PRAKTIK PERDUKUNAN ZAMAN DAHULU DAN SEKARANG

praktik perdukunan zaman dahulu dan sekarang

PRAKTIK PERDUKUNAN ZAMAN DAHULU DAN SEKARANG – Dalam tulisan ini kita akan sedikit mengulas tentang apa itu praktik perdukunan, baik yang dilakukan oleh orang zaman dahulu maupun zaman sekarang, serta bagaimana hukum dari pratik-praktik tersebut.

من أتى كاهنا أو عرافا فسأله عن شيء فصدقه وقد كفر بما أنزل على محمد

Artinya: Barangsiapa yang mendatangi dukun, atau tukang ramal kemudian dia membenaran apa yang disampaikannya, maka dia telah meningkari apa yang diturunkan kepada Muhammad. (shahih, HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Hadis di atas merupakan kabar dari Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam yang menjelaskan tentang ancaman keras bagi orang-orang yang mendatangi dukun atau tukang ramal.

Definisi Perdukunan

Menurut Syaikh Al-Fauzan (2014) perdukunan ialah pengakuan atas keilmuan mengenai hal-hal yang ghaib, seperti kabar-kabar tentang apa yang akan terjadi di dunia. Padahal kabar-kabar tersebut merupakan kabar dari syaitan yang ia curi dari langit kemudian dibisikkannya kepada para dukun dengan menyampurnya dengan seratus kedustaan. Menurut Ustadz Putra (2013), beberapa istlilah yang memiliki konotasi dengan perdukunan ialah kahin (dukun), arraf (peramal), rammal (tukang tenung), munajjim (ahli nujum), sahir (tukang sihir) dan hipnotis. Beberapa istilah ini terkadang digunakan dalam makna yang sama, namun sering kali digunakan dengan makna yang berbeda.

Beberapa istilah tersebut digunakan dengan makna yang sama lantaran memiliki kesamaan dalam beberapa hal, pertama, karena pengakuan terhadap keilmuan mengenai hal-halyang ghaib, dan kedua, dari sisi cara mendapatkan informasi tersebut, yakni menggunakan bantuan jin atau syaitan. Adapun digunakan dengan makna yang berbeda berdasarkan makna secara bahasa serta tata cara atau proses praktik perdukunan yang dilakukan, misalnya dengan melihat garis telapak tangan, melihat rasi bintang, menuliskan nama, dan sebagainya.

Praktik Perdukunan Zaman Dahulu

Praktik perdukunan yang terjadi di Indonesia pada zaman dahulu, umumnya hanya dilakukan oleh orang-orang yang kurang berpendidikan yang tinggal di pedalaman ataupun desa-desa yang jauh dari fasilitas kesehatan. Tujuan mereka mendatangi dukun umumnya agar meminta kesembuhan atas penyakit yang diderita, meminta jimat dan ilmu kebal, pelet dan guna-guna.

Para dukun zaman dahulu sangat mudah dikenali hanya dengan dilihat dari penampilannya. Mereka tidak terlalu antusias untuk mencari kekayaan dari pasiennya, banyak diantara mereka yang hanya dibayar ala kadarnya tanpa tarif tertentu, bahkan ada yang dibayar hanya dengan sebungkus rokok ataupun sembako. Dahulu, para dukun tidak menjadikan hal tersebut sebagai mata pencaharian utama.

Karena minimnya keilmuan masyarakat tentang tauhid dan syirik, sehingga praktik-praktik seperti ini sangat populer bahkan sudah dianggap biasa di masyarakat kita di zaman dahulu. Namun demikian, para dukun zaman dahulu tidak menjadikan agama sebagai kedok untuk melariskan dagangan mereka.

Praktik Perdukunan Zaman Sekarang

Seiring dengan perkembangan zaman, praktik-praktik perdukunan pun mulai berubah warna menyesuaikan kebutuhan pasar, bahkan penampilan mereka pun kini tidak mudah kenali jika hanya dilihat dari fisik. Menurut Ustadz Abidin (2013), secara umum masyarakat awam di Indonesia memandang bahwa paranormal, dukun dan pesulap merupakan sebuah profesi yang memiliki status sosial yang tinggi dan bergengsi. Sehingga, banyak orang-orang berpendidikan ikut terjatuh dalam praktik perdukunan semacam ini. Terlebih lagi, banyak praktik perdukunan yang berkedok agama seperti mengaku dan berpenampilan layaknya seorang ustadz, kiyai, wali ataupun orang salih, padahal hakikatnya ia adalah dukun yang menjelma.

