Sebelum Ayah Tiada (Bagian 3)

sebelum ayah tiada

Sebelum Ayah Tiada (Bagian 3)Pegang Al-Qur’an dan Hadits Nabimu, Akan Banyak Perpecahan

ANAKKU, jika engkau ditakdirkan hidup di akhir zaman, engkau akan melihat banyak perpecahan dan pertikaian antara manusia dan sesama umat Islam sendiri. Sesama saudara semuslim saling menjatuhkan, sesama organisasi muslim saling menjegal, sesama tokoh muslim saling iri dan dengki.

Jika engkau hidup di masa banyak pertikaian, kembalilah berpegang kepada Al-Qur’an dan hadits atau bertanya kepada alim, ustadz, kiyai yang ilmunya terpercaya dimana bisa menyelamatkan dirimu dan agamamu.

Jauhi yang menyebut dirinya ahli agama tapi berbicara dan berfatwa tanpa ilmu dan hanya memenuhi selera pihak tertentu. Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam berkata:

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتي وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الْمَهْدِيّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

Artinya: “Sungguh siapa hidup sesudahku akan banyak melihat perselisihan. Berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapat petunjuk, gigitlah ia dengan gigi taring.” (Abu Dawud dari Irbadh bin Sariyah, Maktabah Syamilah)

Anakku, Nabi pernah berkata, “Umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan, setiap golongan berbangga-bangga dengan kelompoknya.” Kelompok yang selamat yang mengikuti Nabi dan sahabatnya. Karena itu, hindarilah menimba ilmu dari yang tidak terpercaya, nanti engkau tersesat.

تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْن لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بهِمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيّه

Artinya: “Aku tinggalkan dua perkara jika kalian berpegang dengannya, tidak akan tersesat: Al-Qur’an dan Sunnah NabiNya.” (Al- Muwatha dari Anas bin Malik, Maktabah Syamilah)

Jangan Khianati Agamamu, Itu Dosa Terburuk di Alam Semesta

Anakku, jangan jadi pengkhianat sebab itu terlaknat dalam agama. Allah Ta’ala  berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ خَوَّانًا أَثِيمًا

Artinya: “Sungguh Allah tidak menyukai orang berkhianat dan berdosa.” (QS. An-Nisaa’: 107)

Guru dan orang tua dahulu sering mengulang-ulang, “Khianat itu dosa paling buruk yang pernah ada di alam semesta.” la terburuk karena pelakunya orang yang paling dekat dan kita percaya.

Di depanmu seekor singa buas itu lebih baik dari di belakangmu seekor anjing tapi mengkhianatimu. Dikhianati itu adalah derita. la susah dilupakan. la nenek moyang dusta, perangai buruk yang dibenci Allah dan RasulNya.

Jangan engkau khianati orangtuamu, keluargamu, bahkan agamamu. Hari ini engkau hidup dimana orang-orang gampang berkhianat. Dan anehnya itu dianggap lumrah. Yang terparah adalah khianatnya orang-orang beragama atau khianatnya orang-orang kuat di antara lemahnya orang-orang yang amanah. Tentu, khianatnya seorang raja berbeda dengan khianatnya seorang hamba.

Coba baca sejarah bangkit dan runtuhnya umat Islam sepanjang sejarah; salah satu sebab runtuh dan kalah adanya orang-orang Islam yang mengkhianati agamanya sendiri. Seperti Ibnul Alqami yang pernah berkhianat kepada umat Islam dengan mengirim surat Ke Hulago Khan di Tartar agar menyerang kaum muslimin di Baghdad.

