BERSEGERA MENUJU PENGAMPUNAN ALLAH

Bersegeralah menuju pengampunan Allah, pada bagian I, II dan III penulis telah membahas ayat 133 s.d. 135 dari surat Ali Imran dan pada bagian keempat ini penulis melanjutkan pembahasan tafsir ayat 136 dari surat Ali Imran.

Firman Allah ta’ala:

أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ

“Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan taman-taman yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya. Dan itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal.” (QS Ali Imran: 136)

Ayat-ayat lain yang sejenis dengan ini

Banyak ayat yang menunjukkan bahwa Allah subhanallahu wa ta’ala Maha Menerima taubat hamba-hamba-Nya yang bertaubat kepada Allah, di antaranya adalah firman-firman Allah sebagai berikut:

أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

“Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan mengambil sedekah-sedekah dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?” (QS At-Taubah: 104)

Begitu pula Firman Allah ta’ala:

وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا

“Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nisa’: 110)

Begitu pula Firman Allah ta’ala:

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا (68) يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا (69) إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (70) وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا (71)

“(68) Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (69) (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, (70) kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih, maka Allah akan menggantikan keburukan-keburukan mereka dengan kebaikan-kebaikan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (71) Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal shalih, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” (QS Al-Furqan: 68-71)

Begitu pula Firman Allah ta’ala:

وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (100)

“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nisa’: 100)

Begitu pula Firman Allah ta’ala:

فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (39)

“Maka barangsiapa bertaubat sesudah melakukan kezalimannya dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Maidah: 39)

Begitu pula Firman Allah ta’ala:

وَمِمَّنْ حَوْلَكُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ مُنَافِقُونَ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ مَرَدُوا عَلَى النِّفَاقِ لَا تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ سَنُعَذِّبُهُمْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ (101) وَآخَرُونَ اعْتَرَفُوا بِذُنُوبِهِمْ خَلَطُوا عَمَلًا صَالِحًا وَآخَرَ سَيِّئًا عَسَى اللَّهُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (102)

“(101) Di antara orang-orang Arab Badui yang di sekelilingmuitu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka sangat keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kami mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar. (102) Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampur-adukkanamalan yang baik dengan yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.” (QS At-Taubah: 101-102)

Dengan membaca ayat-ayat di atas tidak sepantasnya seseorang berputus asa dari kasih sayang Allah. Sebesar apapun dosa yang telah dia lakukan, maka dia harus terus berharap agar Allah subhanahu wa ta’ala mengampuni dosa-dosanya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menceritakan tentang seorang yang telah membunuh 99 orang, kemudian dia bertanya kepada ahli ibadah tetapi tidak berilmu dan ternyata ahli ibadah tersebut mengatakan bahwa Allah tidak akan mengampuni dosanya. Sehingga orang tersebut membunuh ahli ibadah tersebut. Kemudian dia mendatangi seorang yang berilmu dan bertanya kepadanya apakah masih ada kesempatan baginya untuk bertaubat setelah membunuh 100 orang dan ternyata jawaban dari orang yang berilmu tersebut adalah:

( نَعَمْ وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللَّهَ فَاعْبُدْ اللَّهَ مَعَهُمْ وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ.)

“Ya, Siapa yang bisa menghalangi antara dirinya dengan taubat? Pergilah ke negeri ini dan negeri itu. Sesungguhnya di sana ada orang-orang yang menyembah Allah, maka sembahlah Allah bersama mereka. Dan janganlah engkau kembali ke negerimu, sesungguhnya negerimu itu adalah negeri yang buruk.”

Akhirnya orang tersebut pun pergi menuju negeri yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut dan ternyata Allah mewafatkannya di pertengahan jalan dan menerima taubatnya. Sampai akhir kisahnya.[1]

 

Sifat sungai-sungai surga

Allah menyebutkan di dalam ayat ini salah satu kenikmatan surga yaitu adanya sungai-sungai yang terletak di bawah taman-taman. Di antara sifat-sifat sungai surga adalah sebagai berikut:

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ آسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى وَلَهُمْ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَمَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ كَمَنْ هُوَ خَالِدٌ فِي النَّارِ وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ.

