KIAT-KIAT HIJRAH DARI KEMAKSIATAN DAN ISTIQOMAH DALAM KETAATAN

Kiat-kiat istiqomah dalam ketaatan

 

KIAT-KIAT HIJRAH DARI KEMAKSIATAN DAN ISTIQOMAH DALAM KETAATAN-Pada artikel yang telah lalu kita membahas tentang berhati-hati dari mujaharah (terang-terangan berbuat dosa), pada artikel kali ini penulis akan membahas tentang:

  • Taubat yang Tulus dan Jujur

Allah Subhanahu Wata’ala maha pengasih kepada para hamba-Nya dan Dia Maha Mengetahui mereka berikut tabiat mereka. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

ألا يعلم من خلق وهو اللطيف الخير

Artinya: “Apakah (pantas) Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui?dan Dia Maha lembut lagi Maha teliti[1]

Allah Subhanahu Wata’ala mengetahui bahwa manusia itu telaplah manusia, meskipun mereka mencapai puncak ketaqwaan,keshalihan dan kewara’an. Mereka pasti akan melakukan sebagian apa yang diharamkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Oleh karna itu Allah membuka pintu taubat bagi hamba-hamba-NYa dan menyeru mereka menuju ke sana, sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu Wata’ala:

و توبوا إلى الله جميعا أيه المؤمنون لعلكم تفلحون

Artinya: “dan bertaubatlah kalian semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian beruntung.”[2]

Saudara-saudariku yang mulia…

Pembicaraan mengenai taubat sangatlah panjang dan para ulama telah membahas secara panjang lebar. Tetapi saya akan menyinggung secara singkat yang menurut saya anda perlu mengingatnya.

  1. Kegembiraan Allah dengan Taubat Hamba-Nya

Masalahnya tidak berhenti sebatas ajakan kepada taubat, janji di terimanya taubat, dan anjuran untuk melakukannya. Padahal ini saja sudah cukup memotifasi dan mendorong seorang muslim untuk melakukan hal itu. Bahkan lebih dari itu, Allah Subhanahu Wata’ala mencintai hamba-Nya yang bertaubat dan bergembira kepadaNya.

Diriwayatkan secara  shahih dalam Ash-Shahihaini dari Rasullah Shallallahu Alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda:

لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يَتُوبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضِ فَلاَةٍ فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ فَأَيِسَ مِنْهَا فَأَتَى شَجَرَةً فَاضْطَجَعَ فِى ظِلِّهَا قَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَبَيْنَا هُوَ كَذَلِكَ إِذَا هُوَ بِهَا قَائِمَةً عِنْدَهُ فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ اللَّهُمَّ أَنْتَ عَبْدِى وَأَنَا رَبُّكَ.أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ

Artinya: “Sesungguhnya Allah sangat gembira dengan taubat hamba-Nya ketika ia bertaubat pada-Nya melebihi kegembiraan seseorang di antara kalian yang berada di atas kendaraannya dan berada di suatu tanah yang luas (padang pasir), kemudian hewan yang ditungganginya lari meninggalkannya. Padahal di hewan tunggangannya itu ada perbekalan makan dan minumnya. Sehingga ia pun menjadi putus asa. Kemudian ia mendatangi sebuah pohon dan tidur berbaring di bawah naungannya dalam keadaan hati yang telah berputus asa. Tiba-tiba ketika ia dalam keadaan seperti itu, kendaraannya tampak berdiri di sisinya, lalu ia mengambil ikatnya. Karena sangat gembiranya, maka ia berkata, ‘Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Rabb-Mu.’ Ia telah salah mengucapkan karena sangat gembiranya.” [3]

Beberapa faedah dari hadits di atas:

1- Allah begitu menyayangi hamba yang bertaubat.

2- Hadits ini memotivasi kita untuk banyak bertaubat pada Allah.

3- Sesuatu yang keliru yang dilakukan tidak disengaja tidaklah terkena hukuman. Seperti jika seseorang keliru mengatakan, ‘Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Rabb-Mu.’ Ini adalah kalimat kufur namun diucapkan dalam keadaan keliru, tidak disengaja.

4- Hendaklah kita mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang selalu menjelaskan sesuatu dengan contoh untuk semakin memperjelas sesuatu.