Umat Islam korban lebih dari 800 ribu jiwa. Banjir darah pun menenggelamkan kota Baghdad. Hulago Khan kembali dengan membawa tawanan perang dan harta benda yang melimpah. Dan Khalifah Al-Mu’thasim pun dibunuh. (Sejarah Bangsa Tartar, DR. Raghib As-Sirjani, Al-Kautsar)

Kirkirah, laki-laki pembawa bagasi ghanimah Nabi yang akhirnya berkhianat. Nabi berkata, “Dia itu di neraka.” Mendengar itu, para sahabat kemudian mereka pergi melihatnya. Dan, mereka mendapati sebuah topi yang diambilnya tanpa izin.” (Al-Bukhari dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash, Maktabah Syamilah)

Ikuti Ajaran Nabi, Engkau Akan Terbimbing

Anakku, jika engkau membaca sejarah Nabi secara lengkap, engkau tidak tahan untuk tidak mencintainya setelah itu. Cintamu kepada Nabi wujud kecintaanmu kepada Allah. Jika engkau taati Nabi, engkau akan terbimbing. Allah Subhanahu Wata’ala  berfirman:

وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا

Artinya: “Jika mentaatinya (Nabi), kalian terbimbing.” (QS. An-Nur: 54)

Ulama shalah terdahulu buktikan kesungguhan mereka taati Nabi sampai pada hal-hal sederhana. Ayah tuturkan untukmu kisah indah Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau ulama besar, pemilik mazhab Hanbali. Sekitar lebih dari 40.000 hadits Nabi tercatat dalam kitabnya ‘Al-Musnad’, ia pun telah mengamalkan semuanya. Imam Ahmad berkata, “Semua hadits itu sudah kuamalkan semuanya.”

Anakku, itulah sebabnya Imam Ahmad dikenal sebagai ulama pembela Sunnah Nabi, namanya selalu harum di telinga umat Islam. Ambillah contoh baik ini dan terapkan dalam hidupmu. Ikutilah sunnah Nabi pada perkara kecil dan besar, engkau akan terbimbing.

Akhir zaman adalah masa-masa sulit engkau istiqamah mencontoh sunah Nabimu, ibarat engkau menggengam bara api. Engkau hampir melepasnya. Namun, ayah percaya, engkau bisa melewatinya.

Di Bumi Mana Pun Berpijak, Engkau Tanggung Jawab Islamnya

Anakku, di bumi mana pun berpijak, engkau ikut bertanggung jawab atas kebaikan iman dan Islam di tempat itu. Seperti kata orang-orang shaleh terdahulu,

فِي أَي أَرْضِ تَطَأُ فَأَنْتَ مَسْؤُلُ عَنْ إِسْلَامِهَا

Artinya: “Di bumi mana pun berpijak, engkau bertanggung jawab atas Islamnya.

Jika Allah takdirkan engkau hidup di desa, kota, sekolah lingkungan tertentu, engkau harus menjadi dai alias pengajak kebaikan untuk orang lain. Engkau bertanggung jawab atas keshalehan mereka. Allah memuji orang yang mengajak kebaikan, “Siapakah yang lebih baik ucapannya selain yang mengajak kepada ajaran Allah lalu ia beramal shaleh.” (Fushilat: 33). Nabi dan sahabatnya pun adalah contoh dai terbaik. Hidup mereka adalah mengajak kebaikan. Beliau memilih sahabat terbaiknya menjadi dai di negeri-negeri jauh agar mengajak kepada Islam. Di antaranya, sahabat Mu’adz bin Jabal.

Suatu waktu, Nabi menugaskan Muadz berdakwah ke Yaman. Nabi berpesan, “Wahai Muadz, engkau akan hadapi kaum Ahli Kitab. Ajaklah mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan aku utusan-Nya.”

Nabi lanjutkan, “Jika mereka penuhi ajakanmu, ajarkan shalat lima waktu, zakat diambil dari harta orang kaya lalu diberi ke yang miskin. Jagalah kehormatan dan harta benda mereka. Takutlah doa yang teraniaya, karena tidak ada penghalang doanya dan Allah.” (Al-Bukhari dan Muslim dari Muadz bin Jabal, Maktabah Syamilah)

