PERJALANAN ORANG-ORANG SHALIH

PERJALANAN ORANG-ORANG SHALIH

PERJALANAN ORANG-ORANG SHALIH – Segala puji hanya milik Allah rabb alam semesta, barangsiapa yang diberikan petunjuk oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang dapat memberikan petunjuk. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada utusan-Nya nabi kita Muhammad, shalawat juga untuk para keluarga dan para sahabat beliau.

Pembaca sekalian….

Ini merupakan pembahasan lanjutan dari seri penawar hati yaitu: “Perjalanan Orang-Orang Shalih”.

Kita lihat bagaimana contoh-contoh para orang-orang shalih di dalam sisi infak dan itsar yaitu lebih mendahulukan orang lain dibanding dirinya sendiri. Disebutkan dalam sebuah hadits riwayat imam Bukhori dan Muslim:

عَنْ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ كَانَ أَبُو طَلْحَةَ أَكْثَرَ الْأَنْصَارِ بِالْمَدِينَةِ مَالًا مِنْ نَـخْلٍ وَكَانَ أَحَبُّ أَمْوَالِهِ إِلَيْهِ بَيْـرُحَاءَ وَكَانَتْ مُسْتَقْبِلَةَ الْمَسْجِدِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُهَا وَيَشْرَبُ مِنْ مَاءٍ فِيهَا طَيِّبٍ قَالَ أَنَسٌ فَلَمَّا أُنْزِلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ {لَنْ تَنَالُوا الْبِـرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِـمَّا تُـحِبُّونَ} قَامَ أَبُو طَلْحَةَ إِلَـى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَقُولُ {لَنْ تَنَالُوا الْبِـرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِـمَّا تُـحِبُّونَ} وَإِنَّ أَحَبَّ أَمْوَالِـي إِلَـيَّ بَيْـرُحَاءَ وَإِنَّـهَا صَدَقَةٌ لِلَّهِ أَرْجُو بِرَّهَا وَذُخْرَهَا عِنْدَ اللَّهِ فَضَعْهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ حَيْثُ أَرَاكَ اللَّهُ قَالَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَخٍ ذَلِكَ مَالٌ رَابِحٌ ذَلِكَ مَالٌ رَابِحٌ وَقَدْ سَـمِعْتُ مَا قُلْتَ وَإِنِّـي أَرَى أَنْ تَـجْعَلَهَا فِي الْأَقْرَبِيـنَ فَقَالَ أَبُو طَلْحَةَ أَفْعَلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَسَمَهَا أَبُو طَلْحَةَ فِي أَقَارِبِهِ وَبَنِـي عَمِّهِ تَابَعَهُ رَوْحٌ وَقَالَ يَـحْيَـى بْنُ يَـحْيَـى وَإِسْـمَاعِيلُ عَنْ مَالِكٍ رَايِحٌ

Artinya:

“Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu berkata, Abu Thalhah adalah orang yang paling banyak hartanya dari kalangan Anshar di kota Madinah berupa kebun pohon kurma dan harta benda yang paling dicintainya adalah Bairuha’ (sumur yang ada di kebun itu) yang menghadap ke masjid dan Rasulullah sering mamemasuki kebun itu dan meminum airnya yang baik tersebut. Berkata, Anas; Ketika turun firman Allah Ta’ala (QS. Ali ‘Imran: 92 yang artinya): “Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai”, Abu Thalhah mendatangi Rasulullah lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah Ta’ala telah berfirman, “Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai”, dan sesungguhnya harta yang paling aku cintai adalah Bairuha’ itu dan aku menyedekahkannya di jalan Allah dengan berharap kebaikan dan simpanan pahala di sisi-Nya, maka ambillah wahai Rasulullah sebagaimana petunjuk Allah kepadanu.” Dia (Anas) berkata,: “Maka Rasulullah bersabda: Wah, inilah harta yang menguntungkan, inilah harta yang menguntungkan. Sungguh aku sudah mendengar apa yang kamu niyatkan dan aku berpendapat sebaiknya kamu sedekahkan buat kerabatmu.” Maka Abu Thalhah berkata,: “Aku akan laksanakan wahai Rasululloloh. Maka Abu Thalhah membagi untuk kerabatnya dan anak-anak pamannya.” Hadits ini juga dikuatkan oleh Rauh dan berkata, Yaha bin Yahya dan Isma’il dari Malik: “Pahalanya mengalir terus”. [1]

