Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Dampak Buruk Pasutri Sibuk dan Problematika Muslimah Bekerja

Giat bekerja memang sifat suami beriman yang baik. Rasulullah telah berwasiat kepada kaum mukminin agar menjadi mukmin yang giat dan rajin bekerja mencari manfaat. Beliau shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda:

الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ فَاحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلا تَعْجَزْ، فَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلا تَقُلْ: لَوْ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَّرَ اللَّهُ تَعَالَى وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ «لَوْ» تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

Artinya:

mukmin yang kuat (iman dan badannya) lebih baik dan lebih Allah cintai dari mukmin yang lemah (iman dan badannya), (namun) pada masing-masing terdapat kebaikan. (oleh karenanya) giatlah mengerjakan perkara yang bermanfaat bagimu seraya meminta bantuan Allah dan jangan lemah. Sekiranya sesuatu memintamu maka jangan kau berucap: ‘andai aku berbuat, tentunya akan demikian atau demikian.’ Akan tetapi ucapkanlah: ‘(ini semua) takdir Allah, dan dia lakukan apa yang dia kehendaki.’ Karena sesungguhnya (kata) ‘andai’ (hanya) akan membuka (kesempatan) perbuatan bagi setan.” (HR. Muslim: 2664)

Namun giat bekerja bukan gila kerja yang tak kenal waktu. Giat bekerja maksudnya mencari manfaat buat diri, istri dan keluarga, sedangkan gila kerja ialah bekerja yang bisa berbuntut pasangan dan keluarga merana. Giat bekerja adalah hal baik dan wajar, sedangkan gila kerja bukan hal baik apalagi wajar. Ia menjadi gaya hidup masa kini meski sebenarnya mengancam keharmonisan suami istri dan berdampak buruk pada perkawinan.

Berikut ini beberapa dampak buruk pasutri yang sibuk dan gila kerja, terutama bagi pasutri dan anak-anak mereka sendiri:

  1. Kesepian

Pasangan yang diabaikan karena kesibukan akan kesepian. Jika suami yang gila kerja maka istri yang kesepian. Jika istri yang gila kerja maka suami akan merana. Bila hal seperti ini terjadi terus menerus bisa jadi pasangan tidak akan betah. Istri yang ditinggal kerja tidak betah dirumah, atau jika suami yang tinggal istri bekerja, tidak nyaman untuk segera pulang ke rumah. Dengan usikan setan hal demikian bisa saja berujung pada pasangan harus mencari orang lain untuk mengisi suasana, bahkan mengisi kesepian hati dan bisa-bisa bagi yang lemah iman sampai berbuat selingkuh. Na’udzubillah.

  1. Kekosongan

Kami bedakan kesepian dengan kekosongan, maksudnya kekosongan bagi pasutri yang sibuk bekerja itu sendiri. Sebab sibuk bekerja bagi si empunya itu sendiri mungkin juga merasa sangan sepi dan “kosong” di tengah pekerjaanyya. Waktu-waktunya habis hanya untuk pekerjaannya. Ia akan merasa nyaman dan merasa terisi oleh pekerjaan, rekan-rekan kerja dan para kliennya semata. Sementara pasangan, apalagi keluarga tidak berarti bagi kekosongannya.

Kekosongan seperti itu tentu akan rawan akan dimasuki oleh hal-hal yang tidak di inginkan, yang bisa berujung sama buruknya dengan pasangan yang meras kesepian. Hanya bedanya, yang bisa kosong tidak akan bisa perhatian, apalagi memberikan keceriaan dan cinta, sedangkan yang kesepian dibebani kerinduan berat. Yang kosong mudah putus asa, sedangkan yang sepi bisa dengan mudah berbuat nekat. Na’udzubillah.

  1. Mudah emosi

Penelitian para ilmuwan menunjukkan bahwa pasutri yang gila kerja akan lebih emosional ketimbang yang tidak. Keadaan seperti ini memicu cekcok di dalam rumah tangga. Dan terbukti bahwa pasutri yang sibuk kerja saat cekcok akan sangat sulit dilerai. Hal ini sebab pikiran yang lelah dan badan yang letih sulit berfikir bijak dan landai. Cendrung emosional dan tidak terkendali.