Alangkah mulia dan beruntung jika orang-orang mengenal kebaikan dan keshalehan dari mulutmu. Engkau berhak peroleh pahala lebih baik dari onta merah, kendaraan termahal di masa Nabi. Nabi berkata, “Demi Allah, jika Allah tunjuki seseorang melalui dakwahmu, itu lebih baik dari onta merah.” (Al-Bukhari dan Muslim dari Ali bin Abi Thalib, Maktabah Syamilah)

Akhir zaman seperti ini kebatilan merajalela, bukan karena ia kuat. Tapi, orang-orang baik lebih memilih diam. Zamanmu menuntutmu untuk menjadi dai, pelopor kebaikan bagi yang lain. Sampaikan kebaikan dimana pun engkau berada, biar Allah yang membuka jalan hidayah. Tapi ingat, engkau sampai di waktu yang tepat, itu jauh lebih baik dari engkau mengajak tepat waktu.

Berpihak Kepada Kebenaran, Jangan Bermental Cicak

Simak kisah ayah berikut ini. Suatu hari, budak Saibah datang mengunjungi rumah Aisyah. Ketika sampai, Saibah melihat sebuah tombak kecil tergantung di dalam rumah Aisyah.

Saibah, “Wahai Ummul Mukminin, tombak kecil itu biasa dipakai untuk apa?

Aisyah menjawab, “Biasanya kami pakai untuk membunuh cicak.”

Aisyah melanjutkan, “Karena Nabi cerita kepada kami, saat Nabi Ibrahim dilemparkan ke api, semua binatang saat itu ikut padamkan api kecuali cicak, kami diperintah membunuhnya.” (Ibnu Majah dari Saibah, Maktabah Syamilah)

Anakku, pesan dari kisah ayah ini adalah pastikan kepada siapa engkau berpihak; kebenaran atau kebatilan? Coba perhatikan, burung pipit di atas hanya bisa membawa satu atau dua tetes air untuk ikut padamkan api Nabi Ibrahim. Apa yang bisa dipadamkan dengan satu atau dua tetes air? Tapi, burung pipit sudah menentukan posisinya, ia berada di pihak kebenaran. Allah mentakdirkanmu hidup di masa manusia sering mempertentangkan kebenaran dan kebatilan. Ayah percaya engkau selalu membela kebenaran, walaupun hanya seorang diri. Jangan menjadi muslim bermental cicak yang menggembosi perjuangan umat Islam dari dalam.

Perhatikan Apa yang Engkau Baca, Itu Membentuk Akhlakmu

ANAKKU, perhatikan apa yang engkau pikirkan karena itu akan menjadi kata-katamu. Perhatikan apa yang engkau ucapkan karena itu akan menjadi tindakanmu. Perhatikan apa yang engkau lakukan karena itu akan menjadi kebiasaanmu. Perhatikan apa yang engkau biasakan karena itu akan menjadi akhlakmu. Perhatikan akhlakmu karena demikian takdirmu.

Awalnya apa yang engkau baca, tonton, dengar, rasa, lama-lama menjadi akhlakmu. Apa yang sering terlintas dalam pikiranmu, lama-lama akan menjadi akhlak baik atau buruk bagimu. Ibnul Qayyim berkata, “Hati-hati dengan lintasan-lintasan pikiran.” sebab ia akan membentuk akhlak.

Setiap hari, puluhan bahkan ratusan lintasan pikiran lewat di kepalamu. Misalnya, engkau melihat ibumu membaca Al-Qur’an, ayahmu membaca buku, di luar rumah engkau melihat dua orang saling bertengkar, di kereta engkau melihat pencurian tas, dan peristiwa lain.

Dari banyak lintasan pikiran itu, ada yang lepas dan ada pula yang singgah di ingatanmu. Yang singgah itu lama-lama menjadi kemauanmu, kemauan yang menguat lama-lama jadi kebiasaanmu, kebiasaan yang diulang-ulang lama-lama jadi akhlak atau karaktermu.

Kalau setiap hari, lintasan-lintasan pikiran itu baik, akhlakmu akan menjadi baik. Jika lintasan pikiran itu buruk, akhlakmu menjadi buruk pula. Semoga engkau mengerti apa yang ayah maksud.

