BEBERAPA KAIDAH PENTING MASALAH ASMA’ DAN SIFAT ALLAH
Sebelum kita memasuki inti dari kitab ini ada beberapa kaidah penting yang berkaitan dengan Asma (Nama-Nama) dan sifat allah Ta’ala.
KAIDAH PERTAMA :
KEWAJIBAN KITA SAAT MENGHADAPI NASH AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH DALAM MASLAH ASMA’DAN SIFAT ALLAH
Wajib untuk menetapkan nash al-Qur’an dan as-Sunnah pada zhahirnya tanpa merubahnya sedikit pun karena AAllah Ta’ala telah menurunkan al-Qur’an dengan bahasa Arab dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم pun berbicara dengan menggunakan bahasa Arab,maka kewajiban kita adlah menetapkan hukum yang ditunjukkan oleh firman Allah dan sabda Rasululllah صلى الله عليه وسلم pada bahasa aslinya. Karena mengubah lafazhnya merupakan suatu perkataan atas Nama Allah tanpa dalil,yang mana hal itu hukumnya Haram.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala :
قل إنّما حرّم ربّى الفواحش ما ظهر منها و ما بطن والإثم والبغى بغير الحقّ وأن تشركوا بالله ما لم ينزّل به
سلطانا وأن تقولوا على الله ما لا تعلمون
“Katakanlah,’Rabb-ku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui.”(QS.Al-A’raaf:33)
Sebagai contoh adalah firman Allah Ta’ala:
بل يداه مبسو طتان ينفق كيف يشآء
“ Tidak demikian, tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka, Dia menafkahkan sebagaiman Dia kehendaki”. (QS. Al-Maaidah:64)
Zhahirnya ayat tersebut menyatakan bahwa Allah mempunyai dua tangan yang sebenarnya, maka wajib menetapkan hakikat dua tangan bagi Allah Ta’ala.
Jika ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud tangan pada ayat tersebut adalah kekuatan Allah, maka kita bantah,”Mengartikan yadun (tangan) dengan kekuatan adalah penyelewengan arti suatu perkataan dari zhahirnya dan hal itu tidaklah diperbolehkan karna termasuk mengatakan sesuatu atass Nama Allah Ta’ala tanpa dasar (ilmu).”
KAIDAH KEDUA:
KAIDAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN NAMA-NAMA ALLAH
Ada beberapa kaidah yang berhubungan dengan Nama-Nama Allah Ta’ala, yaitu:
1 . Semua Nama Allah adalah baik
Maksudnya bahwa Nama Allah itu berada pada puncak kebaikan karena Nama Allah mengandung sifat yang sempurna yang sama sekali tidak mengandung kekurangan.
Allah Ta’ala berfirman:
و لله الأ سمآء الحسنى
“Hanya milik Allah nama-nama yang baik..” ( Al-A’raaf : 180 )
Sebagai contoh adalah Nama Allah’’ar-Rahman’’: ini adalah salah satu dari Nama-Nama Allah,yang menunjukkan sifat yang agung,yaitu yang memiliki rahmat yang mahaluas. Oleh karena kalimat itulah tidaklah mengundang maakna kebaikan yang sempurna. Adapun mengenai sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam :
لا تسبوا الدهر فإن الله هو الدهر
“Janganlah kalian mencela ad-dahr ( masa ) karena Allah adalah ad-dahr”. (HR Muslim)
Maknanya,bahwa Allah-lah yang menguasai masa ini,Allah-lah yang mengatur masa,berdasarkan firman Allah dalam sebuah hadits qudsi
لا تسبوا الدهر فإن الله: أنا الدهر، الأيام والليالي لي أجددها وأبليها وآتي بملوك بعد ملوك
“Janganlah kalian mencela masa karena Allah berfirman, ‘Aku adalah masa malam dan siang adalah milik-Ku,aku membuatnya menjadi baru dan usang dan aku menganti para raja dengan para raja yang baru.” (HR Ahmad dalam Musnadnya, Shahih)
2 . Nama-Nama Allah Tidak Dibatasi dengan Bilangan tertentu
Berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam hadits yang sangat masyhur :
أسألك اللهم بكل اسم هو لك, سميت به نفسك, أوأنزلته في كتابك أو علمته أحدا من خلقك أو استأثرت به في
علم الغيب عندك
“Ya Allah,aku meminta kepada-Mu dengan semua nama yang menjadi milik-Mu,yang Engkau namakan diri-Mu dengannya atau yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu ataupun yang Engkau sembunyikan dalam ilmu ghaib di sisi-Mu.” (HR Ahmad dalam Musnadnya).
Sedangkan sesuatu yang disimpan oleh Allah dalam ilmu ghaib di sisi-Nya tidaklah mungkin ada batasnya dan tidak mungkin pula bisa kita ketahui.
Adapun cara mengabungkan antara hadits ini dengan hadits shahih yang berbunyi :
إن الله تسعة وتسعين اسما,من أحصاها دخل الجنة
Sesungguhnya Allah mempunyai sembilan puluh sembilan Nama. Barangsiapa yang menghafalnya,maka ia pasti masuk Surga. (Muttafaqun Alaih)
Makna hadits ini,yaitu Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama. Bagai yang menghafal sembilan puluh sembilan nama tersebut,maka ia pasti masuk Surga,bukan berarti membatasi Nama Allah dengan jumlah hanya sembilaan puluh sembilan saja.
Sebagai bandingannya,misalnya engkau berkata, ‘’ Aku mempunyai seratus dirham yang aku persiapkan untuk sedekah. ‘’ Mka perkataanmu itu tidaklah berarti bahwa engkau hanya punya seratus dirham saja,tapi juga punya beberapa dirham lagi yang tidak kau persiapkan untuk sedekah.
