TITIP SALAM DALAM TINJAUAN ISLAM

KIRIM SALAM

 

TITIP SALAM DALAM TINJAUAN ISLAM

 

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذبالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده لله

فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له وأشهد أن لاإله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن أن محمد عبده

ورسوله أما بعد

Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan dan petunjuk-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan keburukan amal kita. Barang siapa mendapat petunjuk dari Allah maka tika nada yang menyesatkannya, dan barang siapa yang sesat maka tidak ada pemberi petunjuknya baginya. Aku bersaksi bahwa tiada Illah yang berhak di ibadahi dengan benar melainak Allah dan bahwa Muhammad adalah Hamba dan Rasulnya. Ammaa ba’du

 

Saling berkirim salam di negri kita sudah menjadi hal yang lumrah. Kebiasaan ini juga ada di negri-negri islam yang lain. Dan jika melihat kembali kebelakang, ternyata kebiasaan ini telah dilakukan para as-salaf ash-shalih sejak zaman dahulu. Hanya, ada titip salam yang benar dan ada yang harus diluruskan sehingga sunnah Rasul tetap suci bersih dari segala kotoran yang menodainya.

HUKUM MENGIRIM/MENITIPKAN SALAM

Al-Imam an-Nawawi berkata, “Disunnahkan mengirim salam kepada orang lain yang tidak wajib menyampaikan salam tersebut kepada yang dimaksud, karena ini termasuk amanah. Sebagaimana Allah berfirman:

إن الله يأمركم أن تؤدوا الأمنت إلى أهله

Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk menunaikan amanat kepada pemiliknya.

DALIL-DALIL KIRIM/TITIP SALAM

Ada beberapa hadits yang dijadikan dasar disunnahkannya kirim salam, diantaranya:

  1. Allah dan malaikat-Nya mengirim salam kepada Khadijah sebagaimana dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah, beliau berkata:

أتى جبريل النبي صلى الله عليه وسلم فقال يارسول الله هذه خديجة قد أتت معها إناء فيه إدام , أو

طعام أو شراب فإذا هي أتتك فاقرأ عليها السلام من ربها ومني وبشرها ببيت في الجنة من قصب لا

صخب فيه, ولا نصب

“Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah  صلى الله عليه وسلم lalu berkata, “Wahai Rasulullah, ini adalah Khadijah datang membawa wadah berisi lauk atau makanan, atau minuman, jika ia datang kepadamu, maka sampaikan salam kepadanya dari Tuhannya, dan dari ku (Jibril), dan berilah ia kabar gembira dengan sebuah istana di Surga terbuat dari mutiara, tidak ada kegaduhan, dan tidak ada rasa lelah didalamnya.” (HR. Bukhari: 3820 dan Muslim: 6426)

 

  1. Dalam hadits lain dari Aisyah, beliau berkata:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يا عائشة هذا جبريل وهو يقرأ عليك السلام قالت قلت وعليه

السلام ورحمة الله وبركاته ترى مالا نرى

“Rasulullah bersabda, ‘Wahai Aisyah, ini Malaikat Jibril mengucap salam kepadamu.’ ‘Dan semoga keselamatan dan rahmat, dan keberkahan-Nya atasnya. Engkau (wahai Nabi) melihat apa yang tidak kami lihat.’” (HR. Al-Bukhari: 3217)

  1. Dalam riwayat semisal Aisyah juga berkata:

قال رسولالله صلى الله عليه وسلم (( ياعئشة هذا خبريل يقرأ عليك السلام)) قالت فقلت وعليه السلام

ورحمة الله

“Rasulullah bersabda, ‘Wahai Aisyah, ini Malaikat Jibril berkirim salam kepadamu.’ Aku menjawab, ‘Dan semoga keselamatan dan rahmat-Nya atasnya.’” (HR. Muslim: 6457)

  1. Para sala juga mengirimkan salam, sebagaimana Ghalib berkata: sesungguhnya kami duduk dimajelisnya al-Hasan al-Bashri, tiba-tiba datang seseorang lalu berkata: menceritakan kepadaku ayahku, dari kakekku, beliau berkata, “Ayahku mengutus aku menemui Rasulullah dia berkata: ‘Datanglah kepada Rasulullah dan sampaikan salamku kepadanya.’ Lalu aku pun mendatangi beliau kemudian aku berkata, ‘Ayahku mengirimkan salam kepadamu.’ Lalu Nabi menjawab: ’Dan semoga keselamatan atasmu dan atas ayahmu.’” (HARI. Abu Dawud: 5231, dan dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Sunan Abu Dawud:5231, lihat juga di Misykat al-Mashabih: 4655)

CARA MENJAWAB TITIPAN SALAM

Menjawab titipan salam hukumnya wajib sebagaimana menjawab salam secara langsung, firman Allah:

وإذا حييتم بتحية فحيوا بأحسن منها أو ردوها

Apabila kamu diberi (salam) penghormatan maka balaslah dengan penghormatan yang lebih baik atau yang setimpal. (QS. An-Nisaa: 86)

 

Para ulama mengatakan bahwa mengucapkan salam hukumnya sunnah mu’akkadah, sedankan menjawabnya wajib.

