Amalan-amalan Yang Merugikan Mayat – Segala puji hanya milik Allah yang telah memberikan karunia umur kepada seluruh hambahnya secara adil dan merata. Pujian dan sanjungan tak kenal henti hanya milik Allah Robbul Izzati .Robb yang paling berhak diibadahi, pelindung paling sempurna di dalam memberi jaminan aman di dunia dan akhirat,serta sesembahan yang paling tepat untuk di persembahkan kepadanya pengabdian sejati.
Shalawat dan salam semoga tetap terlimpah kepada Nabi Muhammad manusia yang paling cerdas akalnya, palin suci jiwanya,paling bersih hatinya, paling bercahaya rohaninya, paling utama penciptaanya, paling tinggi derajatnya ,palig luhur budi pekertinya, paling baik akhlaknya, paling sempurna iman dan taqwahnya, dan paling kokoh aqidahnya, sehingga beliau sangat pantas menjadi teladan abadi bagi seluruh umat manusia. Semoga Shalawat , rahmat dan berkahnya tetap tercurah kepada keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Sudah menjadi tradisi di kalangan umat islam awam Indonesia, pasca kematian, mengadakan berbagai ritual ibadah guna menghibur keluarga tang berkabung, megusir suasana duka, meringankan perasaan sedih atau menunjukan empati yang dalam. Maka sebagai wujud cinta, bakti dan hormat bagi si mayit, pihak keluarga, tetangga, atau karib kerabat pun mengadakan berbagai ritual keagamaan seperti tahlilan, selamatan, khataman Al-Qur’an, dan pengiriman ibadah pahala kepada arwah yang telah meninggal dunia. Harapanya agar sang mayyit berbahagia di dalam kubur.
Memang, tujuan dan maksud mereka sangat mulia, yaitu untuk kebaikan sang mayyit menghibur keluarga yang berduka dan menjalin silahturahmi antar tetangga. Namun dalam urusan agama unutk menetapkan kebaikan dan kebenaransuatu ibadah, tidak bisa diukur dengan kebiasaan yang sudah memasyarakat. Akan tetapi kebaikan dan kebenaran suatu amalan harus di timbang dengan Al-Qur’an ,as-Sunnah dan ijma para sahabat, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:
وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيْهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهٓ اِلَى اللّٰهِ
Artinya: “Tentang sesuatu apapun kamu berselisih maka kembalikanlah kepada Allah.” ( QS. As-Syura: 10)
Maka tidak semua orang boleh menarik kesimpulan dan pemahaman atas suatu nash agama untuk membenarkan prkatek ritual ritual keagamaan. Hala seperti itu hanya bisa di lakukan oleh para ulama, karne amanusia yang paling pantas memahami dan menganalisa nash-nash agama baik dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah hanyalah para ulama. Sehingga seuruh kalangan awam harus mau merujuk kepada para ulama dalam memahami nash-nash agama, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:
وَلَوْ رَدُّوْهُ اِلَى الرَّسُوْلِ وَاِلٰى اُولِى الْاَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِيْنَ يَسْتَنْبِطُوْنَه مِنْهُمْ
Artinya: “Apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri).” (QS. An-Nisa: 83)
Oleh karena itu ,di dalam buku kecil ini saya akan memaparkan tentang sunnah-sunnah sebelum dan sesudah kematian. Sebagai bekal ilmu bagi kita yang masih hidup, sekaligus penghibur bagi mereka yang sednag beduke, serta pedoman ahli waris yang ingin mempersembahkan kebaikan bagi sang mayyit.