3 . Nama-Nama Allah Tidaklah Ditetapkan dengan Akal, Akan Tetapi Ditetapkan dengan Dalil Syar’i
Nama-Nama Allahitu sifatnya faten sesuai dengan ketentuan syari’at, tidak akan bertambah dan tidak pula berkurang. Karena akal manusia tidak mungkin bisa mengetahui nama yang berhak disandang oleh Allah. Maka dalam masalah ini wajib untuk berpijak pada dalil syar’i, sebab memberi nama bagi Allah dengan selain nama yang Allah telah menamakan diriNya dengan nama tersebut ataupun mengingkari Nama-Nya yang telah Allah tetapkan adalah merupakan tindakan yang lancang terhadap hak Allah. Padahal kita wajib untuk bersikap penuh adap terhadap Allah Ta’ala.
- Semua Nama Allah Itu Menunjukkan Dzat Allah dan Sifat yang Dikandungnya serta Menunjukkan Konsekuensinya Jika Nama itu Berassal dari Fi’il Muta’
Beriman dengan NAma tersebut tidak akan sempurna kecuali dengan menetapkan semua hal tersebut.
Contoh fi’il yang bukan muta’addi: Nama Allah “al-’Azhiim” (Yang Maha Agung), beriman dengan Nama ini tidak akan sempurna sebelum mengimani dengan menetapkan Nama tersebut sebagai Nama bagi Allah yang menunjukkan Dzat-Nya dan sifat yang dikandungnya, yaitu keagungan Allah Ta’ala.
Contoh fi’il dengan muta’addi: Nama Allah “ar-Rahmaan”(Yang Maha Pemberi Rahmat), beriman dengan Nama ini tidak akan sempurna sebelum mengimani dengan menetapkannya sebagai Nama bagi Allah yang menunjukkan Dzat-Nya dan sifat yang dikandungnya, yaitu sifat rahmat dan kasih sayang-Nya dan mengandung konsekuensi, yaitu beahwasanya Allah merahmati siapa saja yang Dia kehendaki.
KAIDAH KETIGA:
KAIDAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN SIFAT ALLAH TA’ALA.
Terdapat beberapa kaidah yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah, yaitu:
- Semua Sifat yang Tinggi, Memiliki kesempurnaan dan Terpuji. Tidak Mengandung Sedikit Pun Kekurangan dari Sisi Manapun.
Seperti sifat hidup, mengetahui, berkuasa, mendengar, melihat, bijaksana, kasih sayang, tinggi dan lain sebagainya. Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
ولله المثل الآعلى
“ Dan Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi” (QS. An-Nahl: 60)
Karena Allah adalah Dzat yang sempurna, maka wajib memiliki sifat yang sempurna pula.
Dan ayat-ayat yang lainnya.
Seandainya ada yang bertanya, “ Apakah Allah punya sifat membuat makar?” Maka jangan dijawab “ya” dan jangan pula dijawab “tidak”, tetapi jawablah bahwa AAllah membuat makar untuk orang yang berhak menerimanya.
- Sifat Allah Terbagi Menjadi Dua: Tsubuutiyyah dan Salbiyyah
- Sifat Tsubuutiyyah
Sifat Tsubuutiyyah adalah sifat yang telah ditetapkan oleh Allah untuk Diri-Nya sendiri. Seperti sifat hidup, mengetahui, dan berkuasa. Kita wajib menetapkannya menjadi sifat Allah dengan cara yang layak bagi-Nya karena Allah telah menetapkannya untuk Diri-Nya, sedangkan Allah Maha Mengetahui terhadap Sifat-SifatNya.
- Sifat Salbiyyah
Sifat Salbiyyah adalah sifat yang Allah hilangkan dari Diri-Nya. Seperrti sifat zhalim (berbuat aniaya), maka wajib pula bagi kita untuk menghilangkannya dari sifat allah. Akan tetapi, wajib mengimani kebalikan dari sifat tersebut dari sisi yang paling sempurna karena penafian itu tidak bisa menjadi sesuatu yang sempurna kecuali dengan menetapkan kebalikannya.
Sebagai contoh adalah firman Allah Ta’ala:
ولا يظلم ربّك أحدًا
“Dan Rabb-mu tidak menganiaya seorang pun.”(QS. Al-Kahfi:49)
Wajib menafikan sifat zhalim dari Allah dan menetapkan sifat adil yang sempurna bagi-Nya.
- Sifat Tsubuutiyyah Terbagi lagi menjadi dua: Dzaatiyyah dan fi’liyyah
- Sifat Tsubuutiyyah dzaatiyyah.
Sifat Tsubuutiyyah dzaatiyyah adalah suatu sifat yang Allah senantiasa bersifat dengannya, seperti mendengar dan melihat.
- Sifat Tsubuutiyyah fi’liyyah.
Sifat ini aalah sifat yang berkaitan dengan kehendak Allah. Dia melakukannya atau tidak, sesuai dengan kehendak-Nya. Seperti sifat bersemayam diatas ‘Arsy (al-Istiwaa’) dan sifat datang (al-Marjii’).
Referensi :
Diambil dari Kitab Qowa’id Al-Mutsla Fi Sifatillah Wa’asma’ihil Husna, Karya Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin,
Penerbit : Pustaka Ibnu Katsir, Di Ringkas oleh : Dewi sartika : (pengajar di ponpes darul qur’an wal-hadits oku timur ).
Baca Juga Artikel:
Larangan Menjual Kelebihan Air
Leave a Reply