Kesalahan dalam Berdoa–Bismillahirrahmanirrahim, Segala puji hanya milik Allah semata, kita memuji, memohon pertolongan, meminta ampunan dan bertaubat. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri dan keburukan amal perbuatan. Barangsiapa yang ditunjuki Allah, maka tiada yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang bersaksi bahwa tiada yang dapat menunjukinya. Aku beraksi tiada sekutu bagiNya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi yang tidak ada lagi Nabi setelahnya. Amma ba’du.
BERDOA KEPADASELAIN ALLAH
Di beberapa tempat banyak orang mengaku beragama
Islam, tetapi mereka berdoa kepada selain Allah baik kepada benda-benda hidup maupun yang mati seperti para nabi, para wali dan semisalnya. Mereka mengajukan berbagai macam permohonan agar terhindar dari mara bahaya dan agar dipenuhi berbagai kebutuhan mereka. Perbuatan tersebut jelas syirik besar dan jika pelakunya meninggal sebelum bertaubat, maka ia kekal di Neraka. Karena doa adalah ibadah dan menujukan ibadah kepada selian Allah adalah syirik besar sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَلَا تَدْعُ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِن فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا لمَِنَ الظَّالِمِينَ
Artinya: “Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi madharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim”. (QS. Yunus: 106).
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya tentang orang yang berziarah kubur dan bertawassul dengan para penghuninya?.
Beliau menjawab: Apabila berziarah kubur untuk memohon dan ber-taqarrub serta mempersembahkan sembelihan kepada penghuninya, nadzar dan beristigatsah dengannya, maka demikian itu termasuk perbuatan syirik besar, begitu pula permohonan yang ditujukan kepada para wali baik yang masih hidup atau mati dan mereka berkeyakinan bahwa para wali tersebut bisa memberi manfaat atau madharat dan bisa mengabulkan permohonan serta memberi kesembuhan kepada orang yang sakit, maka perbuatan tersebut adalah syirik, semoga Allah melindungi kita darinya. Perbuatan tersebut juga menyerupai perbuatan orang-orang musyrik terdahulu yang menjadikan patung Latta, Uzza, sebagai tuhan-tuhan selain Allah.
Seharusnya para pemimpin di negeri Islam menegakkan hukum Allah; menindak tegas dan menghentikan segala macam perbuatan syirik serta menghancurkan setiap tempat kesyirikan seperti bangunan kuburan sebab bangunan tersebut disamping Har juga menjadi penyebab kemusyrikan.
MEMOHON KEPADA ALLAH DENGAN KEDUDUKAN PARA NABI ATAU ORANG SHALIH
Lajnah Da’imah lil Ifta ditanya: “Apakah boleh seseorang memohon kepada Allah dengan perantara para nabi dan orang-orang shalih, sebab di antara para ulama ada yang membolehkan, karena doa tersebut tetap ditujukan kepada Allah dan sebagian mereka ada yang melarangnya. Bagaimanakah hukum Islam dalam masalah ini?”
Jawab:
Wali adalah setiap orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah dengan mengerjakan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ. الَّذِينَءَامَنُواوَكَانُوايَتَّقُونَ
Artinya: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus: 61-62).
Macam-macam tawassul kepada Allah dengan perantara wali-waliNya:
Pertama: Seseorangbertawassul dengan doa seorang wali yang masih hidup, dengan doa wali tersebut Allah meluaskan rizkinya atau memberi kesembuhan, hidayah dan taufik atau semisalnya. Sebagaimana yang dilakukan para sahabat tatkala hujan tak kunjung datang, mereka bertawassul kepada Rasulullah untuk memohon agar turun
Hujan, seketika itu beliau memohon kepada Allah supaya menurunkan hujan. Tidak lama kemudian doa beliau dikabulkan oleh Allah dan turunlah hujan dengan lebat.
Contoh lain para sahabat yang bertawassul kepada Abbas di zaman Khalifah Umar bin Khattab meminta agar beliau berdoa kepada Allah untuk memohon diturunkan hujan. Lalu Abbas bin Abu Thalib berdoa kepada Allah yang diamini para sahabat.
Bertawassul dengan doa orang shalih yang masih hidup untuk mendatangkan manfaat atau menghilangkan madharat sering terjadi pada zaman Rasulullah dan para sahabat.
Kedua: Bertawassul kepada Allah dengan perantara
Cinta kepada Nabi dan mengikutinya atau cinta kepada para wali dengan mengucapkan: “Ya Allah dengan perantara kecintaan dan ketaatanku kepada NabiMu atau kecintaanku kepada para walimu, maka kabulkanlah permintaanku.
Demikian itu boleh karena termasuk tawassul dengan amal shalih sebagaimana tawassulnya orang-orang yang terperangkap di dalam goa lalu mereka bertawassul kepada Allah dengan amal shalih mereka masing-masing.
Ketiga: Bertawassul kepada Allah dengan perantara
Kedudukan para nabi dan para wali dengan mengucapkan: Ya Allah saya bertawassul kepadaMu dengan perantara kedudukan para nabi atau kedudukan Husain, maka kabulkanlah permintaanku. Meskipun kedudukan para nabi dan wali sangat agung khususnya Nabi Muhammad, akan tetapi kedudukan tersebut bukan menjadi penyebab terkabulnya doa. Oleh sebab itu tatkala Nabi telah wafat, maka para sahabat tidak bertawassul dengan kedudukan Nabi akan tetapi datang kepada paman beliau yang masih hidup untuk berdoa kepada Allah agar diturunkan hujan.
