
Tiga Cara Mencapai Akhlak Mulia – Tidak disangsikan bahwa salah satu hal yang terberat bagi manusia adalah melawan hawa nafsu untuk mengubah tabia yang buruk lantas menggantinya dengan akhlak yang terpuji Namun seberat apa pun, perubahan tersebut tidak mustahil Terdapat banyak cara yang akan membantu seseorang meraih akhlak mulia tersebut. Di sini disebutkan di antaranya.
1. Mengikhlaskan Niat
Maksudnya ialah memurnikan atau kehendak untuk ingin mempunyai akhlak mulia semata-mata lantaran mengharap ridha Allah. Sebagaimana Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
وَمَا أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصينَ لَهُ الَّذِينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَوَةَ وَيُؤْتُوا الزكاة وذلك بين القيمة
Artinya: “Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar)” (QS. Al-Bayyinah (98): 5)
Selain mengikhlaskan niat demi mengharap ridha Allah semata, bukan karena ingin menggapai hal-hal duniawi atau yang lainnya, kita juga dituntut untuk meraih akhlak mulia dengan meneladani akhlak Nabi Ingatlah sabda beliau Shallallahu Alaihi Wasallam:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالبَيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ أَمْرِي مَا نَوَى
Artinya: “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niat, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan. (HR. Bukhari dan muslim)
Keikhlasan mat merupakan faktor penting dalam merah akhlak yang mulia. Betapa tidak? Keikhlasan inilah yang akan memberi energi besar pada seseorang hingga mendorongnya agar selalu melakukan kebaikan demi mengharap ridha Allah. Keikhlasan akan mengantarkannya menjadi pribadi penyabar, lapang dada, pemaaf, dan berakhlak mulia. Semua itu diraihnya dalam rangka mematuhi perintah-Nya, mencari keridhaan-Nya, dan mengharap kenikmatan akhirat.
2. Memohon Pertolongan Allah
Seorang hamba, sekuat apa pun dia, tidak akan mampu berbuat apa-apa tanpa pertolongan Allah. Ya, dia tidak akan mampu meraih apa pun yang dicita-citakannya kecuali atas kemurahan-Nya. Tidak terkecuali akhlak yang mulia, hanya dengan pertolongan-Nya seorang hamba mampu meraihnya Karenanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
إذا سألت فاسأل الله وَإِذا اسْتَعنت فاستعن بالله
Artinya: “Apabila kamu meminta sesuatu maka mintalah kepada Allah, dan apabila kamu memohon pertolongan maka mohonlah kepada Allah”. (HR. At-Tirmidzi)
Do’a merupakan pintu yang sangat agung Apabila Allah telah membuka pintu do’a bagi seorang hamba, niscaya segala kebaikan akan mengucur tiada henti dan segala berkah akan terlimpah baginya.
Oleh sebab itu, berdoalah kepada Allah, Raho Yang Mahatinggi. Tengadahkan tangan dengan penuh ketundukan hati, mohonlah supaya dikaruniai akhlak yang terpuji, din mintalah supaya dijauhkan dari segala akhlak yang tercala Pilihlah olelimu waktu-waktu mustajab untuk bermunajat kepada-Nya, terutama pada sepertiga malam terakhir.
3. Memiliki Aqidah yang Benar
Aqidah yang benar adalah sumber utama lahirnya akhlak mulia. Dan sudah menjadi satu kaidah bahwa aqidah yang benar dan tertanam kuat akan melahirkan akhlak yang mulia, sedangkan aqidah yang menyimpang akan menghasilkan akhlak tercela.
Lihat saja sejarah dakwah tauhid dari masa ke masa, saat aqidah selalu dijadikan tolok ukur para Rasul dalam upaya memperbaiki perilaku dan meluruskan akhlak umat manusia. Perubahan mendasar bagi manusia pertama kali harus dimulai dari perubahan aqidah dan keyakinan mereka terhadap Allah; baik dalam rububiyah, uluhiyah, maupun asma dan sifat-Nya. Benar saja, perbaikan tersebut dimulai dari hati sebagaimana kerusakan juga bermula dari hati, setelah itu barulah meluas hingga menyentuh keinginan dan perbuatan.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلَّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فسد الْجَسَدُ كُلَّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ ))
Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad manusia itu ada sekerat daging. Jika daging itu baik maka seluruh jasad akan menjadi baik, dan jika daging itu rusak maka akan rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah, sekerat daging itu adalah hati.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Imam al-Ghazali mengatakan: “Keluhuran perilaku lahir merupakan cerminan keluhuran perilaku batin. Gerakan anggota badan lahir dari pikiran, dan amal perbuatan merupakan perwujudan akhlak. Kesopanan adalah cermin keluasan ilmu. Lintasan-lintasan hati merupakan cikal bakal perbuatan lahir. Dan, cahaya di dalam hati menjadi petunjuk bagi perbuatan yang tampak; cahaya inilah yang membersihkannya, menghiasinya, (HR. Al-Bukhaari)
dan mengganti akhlak-akhlak buruk dengan akhlak-akhlak yang mulia. Karena itu, siapa yang hatinya tidak khusyu, anggota badannya pun tidak akan dapat khusyu. Dan siapa yang dadanya tidak diterangi lentera iman, lahiriahnya tidak akan terhiasi oleh keindahan akhlak nabawi.
