Petunjuk Salaf Dalam Mengamalkan Nas-Nas Umum

Petunjuk Salaf Dalam Mengamalkan Nas-Nas Umum – Banyak orang yang berdalil dengan nas-nas umum untuk mendukung bidah mereka dan melegalkan kesesatan mereka. Ini merupakan kekeliruan yang besar dan berlawanan dengan kai- dah-kaidah penting di dalam ilmu usul karena tidak boleh langsung mengambil nas-nas umum kecuali setelah memperhatikan adakah dalil-dalil yang meng- khususkannya atau tidak, demikian juga tidak boleh langsung mengambil nas-nas yang mutlak sebelum melihat kepada pembatas-pembatasnya.

Merupakan hal yang dimaklumi bahwa hukum asal dalam peribadatan adalah haram. Karena itu, tidak boleh bagi siapa pun untuk beribadah kepada Allah dengan suatu ibadah kecuali ada dalil dari Alquran dan Sunah yang mensyariatkan ibadah tersebut.

Tidak boleh kita membuat-buat bentuk ibadah- ibadah yang baru, atau menambah bentuk ibadah yang ada dengan sifat dan tata cara yang tidak ada contohnya dalam syariat, atau mengkhususkan suatu ibadah pada waktu tertentu dan tempat tertentu yang tidak ada dalilnya dari Alquran dan Sunah.

Begitu banyak kesesatan-kesesatan yang muncul di dalam umat ini yang di antara sebabnya adalah kekeliruan di dalam memahami keumuman nas-nas, seperti pemikiran Khawarij dan Murji’ah.

Insya Allah, di dalam bahasan ini akan kami paparkan petunjuk al-salaf al-salih di dalam memahami dan mengamalkan nas-nas umum agar kita bisa menempuh jalan mereka dan terhindar dari jalan-jalan yang menyimpang darinya.

WAJIBNYA MENGIKUTI PEMAHAMAN SALAF DI DALAM MEMAHAMI NAS-NAS ALQURAN DAN SUNNAH

Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah berkata, “Wajib diketahui bahwa Nabi telah menjelaskan kepada para sahabatnya makna-makna Alquran sebagaimana beliau telah menjelaskan kepada mereka lafaz-lafaz Alquran, karena firman Allah Ta’ala:

وَأَنزلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ

Artinya: “Dan Kami turunkan kepadamu al-Zikr agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka”. (QS al-Nahl [16]: 44)

Yang mencakup penjelasan lafaz dan makna.

Dan sungguh telah berkata Abu ‘Abdirrahman al- Sulami: Telah menceritakan kepada kami orang-orang yang dahulu mengajarkan Alquran kepada kami seperti ‘Usman ibn ‘Affan ‘Abdullah ibn Mas’ud dan yang lainnya-bahwasanya mereka jika belajar dari Nabi sepuluh ayat maka mereka tidak melam- pauinya hingga mempelajari apa yang ada di dalam- nya dari ilmu dan amal. Mereka berkata, ‘Maka kami belajar Alquran, ilmu, dan amal sekaligus. Karena ini- lah, mereka berdiam dalam waktu lama untuk meng- hafal Alquran. (Diriwayatkan oleh Ibn Jarir dalam Tafsir-nya 1/60 dengan sanad yang sahih).

Anas berkata, ‘Adalah seseorang jika telah membaca al-Baqarah dan Āli ‘Imran menjadi agung di dalam pandangan kami.

Ibn Umar membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menghafal al-Baqarah,ada yang mengatakan 8 tahun sebagaimana disebutkan oleh Malik.

Yang demikian itu karena Allah Ta’ala berfirman:

كِتَبُ أَنزَلْنهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا ءَايَتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُوا الْأَلْبَابِ

Artinya: “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka mem- perhatikan ayat-ayat-Nya. (QS. Sad [38]: 29)

Dalam ayat lain Allah  Ta’ala berfirman:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ

Artinya: “Maka apakah mereka tidak menadaburkan Alquran”. (QS Muhammad [47]: 24)

Allah  Ta’ala juga berfirman:

أَفَلَمْ يَدَّبَّرُوا الْقَول

Artinya: Maka apakah mereka tidak menadaburkan perkataan (Kami). (QS al-Muminün [23]: 68)

Tadabur Alquran tanpa memahami maknanya adalah tidak mungkin.

