” (QS Al-A’raf: 102)
Dengan demikian, kita bisa memahami bahwa Allah mensifati sebagian besar manusia di muka bumi ini dengan sifat: sesat, kafir (ingkar), syirik dan fasik, serta tidak beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Tidak boleh tertipu dengan jumlah yang banyak
Di antara para Nabi ada yang memiliki pengikut hanya satu atau dua orang, sedangkan kebanyakan manusia pada saat itu berada di dalam kesesatan. Dan pengikut nabi tersebut meskipun hanya berjumlah sedikit, mereka tidak tertipu dengan banyaknya manusia yang berada di dalam kesesatan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عُرِضَتْ عَلَيَّ الأُمَمُ فَجَعَلَ يَمُرُّ النَّبِيُّ مَعَهُ الرَّجُلُ وَالنَّبِيُّ مَعَهُ الرَّجُلاَنِ وَالنَّبِيُّ مَعَهُ الرَّهْطُ وَالنَّبِيُّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ
“Ditunjukkan kepadaku umat-umat. Kemudian lewatlah seorang nabi bersama satu orang (pengikut), seorang Nabi bersama dua orang (pengikut) dan seorang Nabi bersama beberapa orang dan seorang Nabi yang lewat tidak bersama siapa pun ….”6
Firman Allah ta’ala:
إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ
Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja.
Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata, “Bahkan tujuan mereka adalah mengikuti prasangka yang tidak mengandung kebenaran. Mereka hanya mengira-ngira di dalam berbicara tentang Allah atas apa-apa yang mereka tidak mengetahuinya. Jika seperti ini keadaannya, maka Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya dari hal tersebut, Allah mensifati keadaan-keadaan mereka, meskipun yang diajak bicara pada ayat ini adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesungguhnya umatnya mengikuti beliau di seluruh hukum-hukum yang tidak dikhususkan untuk beliau saja.”7
Dengan demikian kita mengetahui bahwa orang-orang kafir berada di dalam kesesatan karena mereka beragama hanya mengikuti prasangka dan mengira-ngira akan suatu kebenaran sehingga mereka harus membuat kedustaan-kedustaan atas nama Allah.
Ayat-ayat yang semisal dengan ayat ini
Ada beberapa ayat di dalam Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa mereka hanya beragama dengan prasangka-prasangka mereka saja, di antaranya adalah firman Allah ta’ala:
وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا
“Dan karena ucapan mereka: ‘Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, ‘Isa putra Maryam, Rasul Allah’. Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan ‘Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) ‘Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah ‘Isa.” (QS An-Nisa: 157)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman:
سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلَا آبَاؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ كَذَلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ حَتَّى ذَاقُوا بَأْسَنَا قُلْ هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَا إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَخْرُصُونَ
“Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, akan mengatakan: ‘Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apapun.’ Demikian pulalah orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah: ‘Adakah kalian mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kalian mengemukakannya kepada Kami?’ Kalian tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanyalah berdusta.” (QS Al-An’am 148)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman:
وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS Yunus: 36)
Dengan demikian kita dapat memahami bahwa mereka beragama hanya dengan prasangka-prasangka dan kedustaan-kedustaan saja.
Firman Allah ta’ala:
إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ مَنْ يَضِلُّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk.”
Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah mengatakan, “… Dan Allah yang memberi petunjuk dan wajib bagi kalian -wahai orang-orang yang beriman- untuk mengikuti nasihat-nasihat, perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Dan Allah sangat sayang pada diri-diri kalian. Dan ayat ini menunjukkan agar seseorang tidak membantah kebenaran dengan berdalil bahwa yang menyelesihinya sangat banyak. Dan sedikitnya orang yang menjalankan suatu hal dari banyak hal-hal tidak menunjukkan bahwa mereka bukan berada di atas kebenaran. Tetapi kenyataannya adalah yang berbeda dengan hal tersebut, justru orang-orang yang benar jumlahnya lebih sedikit, tetapi mereka lebih besar kedudukan dan pahalanya di sisi Allah.”8
Imam Al-Baghawi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Rab-mu lebih mengetahu siapa di antara manusia yang sesat dari jalan-Nya. ‘Dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk.’ Allah mengabarkan bahwasanya Dia lebih mengetahui tentang kelompok-kelompok sesat dan melampaui batas, dan Allah akan membalas semuanya sesuai yang berhak didapatkannya.”9
Kebenaran harus memiliki bukti
Oleh karena itu, kita tidak boleh tertipu dengan manusia yang banyak mengikuti suatu agama, keyakinan atau aliran tertentu di seluruh dunia ini. Yang menjadi timbangan kebenaran bukanlah banyaknya pengikut, akan tetapi kebenaranlah yang menjadi timbangannya.
Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah menghukumi orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai orang yang sesat dan mereka menyangka bahwa mereka akan masuk ke dalam surga. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَقَالُوا لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ كَانَ هُوداً أَوْ نَصَارَى تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: ‘Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani.’ Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: ‘Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar.’.” (QS Al-Baqarah: 111)
Allah subhanahu wa ta’ala menyuruh mereka untuk mendatangkan burhaan (bukti), dan mereka selamanya tidak bisa mendatangkan bukti atas apa yang mereka yakini, di antara alasannya adalah kitab-kitab suci mereka, yaitu Taurat dan Injil, telah mengalami perubahan dari zaman ke zaman dan mereka pun meyakini akan terjadi perubahan tersebut.
Oleh karena itu, apabila kita mendapatkan suatu agama, kepercayaan, keyakinan atau aliran tidak bisa mendatangkan bukti akan kebenaran mereka, maka sudah sepantasnya kita tidak mengikuti mereka. Kebenaran adalah apa yang difirmankan oleh Allah di dalam Al-Qur’an dan yang dikatakan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, bukan prasangka-prasangka dan pendapat-pendapat manusia.
Kebenaran akan menjadi suatu yang asing
Di zaman sekarang ini banyak sekali kaum muslimin yang mengikuti dan meniru-niru orang kafir dan tidak mau mempelajari agama Islam, sehingga banyak sekali kaum muslimin yang tidak mengenal agamanya sendiri. Bahkan ketika ada seseorang yang menjalankan ibadah atau berpenampilan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, banyak orang Islam sendiri yang mengejek mereka, bahkan dengan lancang berani mengatakan bahwa orang tersebut adalah orang yang sesat.
Benarlah apa yang dikatakan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana dia datang, maka beruntunglah orang-orang yang asing tersebut.”10
Di dalam riwayat lain ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang siapakah orang-orang asing tersebut, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَوْمٌ صَالِحُونَ قَلِيلٌ فِي نَاسِ سَوْءٍ كَثِيرٍ، مَنْ يَعْصِيهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيعُهُمْ
“Mereka adalah orang-orang shalih yang jumlahnya sedikit di antara orang-orang buruk yang jumlahnya banyak. Orang yang menyelisihi mereka lebih banyak daripada orang yang menuruti mereka.”11
Mubarak bin Fadhalah rahimahullah meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah bahwasanya beliau mengatakan:
“Seandainya seseorang mendapatkan kaum salaf yang pertama kemudian dia dibangkitkan pada hari ini, maka dia tidak mengenal Islam sedikit pun.” Mubarak berkata, “Kemudian beliau meletakkan tangannya di pipinya dan berkata, ‘Kecuali shalat ini.’…”12
Ibnu Wadhdhah meriwayatkan dari ‘Isa bin Yunus dari Al-Auza’i dari Hibban bin Abi Jabalah dari Abu Darda’ radhiallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata:
“Seandainya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar kepada kalian pada saat ini, maka beliau tidak mengenal apa-apa yang dulu dikerjakan oleh beliau dan para sahabatnya kecuali shalat.”