Seseorang yang meyakini bahwa Allah senantiasa melihat ucapan dan perbuatannya akan merasakan pengawasan-Nya. Kesadaran tersebut akan melahirkan perasaan takut berdusta, takut berlaku curang, takut berbuat ahalim, dan menghindari perwujudan akhlak buruk lainnya.
Apabila seseorang mengimani bahwa ada dua malaikat yang senantiasa mencatat segala ucapan dan amal perbuatan, niscaya dia akan terdorong untuk senantiasa berhati-hati agar tidak terjatuh ke dalam dosa.
Seseorang yang meyakini segala sesuatunya berada dalam kekuasaan Allah akan bersikap tawadhu kepada-Nya, tidak bersikap takabur di hadapan sesama, tidak suka menyalahkan orang lain, tidak menghinakan diri sendiri, dan tidak dengki terhadap orang lain.
Apabila seseorang mengimani akhirat, bahwa Surga dan Neraka itu benar adanya, niscaya dia akan dapat mengerjakan amalan-amalan yang bisa memasukkannya ke dalam Surga dan meninggalkan segala perbuatan yang bisa menjerembabkannya ke dalam Neraka.
Seseorang yang meyakini takdir baik dan buruk secara benar akan terdorong untuk menghiasi diri dengan akhlak terpuji, hatinya menjadi tenteram, serta jiwanya ridha atas segala yang ditakdirkan Allah. Keimanan kepada takdir juga membantu seseorang untuk dapat bersikap sabar dan teguh dalam mengarungi bahtera kehidupan.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Artinya: “Sungguh menakjubkan ihwal mukmin; semua ihwalnya baik, dan itu tidak dapat diraih kecuali oleh orang mukmin. Apabila mendapatkan nikmat dia bersyukur, dan itu adalah baik baginya; apabila mendapat kesusahan dia bersabar, dan itu adalah baik baginya. (HR. Muslim)
Keimanan kepada takdir juga mendorong seseorang untuk menegakkan amar makruf dan nahi mungkar tanpa takut akan celaan siapa pun. Sebab, dia benar-benar meyakini firman-Nya:
قُل لَّن يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللهُ لَنَا هُوَ مُوْلَنَا وَعَلَى اللَّهِ فليتوكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
Artinya: “Katakanlah (Muhammad): “Tidak akan menimpa kami melain kan apa yang telah disetuphan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawahallah orang-orang yang beriman.” (QS. At-Taubah (9): 51)
Seseorang yang meyakini bahwa semua rezekinya telah ditakdirkan Allah tidak akan menghalalkan segala cara untuk bisa mendapatkannya. Dia tidak akan berlaku zhalim, menipu, mencuri, berkhianat, atau mengingkari janji. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّهُ لَيْسَ شَيْءٌ يُقَرِّبُكُمْ إِلَى الْجَنَّةِ إِلَّا قَدْ أَمَرْتُكُمْ بِهِ وَلَيْسَ شَيْءٌ يُقَرِّبُكُمْ إِلَى النَّارِ إِلَّا قَدْ نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ، إِنَّ رُوْحَ القُدْسِ نَقَتَ فِي رَوْعِي إِنَّ نَفْسًا لَا تَمُوْتُ حَتَّى تَسْتَكِيلْ رِزْقُهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا في الطَّلَبِ، وَلَا يَحْمِلَنَّكُمْ اسْتِبْطَاءُ الرِّزْقِ أَنْ تَطْلُبُوهُ بِمَعَاصِيَ اللهُ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُدْرَكُ مَا عِنْدَهُ إِلَّا بِطَاعَتِهِ
Artinya: “Tidak satu pun amal yang mendekatkan kalian ke Surga melainkan telah aku perintahkan kalian kepadanya; dan, tidak satu pun amal yang mendekatkan kalian ke Neraka melainkan telah aku larang kalian darinya (melakukannya). Sesungguhnya Malaikat Jibril mewahyukan ke dalam hati sanubariku; Tidak seorang pun yang meninggalkan dunia yang fana ini melainkan telah mendapat seluruh rezekinya. Karena itulah, bertakwalah kepada Allah serta carilah rezeki dengan cara yang baik. Apabila seseorang merasa rezekinya terhambat, maka janganlah dia mencari rezeki dengan cara maksiat, sebab karunia Allah tidak akan bisa diraih kecuali dengan menaati-Nya.” (HR. Al-Hakim dalam al-mustadrak)
REFERENSI:
Diringkas oleh: Wardani Abu ismail sarpras ponpes DQH
Referensi : Ensiklopedi Akhalak Salaf ditulis oleh Ummu Ihsan dan abu ihsan al-Atsari.
BACA JUGA :
Ajukan Pertanyaan atau Komentar