Kita mengetahui tentang hakikat takwa, yang mana takwa termasuk bagian dari ajaran islam. Orang-orang yang ingin mendapatkan derajat ketakwaan tentunya harus bersungguh-sungguh dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan meninggalkan segala larangan Allah.
Menurut Bahasa, takwa berarti menjaga diri atau berhati-hati. Dikatakan:
اتقيت الشيء وتقيته أتقيه وأتقيه تقى وتقية وتقاء.
Artinya: “Aku menjaga diri dari sesuatu atau aku berhati-hati terhadapnya.”
Allah Ta’ala berfirman,
(…هُوَ أَهلُ ٱلتَّقوَىٰ وَأَهلُ ٱلمَغفِرَةِ)
Artinya: “… Dialah (Allah) yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan Dia-lah yang berhak memberi ampunan.” (QS. Al-Muddatstsir: 56)
Maksud ayat diatas adalah hanya Allah sajalah yang berhak untuk ditakuti siksa-Nya dan hanya Allah sajalah yang berhak untuk diperlakukan dengan apa yang mendatangkan ampunan-Nya.
Telah datang dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah bahwa takwa terletak di hati.
Allah Ta’ala berfirman,
ذَ ٰلِكَۖ وَمَن يعَظِّمۡ شَعَـٰۤائِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقوَى ٱلقُلُوبِ
Artinya: “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 32)
Dari Abu Hurairah -radhiallahuanhu-, ia berkata, “Rasulullah -shallalahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
لا تحاسدوا، ولاتناجشوا، ولاتبغضوا، ولاتدبروا، ولايبع بعدكم على بيع بعض، وكونوا عبادالله إخوانا، المسلم أخوالمسلم، لايظلمه، ولايخذله، ولايكذبه، ولايحقره، التقوى هاهنا – ويشير إلى صدره ثلاث مرات – بحسب امرئ من الشر أن يحقر أخاه المسلم، كل المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه
Artinya: ‘Janganlah kalian saling dengki , jangan tanajusy, jangan saling membenci, jangan saling membelakangi, dan jangan pula seseorang dari kalian menjual penjualan saudaranya, serta jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lainnya. Ia tidak boleh menzhaliminya, tidak boleh menelantarakannya, tidak boleh membohonginya, dan tidak boleh mengejeknya. Takwa itu ada disini -beliau berisyarat ke dadanya tiga kali-. Cukuplah sebagai satu kejahatan bagi seseorang jika ia menghina/meremehkan saudaranya sesame muslim. Setiap muslim adalah haram atas muslim lainnya: darahnya, hartanya, dan kehormatannya.’ (H.R. Ahmad (II/277) dan Muslim (no. 2564(32)).
Dalam hadits qudsi yang Panjang, yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Dzar -radhiallahuanhu-, didalamnya disebutkan bahwa Allah Ta’ala berfirman,
… يا عبادي! لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم، كانوا على أتقى قلب رجل واحد منكم، ما زاد ذلك في ملكي شيئا …
Artinya: “Wahai hamba-hamba-Ku! Seandainya orang yang pertama dan terakhir dari kalian, manusia dan jin dari kalangan kalian semua seperti hati seseorang dari kalian yang paling bertakwa, maka hal itu tidak menambah sedikitpun pada kerajaan-Ku…” (HR. Muslim (no. 2577)).
Dari Abu Hurairah -radhiallahuanhu-, ia berkata, “Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
إن الله لا ينظر إلى صوركم وأموالكم، ولكن ينظر إلى قلوبكم وأعمالكم.
Artinya: ‘Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian.” (HR. Muslim (no. 2564 (34)))
Sejumlah dalil diatas menunjukkan bahwa tempat takwa itu berada di hati dan sesungguhnya Allah Ta’ala hanya melihat kepada hati dan amalan hamba-Nya.
Tentang hadits qudsi, “…Wahai hamba-hamba-Ku! Seandainya orang pertama dan terakhir dari kalian, manusia dan jin dari kalangan kalian semua seperti hati seseorang dari kalian yang paling bertakwa …” Al-Hafizh Ibu Rajab -rahimahullah– mengatakan bahwa di dalamnya terdapat dalil bahwa yang menjadi asal (sumber) dari ketakwaan dan perbuatan fajir (maksiat) adalah hati. Apabila hati itu baik dan bertakwa maka baik pula anggota tubuhnya. Namun apabila hati itu berbuat durhaka maka anggota badannya pun ikut berbuat durhaka, sebagaimana sabda Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-, “Takwa itu disini (seraya berisyarat kepada dada beliau).