Dari sini engkau mengerti, mengapa sejak kecil ayah pilihkan buku yang engkau baca, acara yang engkau tonton, siapa teman bergaulmu, karena itu akan ikut membentuk perilakumu. Jika sudah menjadi perilaku maka ia sulit untuk diubah.

Jika terbiasa dari kecil makan pakai tangan kanan, membaca basmalah, biasa ke masjid, belajar bicara dan diam, lama-lama kebiasaan baik itu akan menjadi akhlakmu yang menentukan takdirmu.

Nabi contohkan kebiasan baik kepada bocah Umar bin Abi Salamah Radhiyallahu Anhu:

يَا غُلَامُ سَمَ اللهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيك.

Artinya: “Wahai bocah, jangan lupa baca bismillah, makan pakai tangan kanan dan ambil yang terdekat.” (Al-Bukhari dalam Kitab Riyadhu Ash-Shalihin, Imam An-Nawawi)

Umar bin Abi Salamah berkata setelah itu, “Kebiasan baik yang diajarkan Nabi, selalu aku amalkan sampai aku dewasa.”

Mengapa ia bisa seperti itu, karena ia sudah terbiasa sejak kecil. Karena itu, biasakan dirimu dengan hal-hal baik, karena lama-lama ia akan menjadi karaktermu dan nasibmu.

Jangan Melawan Jika Dinasihati, Nanti Engkau Celaka

Anakku, jika engkau dinasihati menjadi baik atau tinggalkan kebiasaan burukmu; dengarlah, jangan bandel. Nanti engkau celaka dan tidak disukai manusia.

Dari Al-Qur’an kita ketahui, kebiasaan buruk umat-umat terdahulu jika dinasihati mereka tutup telinga, tidak mau dengar nasihat. Akhirnya, Allah binasakan. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,

جَعَلُواْ أَصَبِعَهُمْ فِي عَاذَانِهِمْ وَاسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ وَأَصَرُّوا وَاسْتَكْبَرُوا اسْتِكْبَارًا

Artinya: “Setiap kali diajak, mereka menutup telinga dengan jari-jari, menutup mukanya dengan baju dan semakin sombong.” (QS. Nuh: 7)

Ayah berharap, semakin dewasa, engkau semakin baik. Berikut ini, ayah pilihkan contoh kisah orang yang susah dinasihati.

Suatu hari, sahabat Abdullah bin Mughaffal melihat orang melempar dengan batu kerikil. la pun menegurnya, “Janganlah melempar, sebab Nabi melarang melempar dengan batu kerikil. “Aku mendengar Nabi berkata, “Lemparan kerikil itu tidak bisa digunakan berburu, tidak mengalahkan musuh. Tapi, hanya pecahkan gigi dan butakan mata.”

Di lain waktu, orang tadi tetap melempar dengan kerikil. Abdullah bin Mughaffal pun marah, “Wahai fulan, bukankah sudah kusampaikan pesan Nabi kepadamu, beliau itu melarang melempar dengan kerikil. Namun, kamu tetap mengulanginya.”

Abdullah bin Mughaffal Radhiyallahu Anhu berkata:

لَا أُكَلِّمُكَ كَذَا وَكَذَا

Artinya: “Aku tidak akan berkata apa lagi kepadamu.” (Al-Khurasaniyah, Syaikh Ath-Thuraifi, dari riwayat Al-Bukhari dari Abdullah bin Mughaffal)

Anakku, jangan sampai engkau menjadi anak yang sulit menerima teguran dan nasihat. Karena senakal-nakalnya seseorang jika masih mendengar teguran, maka ia bisa menjadi baik. Bersambung ke bagian berikutnya, insya Allah.

Referensi:

diringkas dari Buku Sebelum Ayah Tiada

Penulis: Muhammad Yasir, Lc

Penerbit: Pustaka Al-Kautsar

Diringkas Oleh: Abu Muhammad Fauzan (Staf Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur)

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.