Dalam hadits shahih disebutkan:

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِفُلَانٍ نَـخْلَةً وَأَنَا أُقِيمُ حَائِطِي بِـهَا فَأْمُرْهُ أَنْ يُعْطِيَنِـي حَتَّى أُقِيمَ حَائِطِي بِـهَا فَقَالَ لَهُ النَّبِـيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطِهَا إِيَّاهُ بِنَخْلَةٍ فِي الْـجَنَّةِ فَأَبَـى فَأَتَاهُ أَبُو الدَّحْدَاحِ فَقَالَ بِعْنِـي نَـخْلَتَكَ بـِحَائِطِي فَفَعَلَ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّـي قَدْ ابْتَعْتُ النَّخْلَةَ بـِحَائِطِي قَالَ فَاجْعَلْهَا لَهُ فَقَدْ أَعْطَيْتُكَهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمْ مِنْ عَذْقٍ رَاحَ لِأَبِـي الدَّحْدَاحِ فِي الْـجَنَّةِ قَالَـهَا مِرَارًا قَالَ فَأَتَى امْرَأَتَهُ فَقَالَ يَا أُمَّ الدَّحْدَاحِ اخْرُجِي مِنْ الْـحَائِطِ فَإِنِّـي قَدْ بِعْتُهُ بِنَخْلَةٍ فِي الْـجَنَّةِ فَقَالَتْ رَبِحَ الْبَيْعُ أَوْ كَلِمَةً تُشْبِهُهَا

Artinya:

“Dari Anas, ada seseorang laki laki berkata, “Wahai Rasulullah, si fulan memiliki pohon kurma yang tumbuh dikebunku yang aku tinggali. Tolong, perintahkan dia agar memberikannya padaku sehingga aku bisa bertempat tinggal di kebunku itu.” Maka Nabi bersabda, “Berikan saja pohonmu, dan bagimu pohon kurma di surga.” Sayang ia menolaknya. Lalu Abu Dahdah mendatang pemilik pohon dan berujar, “Tukarlah pohon kurmamu dengan kebunku”, dan akhirnya orang itu menyanggupi. Lalu Abu Dahdah mendatangi Nabi dan berkata, “Wahai Rasulullah, telah kutukar pohon kurmanya dengan kebunku.” Rasulullah lantas bersabda, “Dan sekarang berikan pohon kurmamu kepadanya karena aku telah memberikan pohon kurma surga padamu.” Lantas Rasul bersabda, “Berapa banyak pohon kurma yang Abu Dahdah nikmati di surga kelak.” Rasul mengucapkannya berulangkali. Anas berkata, “Kontan Abu Dahdah mendatangi istrinya dengan berujar ‘Wahai Ummu Dahdah lihatlah kebun. Aku telah menukarnya dengan pohon kurma di surga.’ Umu Dahdah lantas berkomentar, “Beruntunglah perniagaan ini”, atau dengan kalimat yang semisalnya.”[2]

Baik buruknya rupa seseorang tidak menjadi hal yang penting, hal yang paling penting dan paling utama yang harus diperhatikan oleh seseorang adalah hati dan amalan. Allah tidak akan melihat bentuk rupa kita tapi yang Allah lihat adalah hati dan amalan kita.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

عَنْ أَبِـي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ لَا يَنظُرُ إِلَـى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنظُرُ إِلَـى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

Artinya:

“Dari Abu Hurairah radiallahu’anhu ia berkata: Rasulullullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian.” [3]

Hati yang bersih menjadikan seseorang bersemangat di dalam beribadah dan lebih mulia di hadapan Allah kita ambil sebuah contoh nyata para sahabat nabi Shallallahu Alaihi Wasallam berikut : Sebuah kaum, walaupun wajah sebagian mereka buruk akan tetapi hati-hati mereka putih.