  1. Hilang gairah

Juga berdasarkan penelitian para ahli, bahwa pasutri yang gila kerja akan berangsur-angsur surut gaira bercintanya (jima’). Hal seperti ini membahayakan nafkah bathin suami istri. Sebab, berhubungan intim bagi suami istri selain nafkah dan sedekah juga merupakan penyubur cinta dan penggugah gairah hidup bersama dalam keluarga. Sehingga banyak pasutri yang menderita sebab pasangannya hilang gairah bercintanya. Wajar bila hal itu memicu keruntuhan bangunan rumah tangga. Karena bercinta adalah hak pasutri yang wajib dipenuhi.

Berangkat dari hal tersebut telah diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam mengajurkan para pasutri untuk bercinta atau berjima’, bahkan syariat menetapkan pahala padanya. Dengan jima’ pasutri bisa menjaga diri, timbul rasa cinta dan keakraban diantara mereka. Berapa banyak problem rumah tangga yang ditimbulkan oleh suami atau istri, setelah diteliti ternyata sebabnya salah satu dari pasutri tersebut enggan berjima’ (bercinta). Jika jima’ berlangsung dengan sempurna maka jiwa, raga dan pikiran akan menjadi tenang dengan izin Allah subhanahu wata’ala.

  1. Anak kehilangan sosok orang tua.

Pasutri yang sibuk kerja, apakah suami atau istri, anak-anak akan kehilangan sosokmereka. Hal ini bisa menghambat tumbuh kembang mental anak. Bahkan menurut penelitian, bahwa seorang yang sibuk kerja akan mempunyai anak yang berisiko depresi dan gelisah.

  1. Tidak bisa bahagia.

Suami atau istri yang gila kerja tidak akan tertarik melakukan kegiatan rekreatif semisal fiknik, dengan pasangan dan anak-anak, berkunjung ke rumah keluarga atau hobi positif lainnya. Dengan keadaan tersebut banyak suami yang gila kerja akhirnya tidak bisa merasakan hidup bahagia.

  1. Rentan penyakit dan sakit.

Suami atau istri yang sibuk kerja sangat kurang istirahat. Keadaannya yang demikian itu menjadikan rentan penyakit dan sakit seperti tekanan darah tinggi, serangan jantung, stroke dan obesitas. Bahkan jika toleransi stres rendah, ia juga akan rentan stres, depresi, dan penyakit mental lainnya.

Problematika Muslimah Bekerja.

Menurut aturan Islam, suami berperan sebagai kepala rumah tangga, tulan punggung kebutuhan hidup, selain sebagai pengayom dan pembimbing anggota keluarga. Istri berperan sebagai pendamping suami, ibu dan pendidik bagi anak-anak dan sebagai ibu rumah tangga. Pembagian peran menurut islam sangatlah adil. Sehingga saat keadilan ini diabaikan, muncullah berbagai ketimpangan dalam urusan rumah tangga. Inilah barangkali sebabnya, mengapa muslimah yang berperan ganda sebagai pekerja lebih cenderung menjadi problematika, bukan merupakan solusi perbaikan tatanan hidup dalam kelurga.

Korbankan kebahagiaan

Salah satu problem muslimah bekerja ialah kebimbangan. Tatkala muslimah bekerja tidak akan dengan mudah menemukan titik keseimbangan antara peran sebagai ibu dengan peran sebagai pekerja. Apalagi jika ia bekerja di luar rumah. Inilah yang menjadikannya sulit mencapai kebahagiaan.

Buktinya, ketika seorang muslimah memilih peran seorang ibu bekerja, tak pernah lenyap perasaan ragu bahkan menyesal saa ia sadar harus meninggalkan si kecil hanya untuk bekerja. Ini terlepas dari kesadarannya saat menerima tugas dan peran ganda sebagai ibu anak-anak sekaligus bekrerja di luar rumah, sebagai karyawati, pebisnis, atau apapun perannya di luar kodrat menjadi ibu. Bila dievaluasi, tentu bukan pekerjaannya yang salah, namun peran gandanya yang tidak mungkin dilakukan bersamaan dengan baik. Wajar, dalam situasi ini ibu bekerja ragu berangkat kerja dan merasa bersalah.