Demikian juga Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّا أَنزَلْنهُ قُرْءنا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Artinya: Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Alquran dengan berbahasa Arab, agar kamu mengerti tentangnya. (QS Yūsuf [12]: 2)

‘Mengerti tentang perkataan mengandung (makna) ‘memahami terhadapnya Merupakan hal yang dimaklumi bahwa yang dike hendaki dari setiap perkataan adalah pemahaman makna-maknanya bukan sekadar lafaz-lafaznya, dan Alquran lebilı utama di dalam hal itu. Juga, secara kebiasaan, tidak mungkin bahwa suatu kaum membaca sebuah kitab di dalam suatu bidang ilmu seperti ke dokteran dan matematika dalam keadaan mereka tidak bagaimana dengan perkataan Allah yang merupakan penyelamat mereka, pelindung mereka, kebahagiaan mereka, dan penegak agama dan dunaa mereka” (Afuqaddimah fi Usul al-Tafsir him. 45-47)

Al-Imam al-Auza’I Rahimahullah berkata:

اصبر نفسك على السنة. وقف حيث وقف الْقَوْمُ وَقُلْ بِمَا قَالُوا وَكُفَّ عَمَّا كَفُوا ، وَاسْلُكْ سبيل سلفك الصالح ، فَإِنَّهُ يَسعُكَ مَا وَسِعَهُمْ

Artinya: “Saharkan (tetapkan dirimu di atas Sunah, ber hentilah di mana kaum (para sahabat) berhenti, katakanlah apa yang mereka katakan dan diamlah terhadap yang telah mereka diamkan serta berjalan- lah di jalan al-salaf al-salih, karena sesungguhnya akan mencukupimo apa yang telah mencukupi me reka” (Zomm al-Kalam sa Ahlikt 5/117-118).

TIDAK BOLEH BERDALIL DENGAN DALIL-DALIL UMUM DENGAN MENYELISIHI PEMAHAMAN SALAF

Al-Imam al-Syatibi membantah orang yang berdalil dengan dalil-dalil umum dengan menyelisihi pemahaman salal, serta mengajak mengamalkannya dengan cara yang tidak diamalkan oleh salaf. Beliau berkata: “Seandainya ini adalah dalıl atasnya maka tidak lah hal itu luput atas pemahaman para sahabat dan tabiin kemudian dipahami oleh mereka (orang- orang belakangan) ini, maka amalan para pendahulu bagaimanapun juga berbenturan dengan keharusan pemahaman ini dan bertentangan dengannya, sean dainya itu adalah meninggalkan pengamalannya”.

Maka apa-apa yang diamalkan orang-orang belakangan dari bagian ini adalah menyelisihi ijmak (ke sepakatan) para pendahulu, dan setiap yang menyelixi hi ijtnak maka in adalah keliru, dan umat Muhammad tidak berkumpul di atas kesesatan. Maka apa-apa yang ditempuh oleh para salaf berupa (mengerjakan) perbuatan atau meninggalkan, ia adalah sunah dan perkara yang muktabar, dan ia adalah petunjuk, dan tidak ada di sana kecuali benar atau salah. Maka se tiap orang yang menyelisihi salaf yang terdahulu, dia (berada di) atas kesalahan, dan ini sudah cukup, dan hadits lemah yang tidak diamalkan oleh para ulama dengan yang semisalnya adalah berjalan sesuai de ngan hal ini. Dan dari sanalah Ahlusunah tidak menggubris klaim orang-orang Rafidah bahwa Nabi menaskan (menetapkan) ‘Ali sebagai khalifah sepeninggal beliau, karena amalan seluruh sahabat yang menyelisihi hal ini adalah dalil atas kebatilan klaim ini atau tidak dianggapnya, karena para sahabat tidaklah bersepakat atas kesalahan.

Dan engkau banyak menjumpai ahli bidah dan kesesatan berdalil dengan Kitab dan Sunah yang me reka seret kepada mazhab-mazhab mereka. Mereka kaburkan dengan yang mutasyabih-mutasyabih (samar) darinya atas orang-orang awam. Mereka sang- ka bahwa mereka di atas pijakan (kebenaran).” (al- Muwafaqat 3/280-281 tahqiq al-Syaikh Masyhur Hasan Salman).