Kemudian Ibnu Rajab -rahimahullah- melanjutkan bahwa apabila asal takwa adalah di hati, maka tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui hakikatnya selain Allah -subhanahu wa ta’ala-.
Oleh karena itu, seorang muslim wajib memperbaiki hatinya, menjauhkannya dari segala apa yang membahayakannya berupa sebab-sebab kedurhakaan dan maksiat. Dan hendaklah ia senantiasa berdzikir kepada Allah, bersyukur kepada-Nya, tetap taat kepada-Nya, dan memohon keteguhan diatas kebenaran karena sesungguhnya hati itu berada diantara dua jari-jemari Allah Yang Maha Pengasih, Dia membolak-balikkannya sesuai dengan kehendak-Nya.
Dari Anas bin Malik -radhiallahuanhu-, ia berkata, “Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- sering mengucapkan,
يا مقلب القلوب، ثبت قلبي على دينك
“Ya Allah, Yang membolak-balikkan hati, tetapkan hatiku diatas agama-Mu.”
Anas melanjutkan, “Wahai Rasulullah! Kami telah beriman kepadamu dan kepada apa (ajaran) yang engkau bawa. Masihkah ada yang membuatmu khawatir atas kami?” Maka Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- menjawab,
نعم، إن القلوب بين أصبعين من أصابع الله يقلبها كيف يشاء
Artinya: “Benar (ada yang aku khawatirkan kepada kalian), sesungguhnya hati-hati itu berada diantara dua jari dari jari-jemari Allah, dimana Dia membolak-balikkan hati itu sekehendak-Nya.” (H.R. At-Tirmidzi no. 2140, dan selainnya).
Sabda Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bahwa takwa berada di hati itu tidak berarti senantiasa tersembunyi dan tidak memiliki pengaruh sama sekali terhadap anggota badan. Bahkan, ia akan nampak pada anggota badan. Dalilnya adalah hadits An-Nu’man bin Basyir -radhiallahuanhuma-, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
… ألا وإن في الجسد مضغة، إذا صلحت، صلح الجسد كله، وإذا فسدت، فسد الجسد كله، ألا وهي القلب
Artinya: “… ketahuilah bahwa di dalam jasad manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik maka baik pula seluruh jasadnya dan jika ia rusak maka rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.” H.R. Al-Bukhori (no. 52, 2051), Muslim (no. 1599 (107)), Ibnu Majah (no. 3984), dan lainnya.
Dari sini kita mengetahui kesalahan dan kesesatan orang yang menyangka bahwa takwa itu tempatnya di hati, tetapi tidak memiliki pengaruh terhadap badan dan anggota tubuhnya.
Diantara orang yang menganggap remeh dan bermalas-malasan dalam agamanya – semoga Allah memberikan hidayah serta memperbaiki keadaan mereka – apabila perbuatan maksiat yang nampak, yang mereka kerjakan berkaitan dengan badan dan wajah maupun selain keduanya, seperti berpakaian isbal, mencukur jenggot, atau wanita yang tidak berjilbab bahkan bersolek, Ketika perbuatan itu diingkari niscaya mereka berkata kepadamu, “Takwa itu di hati.” Atau dengan ucapan, “Yang penting hatinya!” kita jawab: Benar, perkataan ini benar tetapi yang diinginkan adalah kebathilan.
Perkataannya tersebut dapat kita bantah dari beberapa sisi:
Pertama, sesungguhnya engkau telah melakukan perbuatan yang dilarang yang telah dijelaskan oleh dalil yang shahih dan jelas.
Kedua, sesungguhnya engkau telah menceburkan dirimu sendiri ke dalam ancaman Allah yang sangat keras yang diancamkan oleh Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-.
Ketiga, bahwa hadits-hadits yang engkau bawakan adalah mujmal (global), dan telah ditafsirkan oleh hadits an-Nu’man bin Basyir yaitu sabda beliau -shallallahu ‘alaihi wasallam-, “Ketahuilah bahwa didalam jasad manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik maka baik pula seluruh jasadnya dan jika ia rusak maka rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuliah bahwa segumpal daging itu adalah hati”.
Tempat takwa adalah di hati, akan tetapi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap anggota tubuh, karena amal adalah bagian dari iman.
Prinsip iman menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah : Iman itu adalah perkataan dan perbuatan; perkataan lisan, keyakinan dengan hati, dan diamalkan dengan anggota tubuh, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan sebab perbuatan dosa dan maksiat.
REFERENSI:
Disadur dari : Buku Takwa, Jalan Menuju Sukses Abadi.
Karangan : Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Diringkas oleh: Hammam Donni Windra
BACA JUGA:
Leave a Reply