“(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka, sama dengan orang yang kekal dalam jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya?” (QS Muhammad: 15)

Di dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga disebutkan sebagian sifat sungai surga, di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Hakiim bin Mu’awiyah dari ayahnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ فِى الْجَنَّةِ بَحْرَ الْمَاءِ وَبَحْرَ الْعَسَلِ وَبَحْرَ اللَّبَنِ وَبَحْرَ الْخَمْرِ ثُمَّ تُشَقَّقُ الأَنْهَارُ بَعْدُ

“Sesungguhnya di surga terdapat lautan air, lautan madu, lautan susu dan lautan khamr (minuman keras), kemudian bercabang darinya sungai-sungai.”[2]

Di surga juga ada yang disebut dengan Nahrul-Hayaah (sungai kehidupan). Mantan penghuni-penghuni neraka yang beriman kepada Allah ketika memasuki surga, mereka dimasukkan ke dalam sungai tersebut. Bentuk fisik mereka akan berubah perlahan dari yang tadinya gosong akibat dipanggang di neraka menjadi bersih darinya.

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ وَأَهْلُ النَّارِ النَّارَ يَقُولُ اللَّهُ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ فَأَخْرِجُوهُ فَيُخْرَجُونَ قَدِ امْتُحِشُوا وَعَادُوا حُمَمًا فَيُلْقَوْنَ فِي نَهَرِ الْحَيَاةِ فَيَنْبُتُونَ كَمَا تَنْبُتُ الْحِبَّةُ فِي حَمِيلِ السَّيْلِ ، أَوْ قَالَ – حَمِيَّةِ السَّيْلِ وَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَلَمْ تَرَوْا أَنَّهَا تَنْبُتُ صَفْرَاءَ مُلْتَوِيَةً.

“Jika ahli surga telah masuk ke dalam surga dan ahli neraka telah masuk ke dalam neraka, Allah pun berkata, ‘Barang siapa yang di hatinya ada sebesar biji sawi dari keimanan maka keluarkanlah dia!’ Kemudian mereka pun dikeluarkan. Mereka telah terpanggang dan kembali menjadi gosong. Kemudian mereka dilemparkan ke dalam Nahrul-hayaah (sungai kehidupan). Kemudian mereka tumbuh seperti tumbuhnya tunas di tanah yang dibawa aliran air.” Dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam katakan, “Tidakkah kalian melihat tunas tumbuh berwarna kuning menunduk?”[3]

Dan di surga juga ada sungai yang bernama Al-Kautsar. Sungai ini dikhususkan untuk Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بَيْنَمَا أَنَا أَسِيرُ فِي الْجَنَّةِ إِذَا أَنَا بِنَهَرٍ حَافَتَاهُ قِبَابُ الدُّرِّ الْمُجَوَّفِ قُلْتُ مَا هَذَا يَا جِبْرِيلُ قَالَ هَذَا الْكَوْثَرُ الَّذِي أَعْطَاكَ رَبُّكَ فَإِذَا طِينُهُ ، أَوْ طِيبُهُ – مِسْكٌ أَذْفَرُ.

“Ketika saya berjalan di surga, saya pun melewati sebuah sungaikedua sisinya terdapat kubah-kubah dari permata-permata yang berongga, saya berkata, ‘Apa ini wahai Jibril?’ Beliau menjawab, ‘Itu adalah Al-Kautsar yang diberikan oleh Rabb untukmu.’ Ternyata tanahnya atau wanginya adalah misk yang sangat kuat bau wanginya.”[4]

KESIMPULAN

Dari pembahasan surat Ali ‘Imran ayat 133 s.d. 136 bisa disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

