
ISTIQOMAH DI ATAS SUNNAH RASULULLAH – Syaikh Prof.Dr.Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili
Setelah menyampaikan rasa syukur kepada Allah dan solawat kepada Rasulullah, beliau menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang memiliki andil dan peran dalam pelaksanaan acara pengajian ini, baik yang amsuk dalam susunan anggota panitai maupun tidak, termasuk takmir masjid agung Karanganyar dan Mahad Imam Bukhari.
Tema yang dibahas merupakan tema yang sangat bagus dan sangat luas. Luas seluas pembahsan tentang Islam dan cabang-cabang keislman. Terlalu banyak penjabran para ulama tentang tema ini sehingga tidak memungkinkan kita untuk membahas semuanya dalam waktu yang singkat ini, namun saya akan coba menyampaikan beberpa poin penting terkait tema ini. Poin-poin yang saya maksud adalah:
-
Istiqomah di atas Sunnah Dalam Berdalil
Istiqomah di atas sunnah dalam berdalil dengan dalil-dalil syari adalah salah satu prinsip yang sangat vital dalam kehidupan seorang Muslim. Bahkan poin-poin berikutnya adalah cabang dari poin yang pertama ini.
Kita semua tau bahwa dalil-dalil syari yang kita pakai dalam beragama berdasarkan ijma para Ulama kita, yaitu ada tiga : Al-Quran, Sunnah dan ijma para Ulama kita. Ketiga sumber dalil ini telah disepakati oleh para Ulama kita sebagai prinsip dalam beragama. Diantara para Ulama yang telah sepakat tersebut adalah empat imam yang bermadzhab ahlus sunnah wal jamaah mulai dari Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hambal rahimahumullah
Pada urutan pertama , Berdalil dengan Al-Quran yang Allah turunkan kepad Nabi kita Muhammad. Urutan berikutnya, berdalil dengah Sunnah Nbai Muhammd yang suci, lalu urutan selanjutnya, berdalil dengan ijma para ulama. Dan ijam itu berdasarkan nash-nash dalam Al-Quran dan Sunnah, sebagaimana dijelaskan oleh Ulama kta bahwa setiap Ijma yang shahih {benar} psti berlandaskan pada dalil yang shahih pula. Jadi, diantara wujud keistiqomahannya seseoranh diatas Sunnah adalah keistiqomahannya dalam berdalil dengan Al-Quran, Sunnah dan Ijma para Ulama.
Ketika berdalil dengan Al-Quran, Sunnah dan Ijma, ada poin penting yang harus diperhatikan, yaitu keharusan mengembalikan pemahaman kita terhadap dalil-dalil itu kepada pemahaman as-Salafus shalih, yaitu para Sahabat Nabi Muhammad, para Tabiin, dan para Tabiut Tabiin. Karena kemampuan nalar masing-masing orang berbeda-beda dan daya tangkapnya juga bertingkat-tingkat. Sehingga istiqomah dalam masalah ini akan kita dapatkan manakala kita menggunakan pemahaman para as-salafush shalih dalam memahami nash-nash al-Quran dan hadits. Maka barang siapa yang ingin berdalil, maka hendaklah dia berdalil dengan ayat al-Quran atau hadits Nabi Muhammad lalu di harus mencari tahu tentang pemahaman para as-shalafush shalih terhadap ayat maupun hadits tersebut.
-
Istiqomah di atas Sunnah Dalam Berakidah
Istiqomah di atas sunnah dalam berakidah mencakup dua poin :
- Teguh pendiriannya untuk terus meyakini akidah yang benar berdasarkan dalil-dalil
- Tegar dalam menjauhkan dan membersihkan diri dari segala kebidahan dan pendapat-pendapat yang salah dalam masalah akidah
Masalah yang pertama, yaitu tegar di atas sunnah dalam meyakini akidah yang benar, maksudnya konsisten dalam meyakini rukun-rukun iman: Iman kepada Allah, Para Malaikat-Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada Rasuln-Nya, iman kepada hari akhir dan iman kepada taqdir yang baik maupun yang buruk.
Masalah yang kedua, tegar dalam berlepas diri atau menjaga diri dari keyakinan-keyakinan yang menyimpang dan menyelisihi nash-nash syar’iyyah.
Agama kita ini dibangun di atas dua pondasi. Yang pertama adalah menetapkan dan berpegang dengan kebenaran {al-haq}, dan yang kedua adalah menolak kebatilan.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:
لَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Artinya : “Dan sungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat {untuk menyerukan}, Beribadalah kalian kepada Allah {saja}, dan jauhilah taghut itu”. {QS.An-Nahl/ 16:36}
Beribadalah hanya kepada Allah menuntut adanya keyakinan atau akidah yang benar, sementara mengingkari taghut menuntut seseorang membebaskan dirinya dari semua jenis penyimpangan dalam akidah.