Amalan-amalan Yang Merugikan Mayat
- Meratapi Kematian
Menampar-namapar pipi dan merobek-robek pakian serta meratapi musibah kematian termasuk amalan jahiliyah yang merugikan mayyit. Bahkan mayyit di siksa di alam kuburnya karena diratapi, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:
الميت يعذب في قبره بما نيح عليه
Artinya: “Seorang mayat akan diazab di kuburnya karena diratapi.” (HR. Imam Bukhari)
Hadits ini tidak bertentangan dengan firman Allah Subhanahu Wata’ala:
قُلْ اَغَيْرَ اللّٰهِ اَبْغِيْ رَبًّا وَّهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍۗ وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ اِلَّا عَلَيْهَاۚ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِّزْرَ اُخْرٰىۚ ثُمَّ اِلٰى رَبِّكُمْ مَّرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَ
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Apakah (patut) aku mencari tuhan selain Allah, padahal Dialah Tuhan bagi segala sesuatu. Setiap perbuatan dosa seseorang, dirinya sendiri yang bertanggung jawab. Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitahukan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan.” (QS. Al-An’am: 164)
Maksud hadits di atas menurut jumhur ulama adalah orang yang berwasita kepada keluarganya agar meratapinya pada saat kematianya. Bisa juga tidak berwasiat kepada keluarganya supaya tidak meratapinya ,sementara dia tau kebanyakan orang-orang di sekitarnya melakukan kebiasaaan tersebut . Adapun jika ia telah melarang mereka semsa hidupnya agar tidak meratapinya ternyata setelah dia wafat mereka melakukan hal tersebut makai a tidak terkena beban dosanya.
Meratapi kematian termasuk kebiasaan jahiliyah yang diharamkan dalam islam. Setiap keluarga hendaknya menahan diri dana menjauhi Tindakan tersebut karena hukumnya haram berdasarkan sabda Nabi bahwa beliau Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :
لَيْسَ مِنَّا مَنْ ضَرَبَ الْخُدُودَ، أَوْ شَقَّ الْجُيُوبَ، أَوْ دَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ
Artinya: “Bukan dari golongan kami siapa yang menampar-nampar pipi, merobek-robek kerah baju, dan menyeru dengan seruan jahiliyyah (meratap).” (HR. Bukhari no. 1294 dan Muslim no. 103)
Bahkan Nabi berlepas diri dari orang-orang yang meratapi kematian, maka beliaupun Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda “
أَنَا بَرِيءٌ مِمَّا بَرِئَ مِنْهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَإِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَرِئَ مِنَ الصَّالِقَةِ، وَالْحَالِقَةِ، وَالشَّاقَّةِ
Artinya: “Saya berlepas diri dari tindakan yang mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri darinya. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri darinya. Rasulullah berlepas diri dari wanita yang meratap (menangis histeris), yang memotong-motong (mencukur atau menggundul) rambut kepala [5], serta menyobek-nyobek baju.” (HR. Bukhari no. 1296 dan Muslim no. 104)
Maksudnya adalah perbuatan itu dilakukan Ketika tertimpa musibah kematian. Di dalam sebuah hadits lain Nabi juga mengatakan:
أَرْبَعٌ فِي أُمَّتِي مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ، لَا يَتْرُكُونَهُنَّ: الْفَخْرُ فِي الْأَحْسَابِ، وَالطَّعْنُ فِي الْأَنْسَابِ، وَالْاسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ، وَالنِّيَاحَةُ وَقَالَ: النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا، تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ، وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ
Artinya: “Ada empat perkara khas jahiliyah yang masih melekat pada umatku dan mereka belum meninggalkannya: (1) membanggakan jasa (kelebihan atau kehebatan) nenek moyang; (2) mencela nasab (garis keturunan), (3) menisbatkan hujan disebabkan oleh bintang tertentu, dan (4) dan niyahah (meratapi mayit),” (HR. Imam Muslim)
Ketika seorang muslim tetimpah musibah termasuk kematian , hendaknya bersabar, mengharapkan balasan pahala, mewaspadai perkara-perkara mungkar dan berobat kepada Allah dari perbuatan-perbuatan haram yang pernah di lakukan. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (١٥٥) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
Artinya: “Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali untuk dihisab)” (QS. Al-Baqarah: 155-156).
Allah menjanjikan bagi mereka yang bersabar dalam menghadapi musibah termasuk musibah kematian kebaikan yang banyak, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:
اُولٰۤئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوٰتٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۗ وَاُولٰۤئكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ
Artinya: “Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 157)
Oleh karena itu Ketika seseorang tertimpa musibah, hendaknya sabar, tabah, dan mengharap pahala dari Allah. Adapun pertemuan yang mengandung jeritan dan ratapan maka hukumnya haram, dan hendaknya kaum muslimin mengingkari dan menjauhinya.
Wallahu ta’ala’alam,
REFERENSI:
Di Tuling Oleh : Ustdz Zainal Abidin bin Syamsudin
Di Ringkas Oleh : Abdul Hadi Martapian
Di Ambil Dari : Buku Sunnah-Sunnah Setelah Kematian
Baca juga artikel:
Leave a Reply