Bingung memilih; anak atau pekerjaan?

Menurut sebuah majalah kelurga, salah satu survey terhadap 800 ibu bekerja di ingggris menunjukkan 75% di antara mereka lebih suka total mengurus anaknya daripada berperan ganda sekaligus sebagai ibu pekerja.

Anak-anak usia balita sangat butuh seorang ibu sebagai pendidik dan pemberi kedamaian. Anak-anak butuh waktu yang cukup untuk ditemani dan diarahkan saat bermain. Mereka juga tidak mampu mengondisikan waktu dan kegiatan seperti kondisi longgar ayah ibu mereka. Hal inilah yang menyulitkan tugas ibu dengan peran gandanya. Ia akan sulit fokus saat bersama anaknya, sulit mengefektifkan dan mengefisienkan waktunya. Padahal balita menuntut ibu senantiasa ada untuknya. Artinya, sebagai ibu dan orang tua harus selalu siap kapanpun bersama balitanya.

Anak-anak balita butuh dikenali kesukaan dan yang tidak disukainya. Ia tidak boleh banyak dilarang, namun harus diberi banyak alternatif yang baik. Anak-anak lebih butuh stimulasi ibunya sesuai dengan tahapannya, disamping butuh komunikasi aktif, baik saat bermain maupun lainnya. Semua ini menjadi kendala ibu bekerja.

Pagi tanpa huru-hara

Suasana rumah yang tenang di pagi hari, tanpa huru-hara tentu sangat indah. Betapa sayangnya jika hal indah seperti itu hanya sekedar impian. Bisa jadi keluarga yang hanya bisa berangan-angan, utamanyaialah keluarga yang salah satu anggotanya seorang ibu bekerja.

Kesibukkan pagi dengan pekerjaan menjadikannya semakin sibuk dan sulit mengkondisikan diri. Saban pagi anak-anak utamanya yang masih balita malah sulit diatur, merengek dan bisa memancing emosi ibunya. Tidak mudah diketahui sebabnya sehingga tidak mudah diatasi. Lebih seringnya anak-anak tidak mengungkapkan sebab rengekannya, mungkin karena mereka belum mampu mengungkapkannya atau karena sebab lainnya. Alunan murattal tidak lagi cukup menghibur dan menenangkannya. Padahal dahulu anak-anak begitu terhibur dan tenang dengan alunan Al-Qur’an yang langsung dari lisan ibunya. Beberapa mainan, kesibukan anak mewarnai gambar tak cukup menenangkan suasana.

Bisa jadi komunikasi yang bukan sekedar basa-basi yang diinginkan anak-anak, perhatian ibu sejak bangun pagi-pagi yang dikehendaki mereka, senyuman kasih sayang ibu yang dinanti mereka sehingga menenangkan suasana. Hampir semuanya saat ini sulit mereka dapati dari sang ibu yang berperan ganda sebagai ibu bekerja.

Ibu bekerja antara ASI dan ASS

Bagi para ibu menyusui memang alternatif mudah dan praktis jika diberikan langsung dari payudara kepada si bayi. Tetapi lain ceritanya bagi ibu bekerja, apalagi bagi yang bekerja diluar rumah dan harus aktif kembali segera setelah cuti melahirkan selesai, sementara bayi masih diberikan ASI Eksklusif.

Benarkah ASI perahan atau Air Susu Siapa (ASS)? Sebagai solusinya? Meski yang diminum bayi adalah air susu ibunya sendiri, pastinya tidak sama pengaruhnya antara bila dihisap langsung dari payudara si ibu dengan minum dari cawan atau botol susu bayi. Berarti ada yang dikorbankan. Yaitu kasih sayang ibu bagi anaknya. Bila ASI perahan sudah demikian adanya, bagaimana bila ternyata solusi yang terpilih ialah ASS? Bagaimana pula bila yang dipilih ialah susu sapi, kambing atau susu formula lainnya? Tentu keadaan ini sangat merisaukan dan mencemaskan.