Disebutkan dalam sebuah hadits:

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنهُ قَالَ: كَانَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِـيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ يُقَالَ لَهُ جُلَيْبِيبُ فِي وَجْهِهِ دَمَامَةٌ فَعَرَضَ عَلَيهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ التَّزْوِيْـجُ فَقَالَ: إِذًا تَـجِدُنِـي كَاسِدًا فَقَالَ: غَيْـرُ أَنَّكَ عِنْدَ اللهِ لَسْتَ بِكَاسِدٍ

Artinya:

“Dari Anas radiallahu’anhu ia berkata: ada seorang laki-laki dari sahabat Nabi yang di kenal dengan nama Julaibib ia adalah seorang yang berwajah buruk maka Rasulullah memeluknya lalu bertanya kepada Julaibib mengapa kamu tidak menikah? Maka Julaibib menjawab: Siapa yang akan menikahkannya denganku sedangkan aku murahan. Nabi berkata: Akan tetapi di sisi Allah kamu sangatlah mahal.”  [4]

Dalam sebuah hadits disebutkan:

عَنْ أَبِـي بَرْزَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ فِي مَغْزًى لَهُ فَأَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَقَالَ لِأَصْحَابِهِ هَلْ تَفْقِدُونَ مِنْ أَحَدٍ قَالُوا نَعَمْ فُلَانًا وَفُلَانًا وَفُلَانًا ثُـمَّ قَالَ هَلْ تَفْقِدُونَ مِنْ أَحَدٍ قَالُوا نَعَمْ فُلَانًا وَفُلَانًا وَفُلَانًا ثُـمَّ قَالَ هَلْ تَفْقِدُونَ مِنْ أَحَدٍ قَالُوا لَا قَالَ لَكِنِّـي أَفْقِدُ جُلَيْبِيبًا فَاطْلُبُوهُ فَطُلِبَ فِي الْقَتْلَى فَوَجَدُوهُ إِلَى جَنْبِ سَبْعَةٍ قَدْ قَتَلَهُمْ ثُـمَّ قَتَلُوهُ فَأَتَى النَّبِـيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَقَفَ عَلَيْهِ فَقَالَ قَتَلَ سَبْعَةً ثُـمَّ قَتَلُوهُ هَذَا مِنِّـي وَأَنَا مِنْهُ هَذَا مِنِّـي وَأَنَا مِنْهُ قَالَ فَوَضَعَهُ عَلَى سَاعِدَيْهِ لَيْسَ لَهُ إِلَّا سَاعِدَا النَّبِـيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَحُفِرَ لَهُ وَوُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَلَـمْ يَذْكُرْ غَسْلًا

Artinya:

“Abu Barzah bahwa pada suatu ketika Rasulullah dan kaum muslimin bertempur melawan musuh hingga memperoIeh harta rampasan perang. Usai pertempuran, Rasulullah bertanya kepada para sahabat, “Apakah kalian kehilangan seorang sahabat kalian?” Para sahabat menjawab, “Ya. Kami telah kehilangan fulan, fulan, dan fulan. “Rasulullah bertanya lagi, “Apakah kalian kehilangan seorang sahabat kalian?” Para sahabat menjawab, “Ya, kami telah kehilangan Fulan, fulan, dan fulan. ‘Sekali lagi Rasulullah bertanya, “Apakah kalian merasa kehilangan seorang dari sahabat kalian?” Para sahabat menjawab, “Ya, Kami telah kehilangan fulan, fulan dan fulan. “Kemudian Rasulullah melanjutkan pernyataannya dan berkata, “Tapi aku sungguh telah kehilangan Julaibib. Oleh karena itu, tolong cari di manakah ia?” Lalu para sahabat berupaya mencari jasad Julaibib di tengah-tengah korban pertempuran. Akhirnya mereka menemukan jasadnya di sebelah tujuh orang kafir yang telah dibunuhnya, hingga ia sendiri gugur sebagai syahid di tangan orang-orang kafir. Tak lama kemudian Rasulullah mendatangi mayat Julaibib dan berdiri di atasnya seraya berkata, “Sesungguhnya Julaibib telah membunuh tujuh orang kafir dan mereka membunuhnya. Julaibib ini termasuk dalam kelompokku dan aku termasuk dalam kelompoknya. Julaibib ini termasuk dalam kelompokku dan aku termasuk dalam kelompoknya.” Abu Barzah berkata, “Kemudian Rasulullah meletakkan mayat Julaibib di atas kedua Iengannya. Tidak ada alas bagi jasad Julaibib kala itu selain kedua lengan Rasulullah. Lalu para sahabat menggali kubur untuk jasad Julaibib dan dimasukkan ke dalamnya serta tidak disebutkan tentang mandi.” [5]