Padahal kedudukan Nabi adalah sangat tinggi dan mulia di atas mereka, akan tetapi tidak ada satu sahabat pun yang bertawassuldengan kedudukan Nabi setelah wafatnya. Sementara mereka adalah generasi umat terbaik yang paling tahu tentang kedudukan beliau dan generasi yang sangat mencintainya.
Keempat: Berdoa kepada Allah dengan bertawasul dan bersumpah dengan kedudukan para wali atau para nabi seperti ucapan mereka: Ya Allah demi kedudukan para waliMu atau para nabiMu, kabulkanlah permintaanku. Hal tersebut dilarang karena bersumpah dengan makhluk untuk makhluk saja tidak boleh apalagi bersumpah dengan makhluk untuk khalik (Pencipta). Tidak ada keharusan untuk bersumpah dengan kedudukan para wali dengan anggapan mereka lebih dekat kepada Allah. Inilah penjelasan yang sesuai dengan dalil-dalil dan sangat relevan dengan tujuan untuk menjaga kemurnian aqidah dari kesyirikan.”
Faedah:
Tujuan meminta doa dari seseorang yang mustajab doanya adalah memohon manfaat untuk orang yang dimintakan dan orang yang meminta. Sebab orang yang mendoakan orang lain dari tempat yang jauh, para malaikat pasti berkata kepadanya: Bagimu kebaikan seperti yang kamu mintakan untuknya. Sebaiknya tujuan meminta doa bukan hanya untuk kemanfaatan bagi yang meminta saja, sebab dapat merendahkan kehormatannya meskipun hal itu dibolehkan.
BURUK SANGKA KEPADA ALLAH
Berburuk sangka kepada Allah merupakan bukti kelemahan iman dan bodohnya seseorang terhadap hak Allah serta tidak memberi pengagungan kepadaNya dengan sebaik-baik pengagungan. Sebagian orang menyangka Allah sebagaimana menyangka makhluk, bahwa Allah tidak akan mampu mengabulkan segala keinginannya sehingga dia tidak memohon kepada Allah kecuali sedikit sekali. Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka sangka. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata: “Jadilah”, maka terjadilah. Dia Maha Mulia memberi segala sesuatu kepada semua hambaNya hingga kepada hamba yang durhaka sekalipun. Sebaiknya seseorang harus berbaik sangka kepada Allah dan memohon kepadaNya segala sesuatu serta jangan menganggap ada sesuatu yang sulit bagi Allah. Allah Maha Kuasa mengabulkan permohonan hambaNya.
Sebuah hadits dari Abu Dzar bahwasanya Nabi nersabda:
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى يَا عِبَادِي لَوْ أَن أَولَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِي فَأَعْطَيْتُ كُلِّ إِنْسَانِ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِي إِلا كَمَا يَنْقُصُ الْمِخيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ.
Artinya: “Allah berfirman Wahai hambaku seandainya orang terdahulu dan sekarang baik dari jin maupun manusia berkumpul di satu tempat, kemudian mereka semua memohon kepadaku dan Aku kabulkan seluruh permohonan mereka, maka demikian itu tidak mengurangi sama sekali perbendaharaanKu melainkan seperti berkurangnya air laut tatkala jarum dicelupkan kedalamnya”. (HR. Muslim dalam shahihnya)
Dari Aisyah bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
إِذَا تَمَنَّى أَحَدُكُمْ فَلْيُكْثِرْ فَإِنَّمَا يَسْأَلُ رَبَّهُ
Artinya: “Berharaplah yang banyak karena sesungguhnya kamu meminta kepada Tuhanmu.” (HR. Al-Baghawi).
Imam Al-Baghawi Rahimahullah berkata bahwa maksudnya adalah
Berharap dalam hal yang mubah baik tentang urusan dunia atau akhirat. Hendaknya setiap keluhan, permohonan dan harapan diajukan kepada Allah sebagaimana firmanNya:
وَسْتَلُوا اللَّهَ مِن فَضْلِهِ
Artinya: “Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya. “ (QS. An-Nisa’: 32).
Bukan berarti kita boleh berharap mendapatkan harta atau nikmat orang lain dengan unsur hasad dan dengki. Jelas ini dilarang Allah, seperti firman Allah:
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ
Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain.” (QS. An-Nisa’: 32).
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ فَلْيُعَظَّمْ رَغْبَتَهُ فَإن الله عز وجل لا يتعاظم عليه شيء اعطاه.
Artinya: “Jikakalian berdo’a perbanyaklah keinginannya, sebab Allah tidak menganggap besar terhadap pemeberiannya.” (HR. Imam Ahmad)
Hadits di atas menurut al-Banna dalam kitab Fathur Rabbani bahwa setiap orang yang berdo’a harus disertai dengan permohonan yang sungguh-sungguh dan mengubah atau memohon sesuatu yang banyak lagi besar berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sebab Allah tidak menganggap besar terhadap pemberianNya”. Artinya sebesar apapun Allah pasti Akan mengabulkannya.
Referensi :
Kesalahan Dalam Berdo’a, Pustaka Darul Haq, cetakan ke IX, Sya’ban 1428 H / September 2007 M.
Diringkas oleh : Adzra Balqis (pengabdian ponpes DQH OKu Timur)
Baca juga artikel:
Leave a Reply