Adapun cara menjawabnya maka sebagaimana adab salam bahwa orang yang diberi salam paling minimal menjawab yang semisal, atau jika mampu maka menjwab yang lebih sempurna. Orang yang titip salam biasanya mengucap “sampaikan salamku kepada si fulan”, maka:

  • Orang yang dikirim salam paling tidak menjawab dengan jawaban yang paling sederhana dengan mengucap:

وعليه السلام

“Wa’alaihissalam (Dan semoga keselamatan tercurah atasnya)” (sebagaimana dalam QS an-Nisaa:86)

  • Jika ditambah dengan mengucap:

وعليه السلام ورحمة الله

Wa’alaihissalam  warahmatullah (Dan semoga keselamatan dan rahmat-Nya atasnya)” maka jawaban ini lebih baik, sebagaimana hadits No. 3

  • Jika ditambah lebih lengkap lagi dengan mengucap:

وعليه السلام ورحمة الله وبر كاته

“Wa’alaihissalam warahmatullah wabarakatuh (Dan semoga keselamatan, rahmat dan keberkahan-Nya atasnya)” maka ini lebih sempurna, sebagaiaman hadits No. 2

  • Disunnahkan juga menambahkan jawaban untuk pengirim salam, dengan mengucap, “ Alaika wa’alaihassalam.” Atau apabila yang menitipkan salam adalah ayah si pengirim salam maka dijawab, “ Alaika wa’ala abikassalam” sebagaimana hadits No. 4

TITIP SALAM TIDAK BOLEH MEMBERATKAN

Seorang Ustadz berkunjung ke suatu daerah lalu bertemu dengan mantan santrinya, kemudian mantan Santri tersebut mengatakan, ”Wahai Ustadz sampaikan salamku kepada seluruh Santri.” Sekilas perkataan mantan Santri ini baik dan tidak bermasalah, tetapi jika diperhatikan ternyata titipan salamnya memberatkan karena seorang yang mendapat titipan berarti memikul amanah yang wajib ditunaikan, padahal Santri sang Ustadz itu sangat banyak sehingga tidak mungkin atau sangat sulit menyampaikan salam tersebut kepada seluruh santrinya.

Asy-syaikh ibn Utsaimin mengatakan, “Tidak sepatutnya orang yang hendak pergi ke suatu tempat berpamitan dengan orang lain lalu berkata ‘Sampikan salamku untuk jama’ah atau untuk para Santri, atau yang semisalnya karena ini sangat menyulitkan. Jika titipan salam tersebut diterima maka dia wajib menunaikan amanat. Jika tidak diterima maka yang menitip salam akan marah. Oleh karena itu, lebih patut mengatakan ‘sampaikan salamku kepada orang yang bertanya aku’ karena jika dia ditanya orang tersebut, dia akan teringat lalu mengatakan ‘dia baik-baik saja dan mengirim salam kepadamu.’

TITIP SALAM KEPADA RASULULLAH

Sudah menjadi kebiasaan Sebagian orang menitipkan salam kepada jama’ah haji supaya disampaikan kepada Rasulullah dimakamnya. Hanya, ini adalah amalan yang tidak ada dasarnya. Yang disyariatkan bagi kita adalah memperbanyak shalawat dan slaam kepada Nabi, dan para malaikatlah yang akan menyampaikan shalawat dan salam kita kepada Rasulullah. Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda:

إن لله ملائكة سيا حين في الأرض يبلغوني عن أمة السلام

“Sesungguhnya Allah memiliki para malaikat yang selalu berkeliling di bumi, mereka menyampaikan (kepadaku) salam dari umatku.” (HR. An-nasa’i 1/189, Ibn Hibban: 1392, al-Hakim 2/421, dan dinilai shahih al-Albani dalam silsilah ash-Shahihah No. 2853)

 