Kemudian Ustadz Abidin (2013) mengutip perkataan Imam Nawawi dalam kitab Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim beliau rahimahullah berkata, “Setan-setan itu membacakan sesuatu bukan dari Al-Qur’an, namun mereka katakan berasal dari Al-Quran untuk mengecoh orang-orang awam, maka janganlah terkecoh oleh mereka.”

Hampir semua paranormal menggunakan simbol-simbol dan amalan islam, yang diambil dari ayat-ayat suci al-Quran, sehingga kesesatan ritual mereka semakin tidak nampak. Apalagi penampilan mereka besorban, bergamis, berjenggot dan memenuhi ruang prakteknya dengan ayat-ayat al-Quran atau tulisan asma’ul husna yang dipajang di dinding. Ini membuat orang awam semakin sulit mengatakan bahwa paranormal menyimpang, karena bacaan yang diajarkan kepada pasin adalah lafazh-lafazh islam, seperti: Bismillah, Allahu Akbar, dan sebagainya. “Mereka berlandaskan ayat-ayat al-Quran dan tidak merugikan orang! Bagaimana bisa dikatakan menyimpang?”

Banyak contoh ritual paranormal yang berpenampilan sebagai ustadz, kyai, atau habib berkaromah, di antaranya adalah:

  1. Terapi dengan amalan-amalan dzikir yang tidak ada tuntunannya dari al-Quran dan Sunnah Nabi. Misalnya membaca dzikir-dzikir aneh, dan lain sebagainya.
  2. Terapi dengan menjalani ritual puasa, seperti: puasa mutih, puasa 40 hari, puasa 100 hari, dan sebagainya.
  3. Ritual memindahkan penyakit pasien kepada hewan ternak (kambing), ayam, telur ayam, dan sebagainya.
  4. Memberi minuman air putih yang sudah dibaca doa dan wirid.
  5. Memberikan rajah yang ditulis dalam kertas atau kain, yang dapat dikenakan atau dimasukkan dalam minuman untuk diminum pasien.
  6. Memberikan jimat atau benda keramat, seperti cincin, gelang, susuk, sabuk dan lain sebagainya.
  7. Transfer energi atau tenaga dalam disertai dengan dzikir-dzikir ata amalan-amalan khusus.
  8. Ruqiyah jamaah yang dilakukan oleh sebagian kelompok yang kurang paham tentang perbedaan sunnah dan bid’

Dalam menjalani ritual pengobatan sang dukun meminta kepada pasien mengosongkan hati dan pikirannya untuk memohon kesembuhan. Pada saat pikiran dan hati kosong itulah khadam atau jin yang bekerjasama dengan sang paranormal menjalankan aksinya. Karena jin tidak akan masuk ke dalam tubuh manusia yang hati dan pikirannya penuh dengan keimanan dan senantiasa mengingat Allah Subhanahu Wataala.

Sumber Ilmu Dukun

Para ulama sepakat, bahwa paranormal dan dukun menimpa ilmu dari setan, sebagaimana yang ditegaskan Allah Taala dalam firman-Nya:

وَٱتَّبَعُوا۟ مَا تَتْلُوا۟ ٱلشَّيَٰطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَٰنَ ۖ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَٰنُ وَلَٰكِنَّ ٱلشَّيَٰطِينَ كَفَرُوا۟ يُعَلِّمُونَ ٱلنَّاسَ ٱلسِّحْرَ وَمَآ أُنزِلَ عَلَى ٱلْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَٰرُوتَ وَمَٰرُوتَ ۚ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَآ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ ۖ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِۦ بَيْنَ ٱلْمَرْءِ وَزَوْجِهِۦ ۚ وَمَا هُم بِضَآرِّينَ بِهِۦ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۚ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ ۚ وَلَقَدْ عَلِمُوا۟ لَمَنِ ٱشْتَرَىٰهُ مَا لَهُۥ فِى ٱلْءَاخِرَةِ مِنْ خَلَٰقٍ ۚ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا۟ بِهِۦٓ أَنفُسَهُمْ ۚ لَوْ كَانُوا۟ يَعْلَمُونَ