  1. Wajib Bersegera mengerjakan amalan-amalan yang bisa mendatangkan pengampunan dari Allah.
  2. Surga sangat luas
  3. Surga dan neraka telah diciptakan.
  4. Di antara sifat orang yang bertakwa yang disebutkan di dalam ayat-ayat di atas adalah: selalu menafkahkan harta di jalan Allah dalam setiap keadaan, bisa menahan amarah, mudah memaafkan kesalahan orang lain, suka berbuat kebajikan, jika berdosa maka segera bertaubat dan tidak melakukan dosa terus-menerus dengan sengaja.
  5. Jika kita memiliki kesempatan dan kemampuan untuk berbuat baik maka janganlah ditunda, karena kesempatan tersebut belum tentu didapatkan dan belum tentu berulang.
  6. Untuk menjadi orang yang bertakwa tidak disyaratkan harus selalu bersih dari dosa, tetapi apabila dia melakukan perbuatan dosa, maka dia segera mengingat Allah dan meminta ampun atas dosa-dosanya.
  7. Perbuatan keji (faahisyah) maksudnya adalah dosa besar dan menganiaya diri sendiri (zhaalim) adalah dosa-dosa kecil.
  8. Beristighfaradalahkebiasaan orang yang bertakwa.
  9. Jika seseorang berdosa maka diatidakbolehmelakukannyaterus-menerusdengansengaja.
  10. Allah Maha Menerima taubat hamba-hamba-Nya yang bertaubat kepada Allah dan tidak sepantasnya seseorang berputus asa dari kasih sayang Allah.
  11. Di surga terdapat lautan air, lautan madu, lautan susu dan lautan khamr (minuman keras), kemudian bercabang darinya sungai-sungai. Dan di surga juga terdapat Nahrul-Hayaah (sungai kehidupan) dan Al-Kautsar (sungai khusus untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Demikian tulisan ini, mudah-mudahan bermanfaat. Dan mudah-mudahan Allah menjadikan kita sebagai orang yang bertakwa dan memiliki sifat-sifatnya serta menjadikan kita sebagai penghuni surga yang bisa menikmati sungai-sungai surga. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Aisarut-Tafaasiir Li Kalaam ‘Aliyil-Kabiir Wa Bihaamisyihi Nahril-Khair ‘Ala Aisarit-Tafaasiir. Jaabir bin Musa Al-Jazaairi. 1423 H/2002. Al-Madinah: Maktabah Al-‘Ulum Wal-Hikam.
  2. Al-Jaami’ Li Ahkaamil-Qur’aan. Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi. Kairo: Daar Al-Kutub Al-Mishriyah.
  3. An-Nihayah Fi Ghariib Al-Hadiits Wal-Atsar. Abus-Sa’adat Al-Mubarak bin Muhammad Al-Jazari. 1427. Dammam: Dar Ibnil-Jauzi.
  4. Fathul-Baari Syarhu Shahiih Al-Bukhari. Ahmad bin Ali bin Hajar Al-‘Asqalani. 1426 H/2005. Beirut: Darul-Ma’rifah.
  5. Jaami’ Al-Bayaan Fii Ta’wiilil-Qur’aan. Muhammad bin Jariir Ath-Thabari. 1420 H/2000 M. Beirut: Muassasah Ar-Risaalah.
  6. Ma’aalimut-Tanziil. Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’uud Al-Baghawi. 1417 H/1997 M. Riyaadh: Daar Ath-Thaibah.
  7. Tafsiir Al-Qur’aan Al-‘Adzhiim. Isma’iil bin ‘Umar bin Katsiir. 1420 H/1999 M. Riyaadh: Daar Ath-Thaibah.
  8. Tafsiir Ibni Abi Haatim. Abu Muhammad Abdurrahman bin Abi Hatim Ar-Raazi. Shida: Al-Maktabah Al-‘Ashriyah.
  9. Dan lain-lain, sebagian besar sudah dicantumkan di footnotes.

[1]Lihat HR Muslim no. 2766/7008.

[2] HR At-Tirmidzi no. 2571. Hadits ini dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Misykaah no. 5650.

[3]HR Al-Bukhari no. 6560 dan Muslim no. 184.

[4]HR Al-Bukhari no. 6581.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.