Berhati-hati dalam Menjaga Harta Anak yatim- Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ وَلَا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا
وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ
فَأَشْهِدُوا عَلَيْهِمْ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا
Artinya:
Dan ujian anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapat mu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkan kepada mereka harta-hartanya.Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa membelanjakannya sebelum mereka dewasa.barang siapa diantara (pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri( dari memakan harta anak yatim) dan barang siapa yang miskin, maka bolehlah ia memakan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kalian menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka dan cukuplah allah sebagai pengawas (atas persaksian itu).(QS.An-Nisa/4:6).
Tafsir Ringkas
“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut pendapat mu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah harta-harta mereka dengannya.”
Allah subhanahu wata’ala telah memerintahkan kaum muslimin (yang menangani harta anak yatim) jika mereka telah sampai pada umur yang cerdas (dalam urusan pengelola harta) atau ketika mereka telah mencapai usia baligh, dengan cara memberikan sebagian harta kepada mereka kemudian mereka disuruh untuk melakukan aktifitas jual-beli. Apabila terlihat oleh mereka kemampuan baik dalam mengelola harta maka kaum muslimin yang menangani harta anak yatim tersebut boleh menyerahkan harta anak-anak yatim kepada mereka. Dan saat menyerahkan harta tersebut kepada mereka hendaknya dengan mengangkat beberapa orang menjadi saksi (dalam serah terima ini), sehingga tidak ada celah bagi mereka pada suatu hari nanty untuk mengatakan,” engkau belum menyerahkan hartaku kepadaku.”Dan cukuplah Allah subhanahu wata’ala menjadi saksi.
“Dan janganlah kamu memakan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa.’’
Allah subhanahu wata’ala melarang wali anak yatim untuk memakan memakan harta harta-harta anak yatim lebih dari batas kewajaran dan tergesa-gesa. Allah subhanahu wata’ala ingin kepada orang-orang dan para wali yang diwasiatkan untuk menjaga harta anak yatim dan tidak memakan harta-harta mereka dengan melampaui batas kewajaran dari apa yang dibutuhkan olehnya atau bersegera didalam memberikan harta tersebut kepada anak yatim yang masih tidak memiliki kemampuan memadai dalam menggunakan harta.
“barang siapa diantara (pemelihara itu) kaya (mampu), maka hendaknya ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa yang miskin maka boleh lah ia memakan harta itu menurut yang patut.”
Allah subhanahu wata’ala memberikan petunjuk terbaik kepada para wali yatim dalam penggunaan harta anak yatim tersebut. Yaitu, para wali yang kaya maka sebaiknya ia menahan diri dari mengambil harta anak yatim dan tidak memakan sedikit pun. Para wali yang miskin maka hendaknya maka sewajarnya, yaitu dengan cara meminjam sebagian harta anak yatim tersebut, kemudian mengembalikannya lagi ketika sudah memiliki kemampuan atau kelonggaran ekonomi. Apabila wali tersebut adalah orang fakir, maka ia diperbolehkan mengambil uang jasa atas jerih-payahnya mengurus anak yatim tersebut secara wajar. Apabila wali tersebut adalah orang kaya maka ia mengurus anak tersebut tanpa bayaran dabn dia mengharapkan ganjarannya dari Allah subhanahu wata’ala saja. Dan Allah subhanahu wata’ala tidak akan menyia-nyiakan ganjaran bagi orang yang amalannya baik.
“kemudian apabila kalian menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka.”
Ini adalah petunjuk yang hukumnya sunnah dan bukan wajib. Para wali yatim diperintahkan untuk mendatangkan saksi pada saat menyerahkan harta tersebut kepada anak yatim ketika mereka telah baligh agar terhindar dari fitnah dan bisa memutuskan perkara dengan baik jika terjadi perselisihan.
“Dan cukuplah Allah sebagai pengawas (atas persaksiaan itu).”
Cukuplah Allah subhanahu wata’ala yang menjadi pembalas akan kebaikannya dan menjadi saksi apa yang telah dilakukannya.
Penjabaran Ayat:
Firman Allah Subhanawata’ala :
Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin
Pada ayat ini Allah Subhanahu wata’ala memerintahkan untuk menguji atau mengecek anak yatim apabila dia sudah mencapai usia yang cukup untuk menikah.
Siapakah yang dimaksud dengan anak yatim ?
Jumhur ahli tafsir mengatakan bahwa anak yatim adalah anak yang ayahnya telah meninggal dan ia belum mencapai usia baligh. Apabila telah baligh maka tidak lagi dinamakan anak yatim. Itu juga sebagaimana yang telah disabdakan oleh rosulullah salallahu’alaihi wasallam :
Tidak ada keyatiman setelah mimpi basah dan tidak ada diam(tidak berbicara dengan menganggapnya sebagai ibadah) seharian sampai malam.
Begitu pula untuk yatimah (anak yatim perempun), maka ia tidak dinamakan yatim lagi setelah dia haidh (baligh).
Kapankah anak kecil dianggap baligh ?
Seorang anak dianggap baligh apabila :
- Telah mimpi basah (ihtilam), termasuk kedalamnya keluarnya mani (inzal) dengan sengaja.
- Telah berumur 15 tahun, menurut mazhab imam Asy-syafi’i dan Imam Ahmad, begitu pula dengan abu yusuf dan muhammad bin al-Hasan dari madzhab Imam Abu Hanifah.
- Telah haidh, untuk wanita.
- Terjadi kehamilan.
- Telah tumbuh buli kemaluan
Haram memakan harta Anak Yatim
Allah subhanahu wata’ala melarang kita memakan harta anak yatim dengan cara yang batil, sebagaimana difirmankan oleh Allah subhanahu wata’ala dalam ayat ini dan juga Firman-Nya ;
وَآتُوا الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ وَلَا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَى أَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا
Artinya:
“Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh),harta mereka, jangan kamu menukar baik dengan yang buruk dan jangan kamu memakan harta mereka dengan hartam. Sesungguhnya tindaka-tindakan (menukar dan memakan ) itu, adalah dosa yang besar”. (QS. An-Nisa’/4: 2).
Allah subhanahu wata’ala juga berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).(QS.AN-nisa’4:10)
Rosulullah salallahu ’alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “jauhilah tujuh hal yang dapat membinasakan! Para sahabat bertanya: ”wahai rasulullah ! apakah itu?” beliau menjawab,” berbuat syirik kepada allah,sihir,membunuh nyawa yang diharamkan oleh allah kecuali dengan haq,memakan riba, memakan harta anak yatim,lari dari perang yang berkecamuk dan menuduh berzina wanita suci mukminah yang sedang lalai.” (Muttafaqun Alaih)
Dalil-dalil diatas sangat jelas menunjukkan bahwa memakan harta anak yatim dengan cara yang bathil itu haram. Oleh karena itu jika kita diberi amanah untuk menjaganya, maka sudah sepantasnya kita berhati-hati dalam menjaga nya dan jangan mencampurkannya dengan harta milik kita.
Dinukil dari :
Majalah As-Sunnah-edisi 09 RABIUL AWWAL 1437 H JANUARI 2016 M TH.XIX
Ditulis oleh : Ustadz Sa’id yai Ardiyansyah Hafidzahullahu Ta’ala.
Disalin oleh : Ari Nuansah.
Baca Juga Artikel:
Leave a Reply