Kemudian beliau berkata, “Karena ini semua, wajib atas setiap orang yang melihat dalil syar’i agar memperhatikan pemahaman para pendahulu, dan apa yang mereka tempuh di dalam mengamalkannya; maka ini lebih pantas untuk benar dan lebih lurus di dalam ilmu dan amal” (al-Muwafaqat 3/289 tahqiq al-Syaikh Masyhur Hasan Salman).

Al-Imam Ibn ‘Abdil-Hadi berkata, “Tidak boleh mengada-adakan takwil (penafsiran) di dalam ayat atau sunah yang tidak pernah ada pada zaman salaf, dan tidak mereka kenal dan tidak pernah mereka jelaskan kepada umat, karena ini berarti tuduh- an bahwa mereka jahil (bodoh) terhadap yang hak di dalam hal ini sehingga mereka sesat darinya, sedang- kan orang belakangan.

BERDALIL DENGAN NAS-NAS UMUM TANPA MENGIKUTI PEMAHAMAN SALAF ADALAH PEMBUKA PINTU-PINTU BIDAH DAN KESESATAN

Bersandar dengan dalil-dalil umum dengan mela laikan pemahaman salaf akan membuka pintu-pintu bidah dan kesesatan yang sarigat berbahaya. Misal nya, Allah 5% telah berfirman di dalam Kitab-Nya:

إنَّ اللَّهَ وَ الملائكته يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَايُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Artinya: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang ber iman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkan lah salam penghormatan kepadanya. (QS al-Ahzab [33]: 56).

Seandainya dibenarkan berdalil dengan keumum an ayat di atas maka akan dibenarkan beribadah ke pada Allah dengan cara berselawat kepada Nabi ketika berdiri di dalam salat, rukuk di dalam salat, dan sujud di dalam salat, dan posisi-posisi lainnya yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah Siapakah (adakah) yang membolehkan beribadah kepada Allah dengan cara seperti itu, padahal Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam  telah bersabda:

صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

Artinya; “Salatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku salat.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam Sahih-nya 1/162)

Maka tidaklah boleh beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang Rasulullah syariatkan sesuai dengan kaifiat (tata cara) yang beliau syariatkan.

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Contoh pada bagian ini adalah azan pada waktu salat Id. Sesungguhnya tatkala perkara ini (azan pada waktu salat Id) diada-adakah oleh sebagian penguasa, kaum muslimin mengingkarinya karena ia adalah bidah Seandainya keberadaannya bidah maka ini menjadi dalil akan dibencinya. Dan jika tidak maka sungguh dikatakan (bahwa) ini adalah zikir kepada Allah dan seruan kepada para hamba Allah sehingga masuk di dalam nas-nas umum seperti firman Allah Ta’ala:

يَأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (de ngan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak banyaknya.” (QS. al-Ahzab [33] 41)

Dan firman Allah Ta’ala:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ

Artinya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah.” (QS. Fussilat:  [41] 33)

Atau dikiaskan kepada azan di dalam salat Jumat karena sesungguhnya istidlal (perdalilan) atas bagus nya azan di dalam salat Id lebih kuat daripada istidlal stas bagusnya kebanyakan perkara-perkara bidah Akan tetapi, (justru) dikatakan bahwa tindakan Kasu Jullah meninggalkannya dalam keadaan adanya hal-hal yang dianggap mengharuskan dan hilangnya penghalang merupakan sunah, sebagaimana fil be liau adalah sunah. Tatkala beliau memerintahkan azan di dalam salat Jumat dan beliau salat Id tanpa dis ertai azan dan iqamat, maka (ini menandakan bahwa) ditinggalkannya azan pada salat ld merupakan sunah. Maka, tidak ada seorang pun yang boleh menambah kan dalam hal itu. Bahkan, tambahan azan di dalam salat Id adalah seperti tambahan di dalam jumlah salat atau jumlah jumlah rakaat atau jumlah jumlah puasa Ramadan atau haji Sebah, jikalau ada seseorang yang suka melakukan salat Zuhur lima rakaat dengan mengatakan (beralasan) nu adalah tambahan amal saleh maka hal itu tidak boleh bagi nya. Demikian pula jika dia ingin membuat tempat yang lain yang dia maksudkan untuk berdoa kepada Allah dan berzikir kepada-Nya maka hal itu tidak bo leh baginya. Tidak dibolehkan dia mengatakan ini adalah bidah hasanah Bahkan, dikatakan kepadanya setiap bidah adalah sesat.