Kemudian Al-Auza’i mengatakan, “Bagaimana jika beliau keluar pada saat ini?”
‘Isa bin Yunus berkata, “Bagaimana seandainya Al-Auza’i mendapatkan zaman sekarang ini?”13
Ini adalah perkataan beliau-beliau pada zaman dimana mereka hidup, Bagaimana jika beliau-beliau melihat manusia pada zaman kita sekarang ini?
Jika di antara kaum muslimin tersebar kebatilan dan kesesatan
Jika di antara kaum muslimin tersebar kebatilan dan kesesatan, maka kita tidak boleh mengikuti mereka meskipun jumlah mereka sangat banyak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa kebanyakan kaum muslimin berada di dalam kesesatan sebagaimana sabda beliau:
افْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَتَفَرَّقَتِ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِى عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً
“Orang-orang Yahudi berpecah belah menjadi 71 kelompok, orang-orang Nasrani berpecah-belah menjadi 72 kelompok dan umatku akan terpecah belah menjadi 73 kelompok.” Dan di dalam riwayat Ibnu Majah terdapat tambahan, “Satu kelompok berada di surga dan 72 kelompok berada di neraka.” Beliau pun ditanya, “Siapakah mereka?” Beliau menjawab, “Al-Jama’ah.”14
Ini menunjukkan bahwa kelompok yang sesat jumlahnya sangat banyak dan kelompok yang benar hanyalah satu. Akan tetapi, perlu penulis garis bawahi bahwa yang ketujuh puluh dua kelompok yang diancam untuk masuk neraka masih dikategorikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai umatnya. Jika tergolong sebagai umatnya, maka di akhirat mereka tetap berada di bawah kehendak Allah, jika Allah berkehendak untuk mengazabnya maka Allah akan azab mereka, jika Allah berkehendak untuk mengampuni mereka, maka mereka akan diampuni oleh Allah subhanahu wa ta’a’a.
Dan perlu penulis garis bawahi juga bahwa kelompok-kelompok menyimpang yang keluar dari agama Islam dan memang bukan Islam tidak dikategorikan sebagai umatnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok yang menyimpang tersebut, tetapi dikategorikan sebagai orang-orang kafir.
Tidak boleh menyelisihi Al-Jama’ah?
Sebagian kaum muslimin menganggap bahwa kita tidak boleh menyelisihi kebanyakan jamaah kaum muslimin atau sebagian besar kaum muslimin, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut satu kelompok yang selamat tersebut dengan nama Al-Jama’ah. Maka kita katakan perkataan tersebut tidak benar, karena yang dinamakan dengan Al-Jama’ah yang dimaksud pada hadits tersebut adalah Jamaah kaum muslimin yang pertama, sebelum terjadinya banyak peyimpangan. Adapun setelah kaum muslimin menyimpang, maka kita tetap harus mengikuti jamaah kaum muslimin yang pertama dan tidak mengikuti jamaah kaum muslimin yang menyimpang, meskipun jumlah mereka sangat banyak.
’Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu pernah mengatakan:َ
“ Sesungguhnya yang dinamakan Al-Jama’ah adalah apa-apa yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah meskipun engkau sendirian.”15
Abu Syaamah rahimahullah mengatakan, “Telah datang perintah untuk berpegang teguh kepada Al-Jama’ah. Yang dimaksud dengannya adalah berpegang teguh dengan kebenaran dan mengikutinya, meskipun orang yang berpegang dengan kebenaran sedikit (jumlahnya) dan orang yang menyelisinya banyak (jumlahnya). Karena kebenaran adalah yang dulu jamaah pertama yang terdiri dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya radhiallah ‘anhum dan kita tidak melihat kepada banyaknya jumlah orang-orang yang berada dalam kebatilan.”16
KESIMPULAN
Dengan membaca tulisan di atas maka kita bisa simpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Kebanyakan manusia di atas muka bumi adalah orang-orang yang menyimpang, sehingga kita tidak boleh mengikuti penyimpangan mereka atau jangan sampai kita tertipu dengan jumlah mereka yang banyak.
2. Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan orang-orang yang menyimpang hanya mengikuti prasangka-prasangka dan kedustaan-kedustaan saja dalam beragama dan mereka tidak memiliki burhan (bukti) atas apa yang mereka lakukan.
3. Kebenaran harus bisa dibuktikan dan dia harus berasal dari Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
4. Sangat sedikit di akhir zaman orang-orang yang memahami kebenaran dan kebenaran tersebut akan terlihat asing oleh orang-orang Islam sendiri.
5. Kaum muslimin akan senantiasa mendapatkan petunjuk di jalan yang lurus selama mereka berpegang teguh dengan jamaah kaum muslimin yang pertama, yaitu jamaah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya radhiallahu ‘anhum ajma’in.
Demikian tulisan ini. Mudahan bermanfaat dan mudah-mudahan Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa menunjuki kita ke jalan yang lurus. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
-
Aisarut-Tafaasiir li kalaam ‘Aliyil-Kabiir wa bihaamisyihi Nahril-Kahir ‘Ala Aisarit-Tafaasiir. Jaabir bin Musa Al-Jazaairi. 1423 H/2002. Al-Madinah: Maktabah Al-‘Ulûm wal-hikam
-
Al-Baa’its ‘Ala Inkaaril-Bida’ Wal-Hawaadits. ‘Abdurrahman bin Ismaa’iil Abu Syaamah. Kairo: Darul-Huda.
-
Al-Intishaar lihizbillaah Al-Muwahhidiin War-Raddu ‘Ala Al-Mujaadil ‘Anil-Musyrikin. ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman bin ‘Abdil-’Aziiz Abaa Bathiin. Tahqiiq: Al-Waliid bin ‘Abdirrahman Al=Furayyaan. Ar-Riyaadh: Dar Thaibah.
-
Al-I’tishaam. Abu Ishaaq Asy-Syaathibi. Mesir: Al-Maktabah At-Tijaariyah Al-Kubra.
-
Ma’aalimut-tanziil. Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’uud Al-Baghawi. 1417 H/1997 M. Riyaadh:Daar Ath-Thaibah.
-
Tafsiir Al-Qur’aan Al-‘Adzhiim. Isma’iil bin ‘Umar bin Katsiir. 1420 H/1999 M. Riyaadh: Daar Ath-Thaibah.
-
Taisiir Al-Kariim Ar-Rahmaan. Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Beirut: Muassasah Ar-Risaalah.
-
Dan lain-lain. Sebagian besar telah tercantum di footnotes.
1 Lihat Aisar At-Tafaasir hal. 415-416.
2 Tafsiir Ibni Katsiir III/322.
3 Tafsiir As-Sa’di hal. 42.
4 Lihat Al-Qaulul-Mufid I/110.
5 Al-I’tishaam lisy-Syathibi I/83.
6 HR Al-Bukhari no. 5752.
7 Tafsiir As-Sa’di hal. 42.
8 Tafsiir As-Sa’di hal. 42.
9 Tafsir Al-Baghawi III/181.
10 HR Muslim no. 145/232.
11 HR ‘Abdullah bin Al-Mubarak dalam Musnad Ibni Al-Mubarak no. 23 dan Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabiir no. 1457. Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini shahih di dalam Ash-Shahihah no. 1619.
12 Al-Intishaar lihizbillaah Al-Muwahhidiin hal. 92.
13 Al-Intishaar lihizbillaah Al-Muwahhidiin hal. 94.
14 HR Abu Dawud no. 4598 dan Ibnu Majah no. 3992. Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini shahih dalam Ash-Shahihah no. 203.
15 HR Al-Laalakaa-i dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlissunnah wal-jamaah no. 160.
16 Al-Baa’its ‘Ala Inkaaril-Bida’ Wal-Hawaadits hal. 22.
Leave a Reply