Apa Tujuan Kehidupan di dunia ini? – Ketika kita bicara masalah kehidupan dunia, maka akan muncul pertanyaan apa tujuan kita di dalam kehidupan dunia ini?. Kemudian setiap orang ingin mewujudkan keinginannya atau tujuan hidupnya, oleh karena itu seorang muslim harus paham akan tujuan dirinya diciptakan didunia ini dan dia harus berusaha keras dalam mewujudkannya.
Banyak manusia mengira tujuan hidup hanya kebahagiaan didunia semata, dengan banyaknya harta, tinggi jabatan atau terkenalnya nama. Ketika manusia mencapai derajat tersebut mereka pun sadar bahwa kebahagiaan tidak harus terletak pada hal tersebut, Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :
وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS. Al-‘Ankabût [29]: 64)
Lalu apa tujuan yang sebenarnya diciptakannya seseorang maka tidak ada yang dapat menjelaskannya kecuali sang pencipta. Karena Allah yang menciptakan manusia dan seluruh makhluk maka Allahlah yang lebih tahu akan tujuan penciptaannya, oleh karena itu Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56)
Allah telah mengabarkan bahwa Dia menciptakan manusia dan jin untuk satu tujuan yaitu beribadah kepada-Nya, jadi tidak dibenarkan jika seorang muslim memberikan perhatian penuh terhadap peradaban dunia materialistis semata.
Sesungguhnya Aku menciptakan mereka agar Aku memerintahkan mereka untuk menyembah-Ku, bukan karena Aku membutuhkan mereka.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas: melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Adz-Dzariyat: 56) Yakni agar mereka mengakui kehambaan mereka kepada-Ku, baik dengan sukarela maupun terpaksa. Karena Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ. إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
Artinya: “Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat: 57-58)
Imam Ahmad Rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam dan Abu Sa’id. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Abdur Rahman ibnu Yazid, dari Abdullah ibnu Mas’ud yang mengatakan bahwa Rasulullah. telah membacakan ayat ini kepadanya dengan bacaan berikut, yaitu: Sesungguhnya Aku adalah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.
Ketika seorang muslim mengetahui bahwa tujuan diciptakan dirinya adalah beribadah kepada Allah maka ia harus paham akan definisi ibadah, yang akan dijelaskan sebagai berikut.
Syaikhul Islam mengatakan Ibadah adalah Ketaatan kepada Allah dengan mewujudkan apa yang Allah perintahkan di atas petunjuk para Rasul. Maka beliau menjelaskan juga bahwasanya ibadah adalah istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik lahir (tampak) maupun yang batin (amalan hati).
Maka semua peribadatan dengan hati atau lisan atau perbutaan harus diatas cinta dan ridha-Nya Allah dengan demikian cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, bertaubat kepada-Nya, mengikhlaskan agama kepada-Nya, bersabar terhadap takdir-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, ridha dengan ketetapan-Nya, tawakkal kepada-Nya, mengharap rahmat-Nya, takut dari azab-Nya, dan yang semisal dengannya, semua amalan ini termasuk wujud dari ibadah kepada Allah.
Termasuk juga shalat, zakat, puasa, haji, jujur, menyampaikan amanah, berbakti kepada orang tua, bersilaturahim, menepati janji, melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, berjihad di jalan Allah, berbuat baik kepada tetangga, tamu, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil, budak, juga kepada hewan, berdoa, berzikir, membaca Al-Qur’an dan semisal dengannya, maka semua hal ini juga termasuk ibadah kepada Allah.
Maka di antara hikmah diciptakannya jin dan dan manusia itu adalah untuk mengesakan Allah dengan beribadah hanya kepada -Nya.karena Allah yang menciptakan makhluk, maka dia pula yang berhak untuk di ibadahi oleh mereka, bukan selain dia yang tidak menciptakan mereka. Yang demikian ini merupakan bantahan bagi para penyembah patung dan yang menuhankan selain-Nya.
Ibnu qayyim juga berkata :” Allah mengabarkan (lihat QS.Adz-Dzariyat [51]:56-58) bahwa Dia menciptakan jin manusia bukan dikarenakan butuh kepada mereka , bukan demi mencari keuntungan. Akan tetapi Allah menciptakan mereka karena kebaikan agar mereka menyembah-Nya, sehingga mereka beruntung dengan segala keuntungan.
Maka Allah mengutus pada setiap umat untuk menyerukan sebuah perkara yang besar yaitu menyembah Allah dan tidak berbuat syirik, Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ رَّسُوْلًا اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَۚ فَمِنْهُمْ مَّنْ هَدَى اللّٰهُ وَمِنْهُمْ مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلٰلَةُ ۗ فَسِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِيْنَ
Artinya: “Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah tagut”, kemudian di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan. Maka berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul)”. (QS. An-Nahl [16] : 36)
Maka sudah jelas bahwasanya tujuan yang paling utama kita diciptakan adalah untuk beribadah dengan mengikhlaskan peribadatan kita kepada Allah, karena didalam surat An-Nahl ayat 36 ini terdapat kandungan makna La illaha illallah, karena kalimat tauhid itu mengandung dua rukun :
Pertama: An-Nafyu (penafian), yaitu menafikan atau mengingkari peribadatan kepada selain Allah
Kedua : Al-Istbat (Menetapkan) ,Yaitu menetapkan ibadah hanya kepada Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Oleh karena itu hikmah diutusnya para Rasul adalah berdakwah mengajak manusia kepada Tauhid dan melarang mereka dari kesyirikan, dan hal ini menunjukan keagungan tauhid dan besar kedudukannya disisi Allah karena bertauhid atau mengesakan Allah merupakan kewajiban atas seluruh umat. Maka Allah mengabarkan barangsiapa yang berpegang teguh dengan hal ini maka ia telah berpegang teguh pada tali yang tidak akan putus. Allah Berfirman : “…… Barang siapa ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak putus ….” (QS.Al-Baqarah [2] : 256)
Yang demikian adalah makna kalimat La ilaha illallah (tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah) dan Kalimat ini adalah tali yang sangat kokoh, lalu apa makna Thagut?