5- Pasrah pada ketentuan Allah mendatangkan kebaikan dan keberkahan. Karena laki-laki yang dikisahkan dalam hadits di atas telah berputus asa dari hilangnya hewan tunggangannya, lantas Allah pun mengembalikan hewan tunggangannya.

6- Bolehnya bersumpah untuk menguatkan perkataan pada suatu hal yang ada maslahat.

7- Allah memiliki sifat (farh) yaitu bergembira yang sesuai dengan keagungan Allah Ta’ala.

8- Hadits ini menunjukkan dorongan untuk mengintrospeksi diri.

Semoga faedah singkat ini bermanfaat. Semoga Allah menjadikan kita hamba yang gemar untuk bertaubat.

Al-Allamah Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata:

“ Apa dugaanmu terhadap kekasihmu yang engkau cintai yang ditawan oleh musuhmu dan dia menghalangi antara engkau dengannya. Padahal engkau tahu bahwa musuh tersebut akan menimpakan siksa yang pedih dan memberikan berbagai bencananya, sedangkan engku ini lebih pantas bersamanya, karena dia adalah tanamanmu dan hasil didikanmu. Kemudian dia lepas dari musuh dan menemuimu tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Bukankah itu mengejutkanmu, sementara dia berada didepan pintumu merayumu, meminta kerelaanmu, meminta tolong kepadamu, menyungkurkan wajahnya didepan pintumu. Bagaimana rasa gembiramu dengannya, sementara engkau mengistimewakannya untuk dirimu, engkau rela dia berada didekatmu, dan engkau lebih mementingankannya dari pada selainnya?”

Demikianlah keyataannya, padahal bukan engkau yang mengadakan dan menciptakannya serata mencukupkan nikmatmu kepadanya . sementara  Allah ﷻ Dialah yang mengadakan, menciptakan, dan membentuk hamba-Nya serta mencukupkan kenikmatan kepadaya. Dan Dia senang menyempurnakan nikmat-Nya itu kepadanya sehingga dia dapat menampakkan nikmat-Nya, menerimaya, mensyukurinya, mencintai pemiliknya, mentaati-Nya dan menyembah-Nya serta memusuhi musuh-Nya, membencinya dan tidak mematuhinya.

Betapa indahnya kisah yang dikemukakan oleh Ibnu Qoyyim rahimahullah dalam Madarij As-salikin, dimana beliau berkata: “ini adalah hikayat yang masyhur dari sebagian orang-orang arif bahwa ia pernah lari dan kabur dari tuannya. Kemudian dia melihat disebuah jalan ada pintu rumah terbuka. Keluarlah dari pintu seorang bocah yang sedang meminta tolong dan menangis, dan ibunya berada dibelakangnya mengusirnya sehingga bocah itu keluar. Sang ibu lalu menutup pintu dihadapannya lantas masuk kembali. Bocah itupun pergi tidak jauh dari rumahnya, kemudian dia berhenti dalam keadaan berfikir. Dia tidak menemukan tempat tinggal selain rumah tempat dia diusir darinya. Dia juga tidak menemukan orang yanag mengurusnya selain  ibunya. Akhirnya dia kembali dengan yang menyesal lagi sedih, ternyata dia melihat pintu dalam keadaan tertutup kemudian dia berbaring sembari meletakkan pipinya diambang pintu lalu tertidur. Kemudian ibunya keluar dan ketika ibunya melihat si bocah dalam keadaan seperti itu, ibu tak dapat menahan diri untuk menghampirinya. Dipeluknya anak itu dan diciumnya. Dia menangis seraya berkata: ‘wahai anakku, kemana kamu mau pergi dariku? Siapakah yang merawatmu selainku? Bukankah telah aku katakan kepadamu jangan menyelisihiku dan jangan melakukan pelanggaran terhadapku sehingga aku melakukan sesuatu yang berbeda dengan apa yang sudah digariskan kepadaku berupa kasih sayang, belas kasih, dan maksud baikku kepadamu?’ kemudian sang ibu menggendongnya dan masuk rumah.