Dan kami mengetahui bahwa ini sesat (meski) sebelum mengetahui larangan yang khusus baginya atau mengetahui adanya mafsadat (kerusakan) padanya Maka, ini adalah contoh pada perkara-perkara yang diada-adakan bersamaan dengan adanya hal yang mengharuskan dan hilangnya penghalang, seandain ya ia merupakan kebaikan Sebab, sesungguhnys apa- apa yang ditunjukkan (dijadikan hujah) oleh orang yang mengada-adakan ini berupa maslahat atau dalil yang menyelisihi ini mendapat petunjuk dalil yang dia gunakan sebenarnya telah ada pada za- man Rasulullah (namun) bersamaan dengan ini Rasulullah tidak melakukannya. Maka, meninggal- kan perkara ini merupakan sunah yang khusus yang didahulukan atas setiap dalil-dalil umum dan setiap kias” (Iqtida Sirat al-Mustaqim 2/102-103).

Al-Imam al-Syatibi berkata: “Termasuk me- ngikuti perkara yang mutasyäbih adalah mengambil kemutlakan-kemutlakan sebelum melihat kepada pembatas-pembatasnya, mengambil keumuman-ke umuman tanpa memperhatikan adakah dalil-dalil yang mengkhususkannya atau tidak Demikian juga sebaliknya, seperti nas tersebut muqayyad kemudian dianggap mutlak, atau khusus kemudian dianggap umum dengan akal tanpa dalil yang lainnya. Maka sesungguhnya menempuh jalan ini menjerumuskan ke dalam kebutaan dan mengikuti hawa nafsu di dalam menghadapi dalil. Yang demikian itu karena ke- mutlakan yang datang nas yang membatasinya adalah musytabih jika tidak dibatasi, jika dibatasi maka ia menjadi jelas.” (al-l’tisam 1/245-246).

Al-Imam Ibn al-Qayyim i berkata: “Ini adalah tempat yang orang-orang berilmu minim banyak ke liru. Mereka berargumen dengan keumuman nas atas suatu hukum dan melalaikan amalan pemilik sya- riat dan amalan para sahabatnya yang menjelaskan maksudnya. Barangsiapa menadaburkan hal ini akan mengetahui maksud nas-nas dan memahami makna- maknanya” (Hasyiyah atas Sunan Abi Dāwüd 3/288).

PENGINGKARAN SALAF ATAS KEKELIRUAN- KEKELIRUAN BERDALIL DENGAN DALIL-DALIL UMUM

1. Dari Mujahid, beliau berkata:

كُنْتُ مَعَ ابْنِ عُمَرَ فَثَوَّبَ رَجَلٌ فِي الظُّهْرِ أَوْ الْعَصْرِ قَالَ اخْرُجْ بِنَا فَإِنَّ هَذِهِ بِدْعَةُ

“Aku pernah bersama Ibn ‘Umar maka ada orang yang melakukan taświb untuk salat Zuhur atau Asar, maka Ibn ‘Umar, berkata, ‘Mari kita keluar karena sesungguhnya ini adalah bidah.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam Sunan ای nya 2/38 dan dinilai hasan oleh al-Syaikh al-Albani di dalam Şahih Abi Dawûd 3/51)

Maksud taswib di dalam riwayat di atas adalah memanggil orang-orang di pintu-pintu masjid tentangnya.” (al-Şarim al-Munkı hlm. 318 tahqiq ‘Aqil ibn Muhammad al-Yamani dan taqdim al- Syaikh Muqbil al-Wadi’i) dengan mengatakan “salat… salat!” sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Turtusi di dalam al- Hawadis wa al-Bida ‘hlm. 149.

Jika ada orang yang mengatakan “Apa salahnya jika orang mengingatkan kaum muslimin tentang salat karena Allah telah berfirman:

وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِكْرَى تَنفَعُ الْمُؤْمِنِينَ

Artinya: “Dan tetaplah memberi peringatan, karena ses- ungguhnya peringatan itu bermanfaat bagı orang-orang yang beriman.” (QS. al-Zariyat [51] 55)

REFERENSI:

SUMBER: MAJALAH AL-FURQON, DIKARANG OLEH:USTADZ ARIF FATHUL ULUM BIN AHMAD SAIFUL

JUDUL: PETUNJUK SALAF DALAM MENGAMALKAN NASH-NASH UMUM

DIRINGKAS OLEH: SUMIRA

BACA JUGA :

Be the first to comment

Ajukan Pertanyaan atau Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.