Dalam sebuah hadits disebutkan:

عَنْ أَبِـي بَرْزَةَ أَنَّ جُلَيْبِيبًا كَانَ مِنْ الْأَنْصَارِ وَكَانَ أَصْحَابُ النَّبِـيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ لِأَحَدِهِمْ أَيِّـمٌ لَـمْ يُزَوِّجْهَا حَتَّى يَعْلَمَ أَلِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهَا حَاجَةٌ أَمْ لَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ لِرَجُلٍ مِنْ الْأَنْصَارِ زَوِّجْنِـي ابْنَتَكَ فَقَالَ نِعِمَّ وَنُعْمَةُ عَيْـنٍ فَقَالَ لَهُ إِنِّـي لَسْتُ لِنَفْسِي أُرِيدُهَا قَالَ فَلِمَنْ قَالَ لِـجُلَيْبِيبٍ قَالَ حَتَّى أَسْتَأْمِرَ أُمَّهَا فَأَتَاهَا فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَـخْطُبُ ابْنَتَكِ قَالَتْ نِعِمَّ وَنُعْمَةُ عَيْـنٍ زَوِّجْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّهُ لَيْسَ يُرِيدُهَا لِنَفْسِهِ قَالَتْ فَلِمَنْ قَالَ لِـجُلَيْبِيبٍ قَالَتْ حَلْقَى أَجُلَيْبِيبٌ ابْنَهْ مَرَّتَيْـنِ لَا لَعَمْرُ اللَّهِ لَا أُزَوِّجُ جُلَيْبِيبًا قَالَ فَلَمَّا قَامَ أَبُوهَا لِيَأْتِـيَ النَّبِـيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ الْفَتَاةُ لِأُمِّهَا مِنْ خِدْرِهَا مَنْ خَطَبَنِـي إِلَيْكُمَا قَالَتْ النَّبِـيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ فَتَـرُدُّونَ عَلَى النَّبِـيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمْرَهُ ادْفَعُونِـي إِلَى النَّبِـيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّهُ لَا يُضَيِّعُنِـي فَأَتَى أَبُوهَا النَّبِـيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ شَأْنَكَ بِـهَا فَزَوَّجَهَا جُلَيْبِيبًا فَبَيْنَمَا النَّبِـيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَغْزًى لَهُ وَأَفَاءَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَلَيْهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ تَفْقِدُونَ مِنْ أَحَدٍ قَالُوا نَفْقِدُ فُلَانًا وَنَفْقِدُ فُلَانًا فَقَالَ النَّبِـيُّ لَكِنِّـي أَفْقِدُ جُلَيْبِيبًا فَانْظُرُوهُ فِي الْقَتْلَى فَنَظَرُوهُ فَوَجَدُوهُ إِلَى جَنْبِ سَبْعَةٍ قَدْ قَتَلَهُمْ ثُـمَّ قَتَلُوهُ قَالَ فَوَقَفَ النَّبِـيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ قَتَلَ سَبْعَةً ثُـمَّ قَتَلُوهُ هَذَا مِنِّـي وَأَنَا مِنْهُ ثُـمَّ حَـمَلَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى سَاعِدَيْهِ مَا لَهُ سَرِيرٌ غَيْـرَ سَاعِدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى حُفِرَ لَهُ ثُـمَّ وَضَعَهُ فِي لَـحْدِهِ وَمَا ذَكَرَ غُسْلًا

Artinya:

“Dari Abu Barzah bahwa Julaibib, sudah menjadi tradisi seorang lelaki Anshar dan para sahabat Nabi, apabila mereka mempunyai anak perempuan menjanda, maka mereka tidak menikahkan puterinya sehingga Rasulullah menyebutkan hajatnya atau tidak. Suatu hari Rasulullah bersabda kepada seorang lelaki Anshar, “Nikahkanlah aku dengan anak perempuanmu!” Lalu ia menjawab, “Silakan, itu kehormatan dan kemuliaan buatku.” Lalu beliau bersabda, “Sungguh aku menginginkannya bukan untukku. “Lalu ia bertanya, “Lalu untuk siapa wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Untuk Julaibib.” Ia mengatakan, “Wahai Rasulullah, aku akan bermusyawarah dulu dengan ibunya.” Lalu ia mendatangi istrinya dan mengatakan padanya, “Rasulullah hendak menikahi putrimu.” Istrinya menjawab, “Sungguh kehormatan dan kemuliaan buatku. “Suaminya berkata, “Tetapi bukan untuk beliau, beliau melamarkan untuk Julaibib. “Istrinya berkata, “Apakah Julaibib itu anaknya, apakah Julaibib itu anaknya, apakah Julaibib itu anaknya? (ia mengulanginya dua kali), demi Allah, jangan kau nikahkan putrimu dengan Julaibib. “Ketika ia bangun dan hendak melaporkan keputusan istrinya kepada Rasulullah, puterinya berkata, “Siapa yang meminangku kepada kalian?” Lalu ibunya mengabarkannya. Lalu puterinya itu berkata, “Apakah kalian hendak menolak perintah Rasulullah? Relakanlah aku sungguh beliau tidak akan menyengsarakan aku. “Lalu datanglah ayahnya kepada Rasulullah dan mengabari beliau, ia berkata, “Nikahkanlah ia!” Lalu Rasulullah menikahkannya dengan Julaibib. Ia Abu Barzah berkata, Lalu Rasulullah berangkat untuk berperang hingga peperangan usai dan semua atas kehendak Allah, lalu beliau bersabda pada para sahabatnya, “Apakah kalian kehilangan seseorang ?” Mereka menjawab, “Kami kehilangan Fulan, kami kehilangan si fulan.” Beliau bersabda, “Lihatlah, apakah kalian kehilangan seseorang?” Mereka menjawab, “Tidak.” Lalu Rasulullah bersabda, “Tetapi aku kehilangan seseorang, aku kehilangan Julaibib, carilah ia di antara orang-orang yang telah gugur.” Ia berkata, “Lalu mereka mencarinya dan berhasil menemukannya diantara tujuh orang musuhnya yang berhasil ia bunuh kemudian mereka membantainya.” Lalu mereka berkata, “Wahai Rasulullah, ini dia diantara tujuh orang yang mati, mereka berhasil ia bunuh lalu mereka membunuhnya.” Lalu datanglah Rasulullah dan berdiri di dekatnya seraya bersabda, “Ia telah membunuh tujuh orang lalu mereka membunuhnya, ia adalah bagianku dan aku dari golongannya.” Lalu Rasulullah memanggulnya dan beliau menguburkannya yang tiada tumpuan kecuali pundak Rasulullah hingga beliau letakkan di liang lahatnya dan tidak disebutkan bahwa ia dimandikan.” [6]

Betapa tinggi nilai seseorang bukan karena rupa dan kekayaan tetapi seseorang menjadi bernilai tinggi karena ketakwaan dia di sisi Allah. At-Thobari rahimahullah ketika menafsirkan surah Al Hujurat ayat ke 13 beliau berkata: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian wahai manusia adalah yang paling tinggi takwanya pada Allah, yaitu dengan menunaikan berbagai kewajiban dan menjauhi maksiat. Bukanlah yang paling mulia dilihat dari rumahnya yang megah atau berasal dari keturunnan yang mulia.” [7]

Demikian gambaran para Sahabat Nabi dalam hal kasih sayang mereka terhadap saudara-saudara mereka seiman dan berharap surga Allah yang kekal abadi penuh dengan kenikmatan. Semoga kita dapat meneladani mereka dengan baik dan dipertemukan di surga-Nya. Aamiin.

Bersambung . . .

MARAJI’:

  1. Al-Qur’anul Karim
  2. Beberapa Kitab Hadits
  3. Obat Penawar Hati, karya Syeikh Mustofa Al ‘Adawi

[1] Hadits riwayat Bukhori No. 1461 dan Muslim No. 998

[2] Hadits riwayat Ahmad No. 12025

[3] Hadits riwayat Muslim No. 2564 Ibnu Majah No. 4133, dan Ahmad No. 7493, 10537

[4] Hadits riwayat Ahmad No. 12187

[5] Hadits riwayat Muslim No. 2472

[6] Hadits riwayat Ahmad No. 18971

[7] Tafsir Ath Thobari 386

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.