Perlu diketahui, kerisauan seorang ibu dan kecemasannya merupakan sebab utama tidak lancarnya ASI keluar. Semakin kacau fikiran sang ibu semakin menghambat ASI keluar, bila si ibu cemas produksi hormon oksitosin akan terhambat. Kondisi seperti ini begitu mudah terjadi pada para ibu bekerja.

Bagaimana semestinya ibu bekerja?

  1. Semestinya pada saat berdua dengan pasangan, istri sering berdialog tentang aktivitas bekerjanya. Tentang maslahat dan madharatnya. Sehingga suami juga akan bisa membantu memberikan solusi yang paling baik buat semuanya. Karena perlu diingat, bahwa keputusan istri total menjadi ibu rumah tangga sesungguhnya yang paling baik bagi seorang muslimah. Totalitasnya menjadi istri, ibu dari anak-anak dan ibu rumah tangga adalah kemuliaannya.

  2. Bila awalnya suamilah yang menyuruh istri bekerja, makadialoglah dengannya secara baik-bai. Utamanyanya saat usaha bekerja anda mandeg, apalagi saat anda merasa tidak sukses sementara berbagai problematika tidak bisa luput dari anda, suami dan keluarga. Dialoglah baik-baik untuk bisa dimaklumi bahwa anda tidak ingin berperan ganda. Mintalah berhenti bekerja dan bisa total menjalani peran sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga.

  3. Bila istri ternyata bukan penopang ekonomi keluarga karena suami masih bisa bekerja, maka pertimbangan anda untuk segera berhenti bekerja dan bisa total menjalani peran sebagai ibu rumah tangga, menemani anak-anak tumbuh lebih sehat dan lebih terjaga fitrahnya adalah lebih baik.

  4. Namun bila istri ditakdirkan sebagai penopang ekonomi keluarga, sebab suami udzur tidak bisa bekerja, maka pilihlah pekerjaan yang bisa dikerjakan dirumah sendiri. Bekerja di rumah sendiri lebih ringan dan lebih mudah bagi seorang ibu.

  5. Biasanya seorang ibu memiliki berbagai keterampilan yang bisa di andalkan dan bisa mengerjakan berbagai macam pekerjaan menjadi modal penting dalam dunia bekerja. Misalnya ilmu pengetahuan sekolah yang pernah di dapatkan semasa sekolah dahulu bisa jadi modal membuka lembaga bimbingan belajar (LBB) di salah satu partisi rumah. Keterampilan tata boga yang dulu pernah ia ketahui teornya bisa jadi modal besar untuk sukses mmbuka usaha catering atau outlet kue dan semisalnya dirumah. Pengetahuan anda tentang dunia IT dan bisnis Syar’i bisa jadi modal sukses bisnis online dan masih banyak yang lainnya yang lebih cocok bagi istri bekerja.

  6. Meski bekerja di rumah, jangan sampai terburu nafsu sehingga hayut dalam dunia pekerjaan. Harus ada waktu senggang selain untuk bekerja agar tenaga maupun fikiran anda tidak terfosir habis. Pilihlah bekerja paruh waktu saja. Mana saja pekerjaan yang bisa anda kerjakan paruh waktu, itulah yang lebih baik bagi anda. Sehingga waktu anda tiak seharian habis hanya untuk bekerja, namun bisa untuk anak-anak dan keluarga.

  7. Tak perlu membandingkan diri dengan ibu lain. Fokuslah pada apa yang penting bagi anda, keluarga dan yang menjadi pilihan anda. Karena bagaimanapun problematika ibu bekerja seperti di uraikan diatas tetap tidak bisa kita abaikan.

Semoga bermanfaat. Aamiin.

Ditulis oleh Ustadz Abu ‘Ammar al-Ghoyami

Diringkas dari majalah Al-Mawaddah Vol. 68 Muharram 1435 H

Oleh: Fauzan (Staf dan Pengajar Ponpes Darul-Qur’an wal-Hadits OKU Timur)

Be the first to comment

Ajukan Pertanyaan atau Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.