Orang tak pernah lepas dari bergulirnya roda kehidupan. Ada suka, ada duka, ada lara, ada nestapa. Itulah kenyataannya, semuanya sudah menjadi jatah dan menu setiap insan.
Namun itu bukan berarti bahwa duka dan lara selamanya berbanding lurus dengan kesengsaraan yang hakiki. Karena siapapun pasti mengalaminya. Seseorang ditinggal mati keluarga, mengalamai kerugian harta, dan yang semacamnya. Namun bisa saja hatinya tetap tenang dan bahagia. Karena ia mengharapkan pahala Alloh yang manis dari apa yang menimpanya. Dan justru orang yang besar cobaannya, pahalanya pun besar. Dan itu menunjukkan betapa tinggi kualitas agamanya.
عِظَمُ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ
“Besarnya balasan ada bersama besarnya cobaan. Dan sesungguhnya bila Alloh mencintai suatu kelompok, maka Dia akan menguji mereka. Maka barangsiapa yang ridho (dalam mengadapinya), baginya keridhoan (dari-Nya). Namun bagi yang marah, maka bagiannya pun kemurkaan.” (HR. Ibnu Majah)
Dan begitupun sebaliknya. Perasaan senang, gembira, mendapat harta berlimpah, itu tidak berarti ia telah menggapai bahagia yang sebenarnya. Karena itu semua adalah ujian, apakah ia mau bersyukur atau malah kufur. Apakah ia bersabar ataukah tidak. Dan kekayaan bukanlah barometer adanya ridho dari Alloh, sebagaimana kefakiran bukan berarti ia mendapat murka-Nya.
اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ وَفَرِحُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلا مَتَاعٌ
“Alloh meluaskan rejeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (QS. Ar-Ro’d: 26)
Dari ayat ini para ulama mengambil kesimpulan bahwa merasa senang dengan dunia adalah haram. Orang-orang kafir merasa senang dengan kehidupan dunia. Kesenangan yang menjadikan mereka merasa tenang dan bersandar pada dunia, sehingga melupakan akhirat. Ini dikarenakan akal mereka begitu pendek, sehingga mereka tidak tahu akan hakikat dunia.
Potret Bahagia dan Sengsara
Kristina Onasis, salah seorang yang bisa mewakili gambaran betapa nestapanya seseorang yang bergelimang harta, yang sama sekali tak menautkan dirinya pada Alloh Yang Kuasa. Seorang yang kafir yang begitu disengsarakan oleh dunianya. Ia seorang gadis Yunani, putri dari seorang milyarder yang tersohor, Onasis; seorang kaya raya yang memiliki berbagai pulau dan kapal pesiar. Kristina mewarisi dari ayahnya harta yang berlimpah, lebih dari 5000 juta dolar. Seorang gadis yang memiliki kapal pesiar yang lux, yang memiliki berbagai pulau dan perusahaan penerbangan. Singkat cerita, gadis ini menikah dengan seorang lelaki dari Amerika, dan bahtera keluarga mereka hanya bertahan beberapa bulan, kemudian mereka bercerai. Setelah beberapa waktu, ia menikah lagi dengan seorang Yunani, dan itu hanya berlangsung beberapa bulan. Setelah, dalam rentang waktu yang lama ia pun mencari di manakah kebahagiaan itu? Untuk kemudian, sebagai wujud pencariaannya akan makna bahagia, ia menikah dengan seorang atheis dari Rusia. Ketika para wartawan bertanya, bagaimana bisa seorang yang berhaluan kapitalis menikahi seorang atheis? Ia menjawab, bahwa ia hendak mencari bahagia.
Setelah menikah, mereka tinggal di Rusia. Dan sesuai peraturan komunis di sana, bahwa tak diperbolehkan untuk memiliki lebih dari dua kamar, dan tidak diperkenankan untuk mengambil pembantu. Maka jadilah Onasis melakukan pekerjaan rumah tangganya di rumahnya, atau lebih tepatnya di kamarnya. Dan para wartawan yang selalu menguntitnya bertanya: bagaimana hal seperti ini bisa terjadi? Ia hanya menjawab, aku hendak mencari kebahagiaan. Ia hidup bersamanya satu tahun kemudian bercerai. Setelah itu diadakanlah satu pesat di Prancis, dan para wartawan menanyakan kepadanya: “Apakah engkau ini wanita terkaya di dunia?” Jawabnya: “Ya, aku wanita terkaya di dunia. Akan tetapi aku pun wanita paling sengsara.”
Singkat kata, ia menikah lagi dengan seorang lelaki Perancis. Tak berlalu lama, ia dikaruniai seorang putri, namun rumah tangganyapun berakhir dengan perceraian. Akhirnya jadilah ia hidup penuh duka nestapa. Setelah beberapa bulan berlalu, ia ditemukan tergolek kaku. Ia ditemukan telah menjadi mayat di Argentina. Orang-orang tidak tahu, apakah ia mati secara wajar, ataukah ia terbunuh.