-
Istiqomah di atas sunnah dalam Beribadah kepada Allah
Pembicaraan tentang tema ini sangat luas, namun saya batasi pembicaraan pada dua poin saja. Jika seorang muslim memenuhi dua poin ini, berarti dia dianngap istiqomah di atas sunnah dalam beribadah , Dua poin itu adalah :
Pertama, dia beribadah kepada Allah dengan ibadah yang di syariatkan oleh Allah dan Rasul, Kedua, dia melakukan ibadah yang di syariatkan itu denagn tata cara yang di syariatka. Untuk poin pertama, ini berdasarkan sabda Rasulullah : Barangsiapa yang malakukan sesuatu yang baru dalam agama ini, namun tidak ada tuntunan dari nabi, maka amalan tersebut tertolak”. (HR. Bukhari Muslim)
Kedua, melaksanakan ibadah yang di syariatkan itu dengan mengikuti tata cara syariat. Ini masalah penting. Karena sebagian orang masih ada yang berpandangan bahwa dalam beribadah cukup hanya dengan berdasarkan dalil yang menetapkan bahwa ibadah itu di syariatkan. Padahal yang benar, dalil pensyariatan itu saja tidak cukup, harus ada dalil lain yang menunjukan tata cara pelaksanaan ibadah yang disyariatkan tersebut. Diantara dalil yang menunjukan hal ini yaitu sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam :
صلوا كما رأيتموني أصلي
Artinya: “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku solat” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam ayat, Allah memerintahka kita untuk melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, tapi bagaimana cara kita melaksanakan sholat dan menunaikan zakat? Jawabnya, ada pada hadits di atas. Yaitu sebagaimana Rasulullah melakasanaka sholat.
Begitu pula, ibadah dzikir. Jika kita ingin melaksanakan dzikir kepada Allah, maka hendaknya melaksanakan nya dengan mengikuti tata cara yang dicontohkan oleh Nabi kita. Termasuk dalam melaksanakan ibadah puasa, haji dan semua ibadah yang lainnya, harus dengan mengikuti tata cara Rasulullah Mummad sollallahu alaihi wa sallam.
-
Istiqomah di atas Sunnah Dalam Muamalah dan Akhlak
Istiqomah di atas sunnah dalam beradab/bermuamalah, bisa di klasifikasikan dalam dua kategori :
Pertama, bagaimana seharusnya berakhlak dengan sesama muslim,
Kedua, bagaimana berakhlak dengan orang kafir.
Mungkin sebagian orang merasa heran, bagaimana bisa berakhlak dengan orang kafir? Perlu dicamkan, bahwa agama kita adalah agama yang agung. Islam mengatur bagaimana kita beraksi
Mengenai masalah ini, realita sikap kaum muslimin terbagi menjadi tiga golongan:
- Sebagian mereka ada yang tidak membedakan dalam bermuamalah antar Muslim dan Kafir. Ini adalah sikap yang menyepelekan syariat
- Sebagian yang lain, ada yang membedakan anatara muamalah dengan sesama Muslim dan muamalah dengan orang Kafir . Namun ia berlaku ekstrim, sehigga sampai tingkat menzhalimi dan menyakiti orang kafir.
- Sikap pertengahan, dan ini yang benar: yaitu sikap ahlus sunnah wal jamaah. Sikap ini di landaskan atas dalil, yaitu bahwa muslim memiliki hak untuk kita sikapi dengan sikap tertentu, dan orang kafir juga memiliki hak untuk kita sikapi dengan sikap yang khusus pula. Sehingga kita bisa bermuamalah dengan masing-masing sesuai dengan apa yang di syariatkan Allah.
Sebagai contoh dalam menyikapi seorang muslim, kita di ajarkan untuk mengucapkan salam kepadanya , bersenyum bertemu dengannya menjenguknya bila ia sakit, mendoakannya yarhamukallah bila ia bersin lalu membaca alhamdulilah, menshalatinya bial ia meninggal. Sedangkan terhadap orang kafir, maka cara bermuamalahnya pun beda, muamalah denagan tidak menzhaliminnya . Akan tetapi buat kita ucapkan assalamualaikum kepada orang kafir.
REFERENSI:
DISUSUN OLEH : IQBAL (Pengajar Ponpes Darul Qur’an Wal-Hadits)
NUKIL DARI : MAJALAH AS-SUNNAH , EDISI: 11, JUMADIL AKHIR 1439H MARET 2018
BACA JUGA:
Leave a Reply