Renungkanlah! Perkataan sang ibu: “janagan melakukan pelanggaran  terhadapku sehingga aku melakukan sesuatu yang berbeda dengan apa yang sudah digariskan kepadaku berupa kasih sayang, belas kasih …” dan renungkanlah! Perkataan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam:

الله أرحم بعباده من الوالدة بولدها

Artinya: “Allah benar-benar lebih sayang kepada hamba-hambanNya dari pada (rasa sayang) seorang ibu kepada anaknya”  (shahih, HR. Bukhari)

Apalah artinya kasih sayang ibu dibandingkan kasih sayang Allah yang meliputi segala sesuatu? Jika seorang hamba membuatnya marah karena kemaksiatan kepadanya berarti mengundang larinya rahmat tersebut darinya. Jika dia bertaubat kepadanya, maka berarti mengundang apa yang layak baginya dan pantas dia dapatkan (rahmat Allah). Ini adalah sekelumit kecil yang memberikan gambaran kepada anda mengenai kegembiraan Allah terhadap taubat hambanya yang lebih besar dari pada kegembiraan orang yang menemukan kendaraan di tanah yang tandus setelah putus asa. Dan lain sebagainya yang tidak dapat dicakup oleh kata-kata dan tidak dapat dicapai oleh akal pikiran.

  1. Segera Bertaubat dari Kemaksiatan

Ketika anda jatuh dalam kemaksiatan dan melakukannya, maka segeralah bertaubat dan bergerak cepatlah untuk melakukannya.  Janganlah menunda-nunda dan mengakhir-akhirkan taubat, sebab umur itu ditangan Allah. Tahukah kamu seandainya kamu dipanggil untuk berangkat, maka kamu harus memenuhi panggilan itu dan kamu harus meninggalkan dunia ini dan datang menghadap Allah dalam keadaan berdosa dan bermaksiat?

Kemudian menunda-nunda dan mengakhir-akhirkan taubat adakalanya menyebabkan diteruskannya dosa dan rela dengan kemaksiatan tersebut. Jika sekarang kamu mempunyai motivasi untuk bertaubat dan dorongan untuk menahan diri dari kemaksiatan, maka bisa jadi datang saat dimana kamu mencari motivasi tersebut, dan kamu juga berusaha menghadirkan dorongan tersebut, tetapi ia tak kunjung muncul kepada kamu.

Orang yang mengenal Allah menilai sikap menunda-nunda taubat itu merupakan Allah dosa yang lain yang harus bertaubat darinya. Al-Allamah Ibnu Qoyyim mengatakan: “Bersegera bertaubat dari dosa ialah kewajiban yang harus segera di tunaiKan dan tidak boleh ditunda-tunda. Kapan saja seseorang menunda-nundanya maka dia telah bermaksiat dengan penundaan tersebut. Jika dia bertaubat dari dosa, maka dia harus melakukan taubat yang lainnya, yaitu bertaubat karena menunda-nunda taubat tersebut. Jarang sekali ini terlintas dibenak orang yang bertaubat. Bahkan baginya apabila sudah bertaubat dari dosa, maka sudah tidak ada sesuatu yang lain yang wajib atasnya, padahal dia masih harus bertaubat karena menunda-nunda taubat tersebut.

  1. Rendahkanlah Dirimu Dihadapan Tuhanmu

Para pelaku kemaksiatan pada umumnya mengetahui bahwa ia terjerumus dalam kemaksiatan kepada Allah dan bahwa taubat wajib baginya. Tetapi siapa diantara mereka yang mengagungkan Allah dengan sebenarnya, takut kepaada-Nya dan merendahkan diri dihadapan-Nya?

Memang mengherankan diri kita ini. Kita menikamati lezatnya kemaksiatan dan syahwatnya serta kita berkutat dalam lumpurnya. Setelah itu kita bertaubat, tetapi taubat kita tidak lebih sekitar istigfar dengan lisan, sementara kita lalai dan lengah. Oleh karena itu, orang yang bertaubat, selama ia tidak senantiasa berada dalam “mihrab” taubat, meniti jalan orang-orang yang khusu’, dan tunduk kepada Tuhan-Nya, maka hendaklah dia meninjau kembali kebenaran taubatnya.