Ya, satu drama kehidupan nyata yang mencerminkan betapa dunia seisinya bukanlah barometer untuk menggenggam bahagia. Kebahagiaan ada di mana-mana. Ia bisa ditemukan di manapun manusia berada. Ia bisa ditemukan di istana, ataupun di gubug reot. Bisa dirasakan seorang raja, ataupun jelata. Demikian pula kesengsaraan jiwa. Ia bisa dijumpai di istana bertahtakan permata, pun bisa ditemui di gubuk penuh nestapa. Karena kebahagiaan dan juga kesengsaraan tidaklah selalu identik dengan dunia.
Gambaran yang benar-benar bisa membuka mata bagi mereka yang mau mengambil pelajaran dari kehidupan manusia lainnya. Ia tak bisa merasakan nikmatnya hidup di bawah naungan Islam. Yang akan memberikan solusi untuk setiap masalah yang dihadapi umat manusia, apapun dan betapapun besar masalah yang dihadapi. Sehingga, meski seseorang mempunyai kehidupan yang pas-pasan, tapi dengan Islam ia telah mendapatkan kebaikan yang tiada tara. Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
طُوبَى لِمَنْ هُدِيَ إِلَى الْإِسْلَامِ وَكَانَ عَيْشُهُ كَفَافًا وَقَنَعَ
“Alangkah beruntung orang yang mendapat petunjuk menuju Islam, dan kehidupannya cukup, dan ia merasa puas menerima yang ada.” (HR. Turmudzi)
Di sisi yang lain, ada satu corak hidup yang bertolak belakang dengan gambaran di atas. Ini adalah langgam hidup para pencinta Alloh, corak kehidupan para perindu yang mengharapkan perjumpaan dengan-Nya.
Ibrahim Bin Bassyar rahimahullah : “Aku pernah keluar bersama dengan Ibrohim Bin Adham rahimahullah, Abu Yusuf Al-Ghosuli rahimahullah dan Abu Abdillah As-Sinjari rahimahullah. Kami hendak menuju Iskandariah. Kami melewati sebuah sungai yang disebut dengan sungai Urdun. Kami pun duduk melepas lelah. Abu Yusuf ada membawa beberapa potong roti kering. Lalu ia hamparkan di hadapan kami, dan kami pun melahapnya. Kami memuji Alloh atas karunia-Nya. Aku bangkit hendak mengambilkan air untuk Ibrahim. Namun Ibrahim sendiri bergegas menuju sungai hingga masuk ke dalamnya. Ia saut air dengan dua tapak tangannya, seraya membaca Basmalah ia meminumnya. Ia berkata: alhamdulillah. Kemudian ia keluar dari sungai dan merentangkan dua kakinya. Ia berkata: ‘Wahai Abu Yusuf, sekiranya para raja dan anak-anak mereka tahu kenikmatan dan kebahagiaan yang kita rasakan, tentulah mereka akan mendera kita dengan pedang mereka sepanjang hidup atas kenikmatan hidup dan sedikitnya letih yang kita rasakan.”
Sangat bertolak belakang dua gambaran di atas. Kiranya kita bisa mengambil pelajaran dari dua potret di atas, sehingga kita bisa selamat hidup di dunia sampai di akhirat. Alloh menjadikan kehidupan yang baik hanyalah bagi orang yang beriman dan beramal sholih. Mereka dijamain kehidupan yang baik di dunia maupun di akhirat. Orang yang bertakwa dan berbuat ihsan mendapatkan kemenangan menggenggam kenikmatan dunia dan akhirat. Mereka mendapatkan kebahagiaan dan nikmat yang hakiki. Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata: “Dan tak ada kenikmatan, kelezatan, dan kesempurnaan kecuali dengan makrifat kepada Alloh, dengan mencintai-Nya, merasa tenang dengan mengingat-Nya, dan merasa bahagia kala dekat dengan-Nya, rindu pada-Nya. Inilah surga Alloh yang disegerakan di dunia ini. Sebagaimana tak ada kenikmatan di akhirat kecuali dengan berada di surga-Nya kelak. Jadi, seorang mukmin punya dua surga, di mana tak bisa ia memasuki surga kedua di akhirat nanti, kalau ia tidak memasuki surga yang pertama di dunia. Aku mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Sesungguhnya di dunia itu, ada surga. Orang yang tidak memasukinya, ia tidak akan memasuki surga akhirat.”
Maka, apapun keadaan kita, namun satu yang harus kita upayakan. Masukilah surga
Alloh di dunia, maka insya Alloh kitapun akan dituntun menuju surga-Nya di akhirat yang penuh dengan kenikmatan abadi.
Sumber : Majalah Lentera Qolbu Tahun ke-2 Edisi ke- 8
Leave a Reply