Artinya “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui. (QS. Albaqarah: 102)

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Perdukunan

Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam telah melarang ummatnya untuk mendatangi dukun ataupun tukang ramal dan sejenisnya. Beberapa hadis tersebut diantaranya:

  1. Larangan mendatangi dukun

Dari Muawiyyah bin Al-Hakam Radiallahu anhu, ia berkata kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam: “Ada beberapa hal yang dahulu kami biasa lakukan di masa jahiliyah, yaitu kami mendatangi dukun. Rasulullah pun menjawab: Janganlah kalian mendatangi dukun. (HR. Muslim no. 5949)

Pada hadis di atas, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam secara tegas melarang para sahabatnya agar meninggalkan kebiasaan di masa jahiliyah tersebut. Hal ini juga menjadi dalil bahwa adat atau kebiasaan masyarakat tidak bisa menjadi dalil akan bolehnya suatu amalan jika hal tersebut menyelishi syariat islam.

  1. Larangan bertanya kepada dukun

Diriwayatkan dari sebagian istri Nabi Shallallahu alaihi wasallam, dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam bahwasannya Ia bersabda: “Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal, kemudian ia bertanya kepadanya tentang suatu hal, dan ia pun membenarkan apa yang dikatakannya, maka tidak akan diterima sholatnya selama empat puluh hari.” (HR. Muslim no. 5957)

Hadis di atas berisi ancaman bagi yang bertanya kepada dukun sehingga mengakibatkan tidak diterimanya pahala amalan sholatnya selama empat puluh hari. namun bukan berarti kewajiban sholat gugur atasnya, dia tetap diwajibkan sholat meski pahalanya tidak diterima. Ini menunjukkan betapa besarnya dosa mendatangi dukun dan tukang ramal atau sejenisnya

  1. Memakai jimat, pelet dan jampi-jampi adalah bentuk kesyirikan

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya jampi-jampi, jimat-jimat dan pelet adalah syirik. (HR. Abu Dawud no. 3883 dan Ibnu Majah no. 3530)

Menurut Huda (2017), Maksud jampi-jampidalam hadis ini ialah bacaan yang dilafalkan oleh dukun yang itu bukan bersumber dari Al-Qur’an maupun do’a-do’a yang berasal dari hadis Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam. Meskipun jampi-jampi tersebut berbahasa arab tetapi di dalamnya terkadang hanya berisi nama-nama syaitan dan berhala. Sedangkan jimat maksudnya ialah benda-benda yang dianggap bisa mendatangkan manfaat ataupun menolak bahaya. Benda-benda ini biasa digantungkan di leher atau disimpan di tempat tertentu. Dan pelet maksudnya ialah suatu jenis sihir yang dapat menyebabkan seorang suami mencintai atau membenci istrinya atau sebaliknya.

Kesimpulan

Dari pemaparan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa praktik perdukunan yang terjadi di masa lalu dan saat ini hakikatnya merupakan hal yang sama dari segi kesyirikan yang terjadi di dalamnya walaupun secara bentuk dan tata caranya berbeda. Oleh karenanya wajib bagi kaum muslimin agar saling mengingatkan akan bahaya perdukunan terhadap akidah, serta hendaknya menjauhi segala bentuk praktik perdukunan yang ada walaupun dikemas dalam bentuk yang berbeda. Dan tentunya hal itu tidak dapat diraih kecuali dengan senantiasa menuntut ilmu dan belajar tentang akidah yang benar.

 

Daftar Pustaka:

Abidin, Zainal. (2013). Dukun Sakti, Menjelma Wali. Majalah As-Sunnah, 05, 37-38.

Al-Fauzan, S.F. (2014). Al-Irsyad Ila Shahih Al-I’tiqad. Maktabah Alu Syaikh.

Huda, S.Y.B.I. (2017). Mudah Menghafal 100 Hadits (cet. 7). Darus Sunnah Press.

Putra, A.M.S. (2013). Ilmu Perdukunan dalam tinjauan Islam. Majalah As-Sunnah, 05, 24-29.

 

BACA JUGA:

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.