Menurut bahasa, thaghut (طاغوت ) termasuk pecahan dari طغيان yaitu melampaui batas. Menurut istilah, yaitu segala sesuatu yang diperlakukan oleh hamba dengan melampaui batas, baik itu dengan cara diibadahi, diikuti, ataupun ditaati.
Maka, thaghut yang ada pada setiap kaum adalah :
- Seseorang yang suatu kaum berhukum kepadanya tanpa berhukum kepada Allah dan Rasul-Nya.
- Atau, yang mereka ibadahi selain Allah.
- Atau, yang mereka taati dalam hal-hal yang mereka tidak tahu apakah hal ini termasuk ketaatan kepada Allah atau bukan.
Inilah thaghut-thagut alam semesta. Jika Anda kita perhatikan definisinya dan kita bandingkan dengan keadaan manusia dengan thaghut-thaghut tersebut, maka kita akan melihat kebanyakan manusia
- Berpaling dari peribadahan kepada Allah menuju peribadahan kepada thaghut
- Berpaling dari berhukum kepada Allah dan Rasul-Nya lalu menuju berhukum kepada thaghut.
- Tidak mengikuti Rasulullah dan berpaling dari ketaatan kepada beliau menuju ketaatan kepada thaghut dan mengikutinya.
Hingga mereka semua tidak mengikuti jalan-jalan yang selamat yaitu jalan para sahabat dan mereka yang mengikuti mereka.
Umar bin khatab berkata : “At-thaghut adalah Syaithon”. Imam Malik berkata : “Thaghut adalah segala sesuatu yang diibadahi selain Allah.”
Maka di antara hikmah dan tujuan yang besar diciptakannya manusia adalah mentauhidkan-Nya dengan beribadah kepada-Nya serta mengikhlaskan diri dan menjauhi kesyirikan atau peribadahan kepada thaghut.
Dan inilah tujuan yang sebenarnya kita diciptakan dan dengan tujuan ini seseorang akan mendapatkan kebahagiaan didunia dan akhirat, karena jika seseorang keluar dari tujuan ini maka kebahagiaan hakiki akan hilang darinya walaupun kehidupan didunia dalam keadaan baik dimatanya. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ ﴿٣٤﴾ وَقَالُوا نَحْنُ أَكْثَرُ أَمْوَالًا وَأَوْلَادًا وَمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ ﴿٣٥﴾قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatan pun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata, “Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya.” Dan mereka berkata, “Harta dan anak- anak kami lebih banyak (daripada kamu) dan kami sekali-kali tidak akan diazab”. Katakanlah: “Sesungguhnya Rabbku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya). Akan tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui”. [QS. Saba’/34: 34-36]
Bagaimana dia bergembira dan berbahagia di dunia, namun di akhirat dia mendapatkan penderitaan yang tidak akan tertahan. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ ﴿١٠﴾ فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُورًا ﴿١١﴾وَيَصْلَىٰ سَعِيرًا ﴿١٢﴾ إِنَّهُ كَانَ فِي أَهْلِهِ مَسْرُورًا ﴿١٣﴾ إِنَّهُ ظَنَّ أَنْ لَنْ يَحُورَ
Artinya: “Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: “Celakalah aku”. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir). Sesungguhnya dia menyangka bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya). (Bukan demikian), yang benar, sesungguhnya Rabbnya selalu melihatnya.” (QS. Al-Insyiqâq/84: 10-15)
Maka sebagai seorang muslim kita berusaha meluruskan tujuan kita yang diperintahkan oleh Allah dan tidak menyelisihinya sehingga kita mendapatkan kebahagiaan didunia dan di akhir dengan kebaikan yang kita lakukan maka inilah kebahagiaan didunia dan di akhirat, serta kita berdoa untuk diberi kebahagiaan tersebut.
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿٢٠١﴾ أُولَٰئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا ۚ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Artinya: “Dan di antara mereka ada orang yang berdo’a, “Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari (amal) yang mereka usahakan; dan Allâh sangat cepat perhitungan-Nya .” (QS Al-Baqarah/2: 201-202)
Referensi:
- Al-Qur’an Terjemah
- Syarah kitab Tauhid Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
- Fathul Majid Syarhu kitabi at-Tauhid
- Tafsir Ibnu Katsir (Terjemah)
Disusun oleh : Kholid Alberza (Pengajar/Pengabdian Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur)
BACA JUGA :
Leave a Reply