Aspek ini mana mungkin dilalaikan oleh Ibnul Qoyyim Rahimahullah, oleh itu, beliau berkata: “Diantara konsekuensi taubat yang benar ialah kesedihan khusus yang terjadi pada hati yang tiada sesuatupun yang menyerupainya dan tidak pula terdapat pada diri selain orang yang berdosa. Ia tidak dapat diraih denga lapar dan latihan dan tidak pula sekedar cinta saja. Rahasia dibalik itu semua adalah hati yang menangis dihadapan Allah secara sempurna yang meliputi seluruh aspek dirinya dan bersungkur dihadapan Allah dengan ketundukan dan kekhusu’an, seperti ihwal hamba yang lari dari tuannya, lalu ia ditangkap dan dihadirkan di dahapannya. Dia tidak menemukan orang yang dapat menyelamatkannya dari silksa-Nya. Dia tidak melihat adanya peluang untuk lari darinya, sangat butuh kepadanya dan tidak mendapatkan tempat berlari darinya. Dia tahu bahwa kehidupannya, kebahagiaannya, keberuntungannya dan kesuksesannya berada dalam ridhonya kepadanya. Dia mengetahui bahwa tuannya mengetahui seluruh aspek kehidupannya. Ini disertai dengan sangat cintanya dia kepada tuannya, sangat butuh kepadanya, dan pengetahuannya akan kelemahan dirinya dan kekuatan tuannya, kehinaan dirinya dan kemuliaan tuannya. Karena berbagai keadaan tersebut, berhimpunlah tangisan penyesalan,kehinaan dan ketundukan yang bermanfaat bagi seorang hamba. Betapa besar manfaat semua itu yang kembali kepadanya, betapa tertutupi kesalahannya dengan semua itu, dan betapa dekat dia dengan semua itu kepada tuannya.

Tidak ada sesuatupun yang lebih dicintai tuannya dari pada kesedihan, ketundukan, perendahan diri, kekhusu’an bersungkur dihadapannya, dan berserah diri kepadanya. Demi Allah, sungguh manis ucapan seorang dalam kondisi ini: “Aku memohon kepada-Mu dengan kemulian-Mu, sedangkan aku hina kecuali bila Engkau merahmatiku. Aku memohon kepada-Mu dengan kekuatan-Mu sedangkan aku lemah, dengan sifat tidak butuhnya Engkau kepadaku, sementara aku selalu butuh kepadaMu. Inilah ubun-ubunku yang berdusta lagi berdosa ada dihadapan-Mu. Hamba-hambamu banyak dan aku tidak punya tuan selain-Mu. Tidak ada tempat berlindung dan menyelamatkan diri dari-Mu kecuali kepada-MU. Aku memohom kepada-Mu dengan permintaan orang yang perlu di kasihani. Aku meminta kepada-Mu dengan permintaan orang yang lehernya ketakutan lagi buta, permintaan orang yang lehernya tunduk kepada-Mu, hidung bersungkur kepada-Mu, air matanya mengalir karena-Mu, dan hatinya tunduk kepada-Mu.’

Perkara-perkara diatas merupakan contoh-contoh yang termasuk perkara taubat yang terima. Barangsiapa tidak mendapatkan hal itu dalam hatinya maka hendaklah dia meragukan taubatnya dan membetulkannya kembali. Memang betapa sulitnya merealisasikan taubat yang benar, dan betapa mudah mengucapkannya dengan lisan dan sekedar mengklem saja. Tidak ada terapi yang lebih berat bagi orang yang jujur dari pada taubat yang murni lagi jujur dan tidak ada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah.  Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa kembali kepada jalan yang Dia ridhoi Aamiin…

      Bersambung….

REFRENSI:

Diringkas dari kitab: Kiat-Kiat Hijrah dari Kemaksiatan dan Istiqomah dalam Ketaatan

Karya: Muhammad bin Abdullah ad-Duwaisy

Cetakan 1: 1415 Hijriah

e: Darul Haq

Diringkas oleh: Anggun Paramita Farhah

Status: Pengajar Darul Qur’an wal Hadits

[1] Q.S Al mulk:14

[2] Q.s An-Nur:31

[3] HR. Muslim no. 2747

Baca juga artikel:

Pandailah Mengendalikan Lidahmu

Indahnya Berbaik Sangka Kepada Allah

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.