Ibn utsaimin ketika ditanya tentang orang yang pergi kemadiah lalu dititipi salam oleh ayahnya untuk disampaikan kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, maka beliau menjawab, ‘ini termasuk kekeliruan. Rasulullah telah waat maka tidak perlu dikirimi salam dari orang yang hidup. Lalu jika ayahmu mengucap salam kepada Rasulullah, sebenarnya salam itu telah disampaikan oleh yang lebih mampu dan lebih terpercaya untuk menyampaikan slam kepada Nabi, dari pada dirimu. Mereka adalah para Malaikat.demikianlah tidak perlu titip salam untuk Rasulullah, dan kami katakan, ‘ucapkan salam dimanapun kamu berada, dengan mengucap, ‘Assalamu’alaikum ayyuhannabi’ maka salam itu akan sampai (kepada Nabi  Shalallahu ‘Alaihi Wasallam) lebih cepat, lebih terpercaya, dan lebih bagus.’ (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Fadhilatisy Syaikh Muhammad Ibn Shalih al-Utsaimin 23/416-417)

TITIP SALAM KEPADA LAWAN JENIS?

Perintah mengucapkan salam sifatnya umum, baik kepada sesama jenis atau lawan jenis. Rasulullah pernah mengucapkan salam kepada kaum wanita. Dari Syahr ibn Hausyab, beliau berkata, Asma’ binti Yazid mengabarinya bahwa: “Rasulullah melewati kami kaum wanita lalu beliau mengucapkan salam kepada kami.” (HR. Abu Dawud:5204, dan dinilai shahih oleh al-Albani dalam shahih ibn majah: 3701)

Akan tetapi untuk mengucapkan salam kepada lawan jenis harus diperinci hukumnya:

  • Jika lawan jenisnya adalah mahram sendiri seperti istri, kakak perempuan, bibi, anak perempuan, keponakan perempuan, maka mengucapkan salam kepada mereka tidak mengapa dan termasuk sunnah[1]
  • Jika lawan jenisnya bukan mahram maka mayoritas ulama melarang mengucap salam kepada mereka karena dikhawatirkan timbul fitnah, kecuali kepada wanita yang sudah tua yang tidak akan timbul fitnah jika seorang laki-laki mengucap salam kepadanya.[2]

Sedangkan yang lain membolehkan ucapan salam laki-laki kepada wanita bukan mahramnya asalkan tidak teradi fitnah, sama saj apakah wanita tua atau muda. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani berkata, “Al-Imam al-Bukhari dalam bab ‘Taslimu ar-Rijal ‘ala an-Nisa’ ‘ala ar-Rijal’ mengisyaratkan bahwa apa yang diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dari Ma’mar dari Yahya Ibn Abi Katsir berkata bahwa beliau memakruhkan bagi laki-laki mengucap salam kepada kaum wanita dan wanita mengucap salam kepada kaum laki-laki (Riwayat ini) tertolak, karena maqthu’ (terputus) atau mu’dhal (dha’if), dan yang dimaksud boleh adalah jika aman dari fitnah. Al-Imam Al-Bukhori menyebutkan dalam bab ini dua hadits yang disimpulkan dari keduannya bolehya (laki-laki mengucap salam kepada wanita dan sebaliknya). Ada Riwayat yang tidak sampai syarat Al- Bukhori yaitu hadits Asma’ binti Yazid (dia berkata), ‘Rasulullah melewati kami kaum wanita lalu beliau mengucap salam kepada kami’, hadits ini dihasankan oleh at-Tirmidzi tetapi tisak sampai syaratnya al-Bukhari dan cukuplah dengan yang sudah sampai syarat al-Bukhori, dan ada hadits lain menguatkan dari Jabir di sisi Ahmad, dan berkata al-Hulaimi, ‘Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam adalah terplihara dalam keadaan aman dari fitnah, maka siapa saja merasa aman dari fitnah maka diam lebih utama. ‘Ibn Bathal menukil dari Al-Muhallab, beliau berkata, ‘Laki-Laki mengucapkan salam kepada wanita dan wanita mengucap salam kepada laki-laki dibolehkan jika aman dari fitnah.’’[3]

 

Semoga artikel yang saya tulis bermanaat bagi penulis dan para pembaca.

[1] Diringkas dari perkataan Ibn Utsaimin dalam Syarh Riyadh ash-Shahihah hadits no. 865.

[2] Lihat Syarh Riyadh ash-Shalihin hadits no. 865, dan Fatawa al-Islam Su’al wal jawab no. 3925

[3] Lihat Fatawa al-Islam Su’al wa Jawab 1/3960

 

Ditulis oleh                          : Ayesa Artika Aprilia

Pegawai Pondok Pesantren Darul Qur’an wal Hadits

Diringkas dari kitab            : Bundel AL-FURQON

Baca Juga Artikel:

Hukum Menimbun Barang Dalam Islam

Ketika Dua Kelompok Mukmin Saling Berperang

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.